Chandra Bicara Benang Merah Penangkapan Ulama yang Dituduh Terlibat Terorisme

Sabtu, 20 November 2021 – 02:10 WIB
Ketua LBH Pelita Umat sekaligus Ketua Eksekutif Nasional BHP KSHUMI Chandra Purna Irawan. Foto: Dokpri for JPNN.com

jpnn.com, JAKARTA - Ketua LBH Pelita Umat Chandra Purna Irawan angkat bicara menanggapi penangkapan ulama oleh Densus 88 Antiteror Polri atas tuduhan terlibat terorisme.

Menurut Chandra, sejak awal dia mencoba menahan diri untuk tidak mengeluarkan pernyataan terkait seusai penangkapan ulama itu. Bukan karena tidak peduli atau takut.

BACA JUGA: BIN Sebut Teroris di Bekasi Sudah Dipantau Sejak 2014, Bukan Kriminalisasi Ulama

"Melainkan mencoba mencari benang merah atau berupaya mengungkap apa yang tersembunyi di balik fakta dan peristiwa tersebut," kata Chandra dalam keterangan tertulis yang diterima JPNN.com, Jumat (19/11).

Dia lantas menyoroti narasi yang berkembang dari pihak yang setuju dengan penangkapan tersebut. Di antaranya, 'tangkap semua ulama radikal, bikin gaduh saja', 'radikalisme di tubuh MUI', 'bersihkan MUI dari radikal', hingga 'bubarkan MUI”.

BACA JUGA: Farid Okbah Ditangkap Densus 88, Ferdinand Sebut Nama Anies Baswedan, Mencengangkan

Terkait hal itu, Chandra menilai pemerintah telah berhasil membangun narasi ‘bahaya radikalisme’, ‘radikal dan ekstrimisme adalah awal terorisme”.

Dia menilai pemerintah melakukan berbagai kebijakan untuk mendukung narasi yang diciptakan dengan berbagai tindakan, di antaranya menerbitkan peraturan terkait ASN dan pegawai BUMN yang dituduh terlibat kelompok radikal, kemudian mengeluarkan dari pekerjaannya.

BACA JUGA: Terjadi Hal Aneh saat Sesi Foto Jenderal Andika & Marsekal Hadi, Tawa pun Pecah

Selain itu, kata Chandra, oknum aparatur pemerintah ada yang berupaya mengawasi atau menginteli di rumah dan di tempat pekerjaan terhadap orang yang dituduh radikal.

"Semestinya, pemerintah tidak melakukan indelingsbelust, yaitu mendefinisikan, pengkotak-kotakan yang semuanya dilakukan oleh dan menurut persepsi pemegang kekuasaan," ujar Chandra.

Pria yang juga ketua eksekutif BPH KSHUMI (Komunitas Sarjana Hukum Muslim Indonesia), itu menyatakan pemerintah wajib menghentikan tindakan yang demikian. Sebab, Chandra khawatirkan akan terjadi persekusi di akar rumput rakyat.

"Apabila itu terjadi, persekusi di akar rumput rakyat, maka negara dikhawatirkan dapat dinilai mensponsori kebencian terhadap sesama anak bangsa," tuturnya.

Chandra juga mengutip data yang dipublikasikan oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa yaitu Global Counter - Terrorism Strategy (A/RES/60/288 and 2030), menyatakan diperlukannya penekanan untuk mencegah penyebaran kelompok atau individu yang dituduh ekstremisme dan radikal.

Lantas, dia menyebut sekitar bulan Januari 2021, presiden menerbitkan perpres nomor 7 Tahun 2021 tentang Rencana Aksi Nasional Pencegahan dan Penanggulangan Ekstremisme (RAN PE).

BACA JUGA: 5 Fakta Hilangnya Yana, Lalu Ditemukan di Cirebon, Ada Kejanggalan

Hal itu menurut Chandra, dalam rangka pelibatan masyarakat untuk melapor dilakukan sebagai bentuk deteksi dini agar kelompok-kelompok intoleran tidak membesar.

"Adakah kaitannya dengan rencana global memerangi kelompok yang dituduh radikal-ekstremisme dan teroris? Jadi, kapan narasi radikal, ekstremisme, dan teroris berakhir?" tandas Chandra Purna Irawan. (fat/jpnn)

Yuk, Simak Juga Video ini!


Redaktur & Reporter : M. Fathra Nazrul Islam

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler