Charlie Hebdo & Joseph Suryadi

Oleh: Dhimam Abror Djuraid

Selasa, 14 Desember 2021 – 12:18 WIB
Ilustrasi Charlie Hebdo. Foto: Reuters

jpnn.com - Joseph Suryadi tidak dikenal sebagai kartunis, tukang gambar kartun.

Namun, unggahan kartun di akun media sosialnya membikin geram banyak orang, sehingga muncul tagar ‘’Tangkap Joseph Suryadi’’ yang menjadi trending di Twitter sejak Senin (13/12).

BACA JUGA: Khaliq Sebut 4 Karakter Nabi Muhammad ini Wajib Ditiru Para Pemimpin

Suryadi bergaya ala kartunis di Charlie Hebdo, majalah satir terbitan Prancis yang suka menggambar karikatur yang mengolok-olok Nabi Muhammad saw.

Dalam unggahan di Twitter, Joseph Suryadi menggambarkan seorang laki-laki memakai jubah dan bertongkat, menggandeng seorang perempuan yang membawa boneka.

BACA JUGA: Respons Bu Netty Atas Dugaan Penghinaan Nabi Oleh Muhammad Kece

Pada caption karikatur itu disebutkan bahwa wanita dalam gambar adalah Aisyah, dan laki-laki bertongkat disebutkan sebagai Muhammad saw. Caption itu menyebutkan soal pernikahan Muhammad saw dengan Aisyah. Pada akhir caption Nabi Muhammad disamakan dengan sosok cabul HW alias Herry Wirawan.

Reaksi netizen sangat keras. Tidak pakai lama, tagar ‘’Tangkap Joseph Suryadi’’ langsung menjadi trending. Banyak yang mendesak agar polisi segera menangkap Suryadi. Ada pula yang iseng meminta Erick Thohir mengerahkan Banser untuk menangkap Suryadi.

BACA JUGA: Majalah Prancis Charlie Hebdo Kembali Terbitkan Kartun Nabi Muhammad

Penggambaran Nabi Muhammad saw dalam kartun sudah sangat sering terjadi di beberapa negara Eropa, seperti Prancis dan Belanda.

Penggambaran itu dianggap sebagai penghinaan terhadap umat Islam karena dalam Islam penggambaran Muhammad saw dalam bentuk apa pun adalah haram.

Kartun-kartun itu selalu menggambarkan Muhammad saw sebagai bahan olok-olok, terutama berkaitan dengan citra porno dan cabul. Selalu muncul reaksi keras dari muslim di seluruh dunia.

Berbagai demonstrasi terjadi di berbagai penjuru dunia untuk mereaksi kartun-kartun itu. Tidak jarang terjadi tindak kekerasan dalam demonstrasi itu.

Salah satu yang paling fatal adalah penyerangan terhadap kantor majalah Charlie Hebdo di Paris yang menewaskan 12 orang pada 2015.

Charlie Hebdo mengeluarkan serangkaian edisi yang memasang karikatur Muhammad saw sebagai cover di sampul utama. Berbagai protes sudah dilakukan, tetapi Charlie Hebdo tidak menggubris dan tetap kekeh memublikasikan edisi-edisi kartun Muhammad saw itu.

Pada 7 Januari 2015, menjelang tengah hari, tiga pria yang menggunakan tutup muka menyerbu kantor pusat Charlie Hebdo. Para penyerang membawa senjata otomatis dan langsung menembak mati dua polisi yang berjaga di depan kantor.

Para penyerang kemudian menerobos ke ruang kantor redaksi. Rentetan tembakan senjata otomatis terdengar menyalak.

Saksi mata menyebutkan setidaknya ada 50 kali rentetan tembakan senjata otomatis. Sepuluh orang awak redaksi ditemukan tewas akibat luka tembak.

Salah satu korban tewas adalah Stephane Charbonnier yang menjadi pemimpin redaksi sejak 2012. Ini merupakan insiden penyerangan terbesar dalam sejarah Prancis sejak 1989.

Selain sepuluh korban tewas ada lima orang korban lainnya yang selamat, tetapi mengalami luka tembak yang cukup serius.

Charlie Hebdo atau Mingguan Charlie adalah media satir yang menampilkan kartun, laporan, polemik, dan lawakan. Menggunakan gaya bahasa yang sarkastis dan sering nyinyir terhadap nilai-nilai agama.

Majalah ini menegaskan dukungannya terhadap politik kiri dan menegaskan sikap editorialnya yang anti-agama.

Para penyerbu adalah orang-orang yang geram terhadap serangkaian kartun Charlie Hebdo yang menggambarkan Muhammad saw dalam berbagai bentuk.

Pria bersenjata itu berteriak, ‘’Kami membalaskan dendam Nabi Muhammad,’’ sambil memuntahkan peluru.

Sejarah pelecehan terhadap Muhammad saw dan reaksi keras terhadapnya sudah merentang lama. Novelis Salman Rushdie pada 1988 menerbitkan novel kontroversial ‘’Satanic Verses’’ yang membuat marah umat Islam seluruh dunia.

Rushdie dianggap menghina Islam karena isi novelnya yang terang-terangan menghina Islam dan Rasulullah. Pemimpin spiritual Iran Ayatollah Khomeini pada 1989 mengeluarkan fatwa hukuman mati kepada Rushdie.

