jpnn.com, PYONGYANG - Hidup di Korea Utara memang berat. Tidak hanya rakyat jelata, tapi juga para tentara yang bertugas sebagai alat negara.
Yang lebih menderita lagi adalah para tentara wanita. Mereka diperlakukan sangat rendah. Hanya menjadi pemuas nafsu para komandannya.
BACA JUGA: 12 Tahun Jadi PSK, Layani 10.091 Pria
Kisah ini diceritakan Lee So Yeon, salah seorang tentara wanita yang berkarier selama 10 tahun. Saat ini, dia sudah meninggalkan dunia militer karena berhasil kabur dari negara sendiri.
Namun, ingatan selama 10 tahun menjadi pasukan militer Korut tidak penah lepas dari benaknya.
BACA JUGA: Ratu Elizabeth Rayakan Pernikahan Platinum Secara Sederhana
”Kami menghindari berkeringat. Kasur kami terbuat dari jerami. Semua bau terserap kasur itu. Dan, bagi perempuan, itu adalah salah satu siksaan,” kenangnya.
BACA JUGA: Korut Masuk Daftar Negara Sponsor Terorisme
Tidak hanya itu, sulitnya mendapatkan air juga membuat mereka akhirnya sulit melakukan aktivitas bersih-bersih secara baik.
”Karena tidak ada air panas, kami mendapatkan air dari selang yang dihubungkan ke sungai di pegunungan. Nanti, tidak hanya air yang datang. Kadang ada katak dan ular di dalam selang,” sambungnya.
Putri seorang profesor, So Yeon, yang sekarang berusia 41, tumbuh di utara negara ini. Banyak anggota keluarga laki-lakinya adalah tentara. Ketika kelaparan menghancurkan negara itu pada tahun 1990-an, dia mengajukan diri menjadi anggota.
Termotivasi oleh pemikiran tentang asupan makanan yang dijamin setiap hari, ribuan perempuan muda lain melakukan hal yang sama.
”Kelaparan menghasilkan masa yang sangat rentan bagi perempuan di Korut,” kata Jieun Baek, penulis Hidden Revolution Korea Utara.
”Lebih banyak perempuan harus bekerja. Dan, banyak dari mereka mengalami penganiayaan, terutama pelecehan dan kekerasan seksual,” katanya.
Jieun Baek mengatakan kesaksian Lee So Yeon sesuai dengan kisah lain yang telah mereka dengar. Namun, Baek mengingatkan kalau pembelot Korut harus diperlakukan dengan hati-hati.
”Permintaan mengenai cerita dari Korut sangat tinggi. Ada kemungkinan orang akan menceritakan kisah yang berlebihan kepada media terutama bila bayarannya bagus. Banyak pembelot yang sekarang menjual cerita mereka,” kata Baek.
Namun, Lee So Yeon tidak dibayar untuk wawancara dengan BBC. Harapannya, cerita yang keluar dari So Yeon bukan abal-abal.
Dikisahkan So Yeon, dia resmi jadi tentara pada usia 17 tahun. Rutinitas harian untuk pria dan perempuan hampir sama.
Tetapi. perempuan cenderung memiliki latihan fisik yang sedikit lebih pendek. Mereka diminta untuk melakukan pekerjaan sehari-hari seperti membersihkan dan memasak. Meski terkesan ringan, tapi tidak demikian adanya.
”Setelah enam bulan sampai satu tahun berdinas, kami tidak akan menstruasi lagi karena kekurangan gizi dan lingkungan yang penuh tekanan,” katanya.
Tetapi, itu bikin mereka senang. Pasalnya, jika masih datang bulan, mereka akan kesulitan. Terutama, karena tidak ada pembalut sekali pakai.
”Perempuan di Korut sampai hari ini masih menggunakan kain katun putih tradisional sebagai pembalut,” kata Juliette Morillot, penulis North Korea in 100 Questions.
”Harus dicuci setiap malam saat tidak terlihat laki-laki.”
Morillot baru saja kembali dari kunjungan ke Korut dan berbicara dengan beberapa tentara wanita. ”Salah seorang gadis berusia 20 tahun yang saya ajak bicara mengatakan bahwa dia tidak mendapatkan menstruasi selama dua tahun terakhir,” terangnya.
Tak hanya itu, pelecehan seksual, kata Baek dan Morillot, sudah marak. ”Kebanyakan tentara perempuan yang saya wawancarai mengatakan hal itu terjadi pada orang lain.”
Lee So Yeon juga mengatakan bahwa dia tidak diperkosa selama dia berada di angkatan bersenjata antara tahun 1992 dan 2001. Tetapi, rekan-rekannya mengalami itu.
”Komandan akan berada di kamar setelah waktu kerja usai. Mereka akan memperkosa tentara perempuan di bawah komandonya, ini akan terjadi berulang-ulang tanpa akhir,” kata So Yeon.
Militer Korea Utara mengatakan bahwa pelecehan seksual itu sangat serius, dengan hukuman penjara sampai tujuh tahun bila terbukti melakukan pemerkosaan.
”Tapi hampir tidak ada orang yang mau bersaksi. Jadi, pria akan lolos dari hukuman,” kata Morillot.
So Yeon yang pangkat akhirnya adalah sersan di unit sinyal dekat dengan perbatasan Korea Selatan, akhirnya meninggalkan tentara pada usia 28. Pada tahun 2008 dia memutuskan untuk melarikan diri ke Korea Selatan.
Pada usaha pertama dia tertangkap di perbatasan dengan Tiongkok dan dikirim ke sebuah kamp penjara selama setahun. Dalam usaha keduanya, tak lama setelah meninggalkan penjara, dia berenang ke sungai Tumen dan menyeberang ke Tiongkok.
Di sana, di perbatasan, dia bertemu dengan seorang agen yang mengatur agar dia pindah dari Tiongkok ke Korea Selatan. (tia/BBC/JPC)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Filipina Akui Keturunan Indonesia sebagai Warga Negara
Redaktur : Tim Redaksi