jpnn.com, JAKARTA - Ketua LBH Pelita Umat Chandra Purna Irawan melihat ada upaya menghapus larangan nikah beda agama melalui judicial review UU Perkawinan ke Mahkamah Konstitusi (MK).
Menurut Chandra, Ramos Petege selaku pemohon judicial review mempersoalkan Pasal 2 Ayat (1), Pasal 2 Ayat (2), dan Pasal 8 huruf f UU Perkawinan.
BACA JUGA: Nurcholish Sebut UU Perkawinan Tidak Eksplisit Melarang Pernikahan Beda Agama
Chandra menilai persoalan ini harus mendapat perhatian umat Islam, karena Ramos Petege adalah nonmuslim yang hendak menikah dengan perempuan beragama Islam.
Dalam pendapat hukumnya, Chandra berkata perkawinan tidak hanya menyoal hukum keperdataan, tetapi juga hukum agama.
BACA JUGA: Meggy Sebut Perjanjian Perkawinan Belum Selaras dengan Pancasila
"Perkawinan beda agama sebagaimana keinginan dari Pemohon tersebut membuat bangsa Indonesia kembali pada masa kolonial. Sebab perkawinan hanya bersifat umum dengan pengesahan yang mengesampingkan hukum agama," kata dia.
Selain itu, sehubungan dengan isu hak asasi manusia (HAM) dalam hukum perkawinan yang dipersoalkan Pemohon, Chandra menegaskan Indonesia bukan penganut HAM yang bebas sebebas-bebasnya.
BACA JUGA: Orang Mengaku Sukarelawannya Mengusik Mbak Puan & Jokowi, Ganjar Tak Terima
"Kultur di Indonesia tidak sama dengan negara-negara lain di dunia yang merupakan penganut HAM bebas," lanjut ketua eksekutif BPH KSHUMI itu.
Berikutnya, Chandra mengatakan jika merujuk UU Perkawinan No. 1 Tahun 1974. Pada Pasal 2 Ayat (1) berbunyi perkawinan adalah sah apabila dilakukan menurut hukum masing-masing agama dan kepercayaannya itu.
Pada pasal itu menurutnya sangat jelas terdapat frasa ".... menurut hukum masing-masing agama....". Sehingga, ketika agama Islam misalnya melarang pemeluknya menikah dengan orang yang beda agama, maka ketika dipaksakan menjadi tidak sah.
"Ketentuan pasal di atas diperkuat dengan fatwa MUI yang menyatakan pernikahan beda agama haram dan tidak sah. Hal itu dimuat dalam Fatwa MUI Nomor: 4/Munas VII/MUI/8/2005 tentang Perkawinan Beda Agama," kata Chandra berpendapat.
Kemudian, Chandra meminta Mahkamah Konstitusi harus menyatakan dalam putusannya bahwa ketentuan Pasal 2 Ayat (1), Pasal 2 Ayat (2) dan Pasal 8 huruf f UU Perkawinan adalah konstitusional dan tidak bertentangan dengan UUD 1945.
"Dengan demikian permohonan Ramos Petege harus ditolak. Apabila perkawinan beda agama dilegalkan, maka hal tersebut sama saja melegalkan perzinahan," ucap Chandra.
Dia mengingatkan legalisasi perkawinan beda agama akan mengundang murka Allah SWT. Maka, jika permohonannya dikabulkan, bakal banyak wanita muslimah yang nikah beda agama atau dengan nonmuslim.
"Demikian itu akan menimbulkan dampak yang sangat luar biasa bagi kepentingan syariat Islam dan umat Islam itu sendiri," kata Chandra Purna Irawan. (fat/jpnn)
Redaktur & Reporter : M. Fathra Nazrul Islam