Tionghoa Muslim Dinilai Mampu Beradaptasi dan Selalu Berubah

Rabu, 24 Mei 2023 – 14:34 WIB
Ketua FSI Johanes Herlijanto (tengah) menilai Tionghoa muslim mampu berdaptasi dan selalu berubah mengikuti tempat mereka tinggal. Foto: dok. FSI

jpnn.com, JAKARTA - Ketua Forum Sinologi Indonesia (FSI) Johanes Herlijanto mengatakan bahwa partisipasi Tionghoa muslim dalam berbagai kegiatan kemasyarakat memilik peranan penting sebagai upaya memahami etnik Chinesse di tanah air.

Dia menyampaikan hal tersebut dalam seminar berjudul 'Islam di Kalangan Tionghoa Indonesia' yang digelar FSI di Jakarta, Selasa (23/5).

BACA JUGA: Pilih Ipong Hembing Jadi Ketum, PITI Bakal Fokus Garap Tionghoa Mualaf

"Tionghoa bukan hanya mampu memengaruhi dan dipengaruhi oleh berbagai tradisi tempatan, tetapi juga bisa memeluk agama yang dianut oleh mayoritas masyarakat Indonesia,” tutur Johanes, dalam keterangannya, Rabu (24/5).

Melalui proses adaptasi, masyarakat Tionghoa muslim membangun sebuah identitas yang unik, sangat berbeda dari budaya dari orang-orang yang tinggal dan hidup di daratan Tiongkok.

BACA JUGA: Merespons Pendekatan Tiongkok, Etnis Tionghoa Diimbau Terus Membangun Indonesia

"Tionghoa muslim bukan hanya telah beradaptasi, tetapi juga membangun interaksi antar-budaya, orang Tionghoa dan non-Tionghoa," bebernya.

Dalam penelitian profesor Wang Gungwu, sejarawan yang mengkaji migran dari daratan Tiongkok, menyebutkan bahwa Tionghoa perantauan adalah orang-orang yang memiliki berubah dan beradaptasi.

BACA JUGA: Patriotisme Etnis Tionghoa Bagi Nusantara Sangat Luar Biasa

Menurut Johanes, sejak mendiami berbagai pulau di Nusantara, Tionghoa Indonesia mengalami proses perjumpaan dengan budaya lokal di tempat mereka tinggal. Hal tersebut semestinya cukup untuk meruntuhkan stereotip yang berkembang mengenai orang-orang Tionghoa di Indonesia.

Salah satunya adalah stereotip yang memandang Tionghoa sebagai kelompok berbeda karena memiliki tradisi keagamaan yang tidak sejalan dengan agama-agama masyarakat Indonesia.

"Stereotip ini pernah muncul bersamaan dengan pandangan “sekali Cina tetap Cina,” dan anggapan bahwa Tionghoa akan tetap setia pada negeri leluhur mereka,” papar Johanes.

Menurutnya, cara berinteraksi Tionghoa Muslim merupakan salah satu bukti yang menunjukan bahwa stereotip negatif tersebut adalah salah.

"Berbagai aktivitas dan peran Tionghoa, termasuk Tionghoa muslim, yang makin marak dalam dua dasawarsa terakhir, merupakan buah dari munculnya sebuah masyarakat dengan ciri-ciri demokrasi yang kuat di Indonesia," tuturnya.

Sementara itu, peneliti senior pada Institut Kajian Malaysia dan Antar Bangsa (IKMAS), Universiti Kebangsaan Malaysia (UKM), Bangi, Malaysia. Dr Hew mengatakan Tionghoa muslim memiliki keberagaman dalam beragama.

Dia juga mengatakan bahwa pesan yang disampaikan oleh para pendakwah muslim Tionghoa juga beragam. Meski banyak yang membawa pesan-pesan yang inklusif, tetapi ada juga yang membawa pesan kurang insklusif.

Meski demikian, ada juga kesamaan di antara mereka, yaitu ada inisiatif untuk membangun identitas Tionghoa muslim. Identitas itu terlihat dari berbagai masjid masjid berkarakteristik Tionghoa. Melaluinya, Hew berpandangan bahwa Tionghoa Muslim pada satu sisi ingin menyampaikan Islam yang bersifat kosmopolitan.

"Mereka juga ingin menyebarluaskan inklusifitas dari orang Tionghoa. Inklusifitas itu terlihat dari kesediaan Tionghoa untuk terbuka untuk berinteraksi dengan kelompok-kelompok etnis lain," jelasnya. (jlo/jpnn)


Redaktur & Reporter : Djainab Natalia Saroh

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler