jpnn.com - JAKARTA – Persatuan Advokat Demokrasi Indonesia (PADI) berharap Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) memecat Anwar Usman dari jabatannya sebagai ketua MK.
Pemecatan terhadap paman Gibran Rakabuming itu untuk menjaga agar MK bersikap netral dan bebas dari kepentingan politik terutama menjelang Pemilu Serentak 2024.
BACA JUGA: Elektabilitas Prabowo-Gibran Melejit, PDIP Diprediksi Tetap Kuasai Senayan
"Mahkamah Konstitusi ini ditarik-tarik dalam ranah politik karena pelanggaran-pelanggaran yang dilakukan oleh Anwar Usman, maka pantas dan layak dia diberhentikan secara tidak hormat," kata perwakilan PADI Charles Situmorang seusai sidang MKMK di Jakarta, Jumat (3/11).
PADI merupakan salah satu pelapor dugaan pelanggaran kode etik hakim konstitusi dalam perkara Nomor 21 MKMK/L/ARLTP/X/2023.
BACA JUGA: Reaksi Anwar Usman Paman Gibran soal Mahkamah Keluarga, Hmmm
Charles menilai Anwar Usman melanggar kode etik dalam putusan perkara Nomor 90/PUU-XXI/2023 karena terdapat kepentingan politik.
Sebagai pelapor, Charles memaknai bahwa kehadiran Anwar Usman berpotensi memberikan kedudukan hukum kepada salah satu bakal cawapres di Pilpres 2024.
BACA JUGA: Tim Pemenangan Prabowo-Gibran Nilai Keturunan Soekarno Tak Berprestasi
"Anwar Usman menyampaikan komentar terbuka, itu dilarang," tambah Charles.
Jumat merupakan hari terakhir MKMK menggelar sidang terkait dugaan pelanggaran kode etik hakim MK mengenai putusan perkara Nomor 90/PUU-XXI/2023, yang mengatur syarat usia capres dan cawapres minimal 40 tahun dan pernah menjabat sebagai kepala daerah melalui pemilihan umum.
MKMK terdiri atas Jimly Asshiddiqie sebagai hakim ketua dan dua hakim anggota, yakni Wahiduddin Adams dan Bintan R. Saragih.
Selain laporan dari PADI, Jumat, MKMK juga menggelar sidang untuk perkara Nomor 14 MKMK/L/ARLTP/X/2023 dengan pelapor Zico Simanjuntak.
Pada Jumat siang, pukul 14.00 WIB, MK dijadwalkan memeriksa Ketua MK Anwar Usman sebagai hakim terlapor secara tertutup terkait dugaan pelanggaran kode etik.
Selanjutnya, Selasa (7/11), MKMK akan membacakan putusan dugaan pelanggaran kode etik oleh sembilan hakim MK.
Putusan MK tersebut dapat berpengaruh pada perkara Nomor 90/PUU-XXI/2023 yang mengatur soal syarat capres dan cawapres.
Putusan MKMK Solusi Terbaik
Ketua MKMK Jimly Asshiddiqie memastikan putusan perkara dugaan pelanggaran kode etik terhadap sembilan hakim konstitusi bisa memberikan solusi terbaik terhadap demokrasi yang ada di Indonesia.
“Harapan kami melalui putusan MKMK hari Selasa (7/11), itu bisa memberi solusi terbaik, termasuk mengenai sembilan hakim ini,” kata Jimly Asshiddiqie saat jumpa pers di Jakarta, Kamis.
Dia memastikan bahwa putusan dalam perkara yang melibatkan sembilan hakim adalah langkah terbaik untuk menemukan solusi yang adil dan berkeadilan apalagi saat ini Indonesia akan menghadapi Pemilu 2024.
Dijelaskan, pesta demokrasi tersebut akan ada perselisihan akhir yang berujung di meja Mahkamah Konstitusi (MK).
"Untuk itu proses perselisihan akhir hasil pemilihan umum baik untuk Pilres maupun Pileg itu berlangsung dengan baik di sini dan terpercaya, sebab kalau tidak terpercaya, itu bisa menimbulkan masalah, bisa memicu konflik di mana-mana,” ujar Jimly.
Jimly mengatakan, MK sebagai lembaga yang memiliki tanggung jawab besar dalam menjaga keadilan dan konstitusi, harus berintegritas, sehingga harus mengambil putusan yang terbaik bagi masyarakat dan sesuai dengan hukum yang berlaku.
Jimly mengatakan bahwa para pelapor terkait kasus tersebut memiliki argumen yang masuk di akal.
Namun, dia menegaskan bahwa MKMK tidak akan memutuskan perkara secara terburu-buru, tetapi akan menerapkan asas berkeadilan. (sam/antara/jpnn)
Redaktur & Reporter : Soetomo Samsu