Cerita Ustaz Naga Qiu Tentang Tantangan dan Kemudahan Hidup Tionghoa Muslim di RI

Rabu, 03 April 2024 – 15:04 WIB
Imam Masjid Lautze Ustaz Naga Qiu, saat mengisi acara Inspirasi Ramadhan Edisi Sahur di kanal Youtube BKN PDI Perjuangan dengan Host Garda Maharsi, Sabtu dini hari (30/03/2024). Foto: source for jpnn

jpnn.com, JAKARTA - Banyak tantangan dihadapi warga negara Indonesia keturunan Tionghoa saat memutuskan menjadi Muslim.

Bagaimana tidak, mereka harus memeluk dua idenitas sekaligus, yakni Tionghoa dan Muslim.

BACA JUGA: Tionghoa Muslim Dinilai Mampu Beradaptasi dan Selalu Berubah

Dua identitas ini bisa saja dinilai buruk oleh lingkungan sekitar terhadap laku perbuatan yang tidak menjadi lebih baik.

Pengakuan itu disampaikan Imam Masjid Lautze Ustaz Naga Qiu, saat mengisi acara Inspirasi Ramadan Edisi Sahur di kanal YouTube BKN PDI Perjuangan dengan Host Garda Maharsi, Sabtu dini hari (30/03/2024).

BACA JUGA: Sambut Ramadan, Muslim New York Berdoa Bersama untuk Gaza

“Termasuk di keluarga. Kalau saya menjadi pemeluk Islam, tetapi hidup tidak jadi lebih baik, nanti dinilainya nih gara-gara masuk Islam bisa jadi begini. Jadi sering terjadi di keluarga Tionghoa seperti itu,” ujarnya.

Ustaz Naga yang biasa dipanggil Naga Kunadi ini mengungkapkan awal perjumpaannya dengan Islam melalui mimpinya saat duduk di bangku SMP.

BACA JUGA: Presiden Jokowi Hadiri Harlah ke-78 Muslimat NU di GBK, Ini Sosok yang Menyambut

Dalam mimpi itu, ia merasa berada di tengah-tengah kobaran api dan melihat orang-orang yang dirantai.

“Di tengah-tengah kobaran api itu, saya melihat paku bumi yang banyak orang-orang dirantai dan diikat. Bentuknya udah mengerikan saat itu. Jadi, waktu itu saya pikir mimpi buruk saja,” katanya.

Selang beberapa tahun, lanjut Ustad Naga, jawaban mimpi ditemukan saat membaca surat Al-Humazah ketika jalan-jalan ke salah satu tokoh buku. Dari situlah ia ingin mulai mempelajari islam.

“Tentunya, waktu itu mencari Islam tak semudah sekarang ya. Kalau sekarang tinggal ketik di internet sudah terbuka semua. Namun, waktu itu saya tanya teman. Pokoknya banyak tanya,” ujarnya.

Menurut Ustaz Naga kemantapan hatinya untuk masuk Islam ketika pencarian terhadap makna syahadat dalam Islam. Dalam pencariannya, ia temukan bahwa memang selayaknya manusia itu harus bersyahadat.

“Itu yang akhirnya saya cari sendiri, pada akhirnya untuk menyimpulkan secara kata-kata cukup sulit juga, cuma bisa kita rasakan. Itu yang saya dapatkan,” pungkasnya.

Lebih lanjut, Ustaz Naga memaparkan sebelum masuk Islam ia sudah belajar tentang shalat dan berpuasa.

Hal tersebut ia lakukan karena sering mendapat jawaban atas pertanyaannya bahwa masuk Islam itu berat karena harus menjalankan rukum iman puasa dan shalat lima waktu. Nyatanya, pendapat tersebut dinilainya keliru.

“Saya rasakan kok nggak ada yang berat. Itu juga yang akhirnya membuat saya kuat, ya udah masuk Islam lah,” ujarnya.

Pada kesempatan tersebut, Ustaz Naga menambahkan semenjak masuk Islam, banyak tantangan diperoleh dari lingkungan keluarga. Kendati demikian, keluarganya selalu menghargai dan memberi toleransi terhadap apa yang diyakininya.

“Terutama nenek saya gitu. Walaupun ditentang, nenek saya nggak suka saya masuk Islam, tetapi kalau bulan puasa beliau yang selalu menyiapkan makanan buat saya gitu,” tutupnya.(dkk/jpnn)

Yuk, Simak Juga Video ini!


Redaktur : Budianto Hutahaean
Reporter : Muhammad Amjad

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Tag

Terpopuler