jpnn.com, JAKARTA - Pusat kajian Ekonomi dan Kebijakan Kesehatan, Universitas Indonesia (CHEPS UI) mengungkapkan bahwa mengalihkan mulai terapi insulin dari Fasilitas Rujukan Tingkat Lanjutan (FKRTL) ke Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama (FKTP) dapat mengurangi beban biaya Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) .
Hal itu terungkap setelah CHEPS UI melakukan kajian Diabetes in Primary Care (DIAPRIM) yang dilakukan beberapa waktu yang lalu.
BACA JUGA: Puluhan Delegasi dari Mancanegara Kunjungi BPJS Kesehatan untuk Pelajari Program JKN
Bahkan, penghematan dana untuk penanganan diabetes hingga 14 persen.
Namun, Pedoman Nasional Pelayanan Kedokteran (PNPK) untuk Diabetes Melitus Tipe 2 (DMT2) memperbolehkan dokter umum di Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama (puskesmas) yang memiliki kompetensi manajemen diabetes untuk memulai terapi insulin untuk membantu pasien menghindari komplikasi, pedoman ini juga sejalan dengan standar minimum kompetensi lulusan dokter (SKDI).
BACA JUGA: Cerita Aidil dari Bulukumba yang Merasakan Manfaat Program JKN Sebagai Sebuah Kebutuhan
Lead researcher CHEPS UI Prof. Budi Hidayat, SKM, MPPM, Ph.D, membeberkan perhitungan analisis dampak biaya mengindikasikan bahwa banyak manfaat yang didapatkan apabila terjadi peralihan mulai terapi insulin dari FKRTL ke FKTP.
"Terlihat dari estimasi penghematan sekitar Rp 22 triliun (2024-2035), setara dengan rata-rata penghematan Rp 1,7 triliun setiap tahunnya," ujar Prof. Budi dalam keterangannya di Jakarta, Rabu (15/11).
Menurutnya, pendekatan ini tidak hanya terbukti dapat menghemat biaya, tetapi juga berdampak pada peningkatan kualitas hidup pasien dan mencegah komplikasi.
Hasil studi menekankan pentingnya merealisasikan hasil temuan ke dalam langkah-langkah yang dapat ditindaklanjuti, termasuk perubahan kebijakan seperti menyelaraskan Formularium Nasional dengan PNPK.
"Juga memastikan kompetensi dan kemampuan fasilitas layanan kesehatan primer, dan memulai reformasi remunerasi di layanan kesehatan primer,” kata Prof. Budi.
Ketua PP Perkumpulan Endokrinologi Indonesia (PERKENI) Prof. Dr. dr. Ketut Suastika mengatakan pentingnya pemberdayaan dokter umum di Puskesmas dalam menangani diabetes.
Melihat kapasitas yang ada, terdapat peluang untuk meningkatkan kemampuan dokter umum di FKTP dalam menangani kasus pra-diabetes melitus, kasus DMT2 tanpa komplikasi, dan melakukan tindakan pencegahan komplikasi untuk kasus DMT2 berat.
Mengasah kapasitas mereka dapat menghasilkan pendekatan yang lebih proaktif, membantu deteksi dini, dan manajemen diabetes yang efektif, yang pada akhirnya memberikan dampak positif terhadap biaya layanan kesehatan di bawah JKN.
Menurutnya, untuk mengatasi kesenjangan rasio tenaga kesehatan dan pasien, ada kebutuhan untuk memberdayakan dokter agar terlibat dalam manajemen diabetes yang lebih luas.
"PERKENI bekerja sama dengan Kementerian Kesehatan telah mengembangkan kurikulum pelatihan yang terakreditasi sebagai modul pelatihan standar bagi dokter umum di seluruh Indonesia untuk membekali tenaga kesehatan profesional di FKTP,” tambah Prof. Suastika.
Prevalensi diabetes di Indonesia terus meningkat dari 10,7 juta jiwa pada 2019 menjadi 19,5 juta pada 2021, membawa Indonesia ke peringkat ke lima di dunia, naik dari peringkat tujuh pada 2019.
Laporan BPJS 2020 menunjukkan hanya 2 juta jiwa yang telah terdiagnosa dan mendapatkan penanganan melalui JKN, dan hanya 1,2 persen kasus yang dapat mengontrol kadar gula darah mereka dengan baik untuk menghindari komplikasi.
Prof. Suastika menyebut dari sisi ekonomi makro, kondisi ini dinilai cukup memprihatinkan karena berpotensi meningkatkan pengeluaran biaya pemerintah untuk menangani komplikasi.
Laporan CHEPS Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia dan PERKENI 2016 menunjukkan bahwa 74 persen anggaran diabetes digunakan untuk mengobati komplikasi.
Kepala Pusat Kebijakan Pembiayaan dan Desentralisasi Kesehatan, dr. Yuli Farianti, M.Epid., mengatakan hasil analisa studi juga sejalan dengan Strategi Kesehatan Nasional 2021-2024 Kementerian Kesehatan, khususnya pilar Transformasi Layanan Primer, yaitu; 1) Edukasi masyarakat, 2) Pencegahan primer, 3) Pencegahan sekunder, dan 4) Peningkatan kapasitas dan kapabilitas layanan primer.
Vice President & General Manager, Novo Nordisk Indonesia, Sreerekha Sreenivasan, menjelaskan tujuan utama dari transformasi penanganan diabetesi adalah untuk mencegah dan mengendalikan diabetes dengan meningkatkan kesadaran masyarakat.
"Menerapkan strategi pencegahan primer dan sekunder, serta meningkatkan kapasitas dan kapabilitas layanan kesehatan primer," Sreerekha.
Novo Nordisk Indonesia mendukung upaya pemerintah Indonesia dalam mentransformasi layanan kesehatan.
"Kami memahami pentingnya memperkuat layanan kesehatan primer untuk mendorong perubahan penanganan diabetes di Indonesia," katanya.
Seiring dengan usia Novo Nordisk yang ke-100, pihaknya akan terus menjaga komitmen kami untuk mendorong perubahan demi dunia yang sehat, saat ini dan untuk generasi mendatang. "Kami juga berupaya untuk terus menemukan cara yang lebih baik dalam meningkatkan kualitas hidup penderita DMT2 dengan menjangkau masyarakat di daerah terpencil, meningkatkan kesadaran mereka terhadap diabetes dan mendukung pemerintah dalam memberikan mereka akses terhadap perawatan diabetes," kata Sreerekha.(mcr10/jpnn)
Redaktur & Reporter : Elvi Robiatul