Khomeini menyerukan kepada seluruh umat Islam untuk memburu dan membunuh Rushdie karena darahnya dinyatakan halal. Sejak keluarnya fatwa mati itu Rushdie bersembunyi dan menyamar dengan menggunakan nama lain.

Ayat-ayat Setan menyulut kontroversi dan polemik berkepanjangan bahkan sampai sekarang. Sejumlah orang yang dikaitkan dengan novel ini di sejumlah negara ditemukan tewas, terutama para penerjemah The Satanic Verses ke bahasa-bahasa lain.

Dalam novelnya Rushdie menyebut Rasulullah sebagai ‘’Mahound’’. Sebutan ini dimunculkan oleh tentara Perang Salib untuk menghina Muhammad saw. Kata ini sekarang sudah jarang digunakan.

Namun, ketika Rushdie menamai tokoh utama Ayat-Ayat Setan dengan nama itu sudah jelas bahwa ia merujuk kepada Muhammad.

Rushdie juga memunculkan tokoh Ayesha sebagai perempuan jahat. Juga digambarkan mengenai 12 perempuan yang disebutnya sebagai perempuan lacur yang mengelilingi kehidupan Mahound.

Rujukan-rujukan ini jelas ditujukan kepada Aisah, istri Rasulullah, dan istri-istri Rasulullah lainnya.

Di Indonesia pada abad ke-19 sudah ada karya sastra yang dianggap melecehkan Islam. Karya sastra yang disebut Serat Gatholoco itu mengkritik masuknya Islam ke Jawa dengan menghancurkan kerjaan Majapahit yang Hindu.

Gatholoco adalah suluk karya sastra Jawa klasik, berbahasa Jawa baru, berbentuk puisi tembang macapat berisi ajaran tasawuf atau mistik yang menggambarkan pengembaraan spritual Gatholoco dan Darmogandul yang menjadi batur kesayangannya.

Dalam pengembaraan spritual itu Gatholoco berdebat dengan sejumlah ulama Islam mengenai ilmu sejati dan sangkan paraning dumadi, asal muasal penciptaan manusia dan tujuan hidupnya.

Dalam debat itu Gatholoco bisa mengalahkan para kiai dan menunjukkan keunggulan ilmu Jawa atas Islam. Dalam debat itu Gatholoco bisa mengalahkan para kiai dan menunjukkan keunggulan ilmu Jawa atas Islam.

Banyak dialog dalam serat itu yang dianggap pejoratif, merendahkan Islam.

Dalam sejarah Indonesia, kasus-kasus penistaan agama sudah banyak sekali terjadi. Sepanjang 1965 hingga 2017 terdapat 97 kasus penistaan agama.

Kasus yang terjadi sebelum reformasi hanya sembilan perkara, tetapi setelah reformasi jumlahnya membengkak menjadi 88 perkara.

Dua kasus penistaan paling menonjol sebelum reformasi adalah kasus HB Jassin dan Arswendo Atmowiloto. Jassin adalah kritikus sastra terbesar sepanjang sejarah Indonesia, dan Arswendo adalah salah satu penulis dan sineas paling produktif di Indonesia.

Pada 1970 Jassin diadili dan divonis karena menolak mengungkap identitas penulis Ki Pandji Kusmin yang menulis cerita pendek yang dianggap menghina Islam.

Majalah Sastra yang sangat prestisius dan diasuh Jassin memublikasikan cerpen ‘Langit Makin Mendung’ pada edisi 1968. Ki Pandji Kusmin yang menulis cerpen itu adalah nama samaran.

Kontroversi pun meledak hebat. Umat Islam merasa tersinggung dengan cerpen itu bercerita mengenai Nabi Muhammad yang turun ke daerah Senen di Jakarta yang dikenal sebagai pusat pelacuran ketika itu.

HB Jassin sebagai penanggung jawab Majalah Sastra dipaksa untuk mengungkap jati diri Ki Pandji Kusmin. Jassin menolak dan akhirnya divonis satu tahun penjara.

Arswendo Atmowiloto memimpin majalah Monitor membuat survei mengenai tokoh-tokoh yang paling populer dan dikagumi pada 1990. Survei slengekan ini membawa petaka karena Nabi Muhammad hanya berada di urutan ke-11 di bawah Arswendo yang berada di nomor sepuluh.

Presiden Soeharto menjadi sosok yang paling dikagumi oleh orang Indonesia sehingga duduk di posisi puncak. Arswendo akhirnya divonis lima tahun penjara dan majalahnya dibreidel.

Di era reformasi, kasus penistaan bermunculan dengan berbagai motif. Ada yang bermotif politik seperti kasus Ahok, ada juga masalah umum seperti kasus komplain terhadap kebisingan pengeras suara di masjid.

Masih banyak kasus pelecehan agama yang menjadi tanggungan polisi. Joseph Paul Chang yang mengaku sebagai nabi ke-26 sampai sekarang masih buron. Muhammad Kace masih menunggu proses. Sekarang muncul kasus Joseph Suryadi.

Aparat hukum harus cepat bertindak supaya insiden ala Charlie Hebdo, atau insiden kekerasan lainnya tidak terjadi lagi. (*)


Redaktur : Adek
Reporter : Cak Abror

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler