Cing Ming

Oleh: Dahlan Iskan

Senin, 05 April 2021 – 04:45 WIB
Dahlan Iskan. Foto: Ricardo/JPNN.com

jpnn.com - Tiongkok libur tiga hari: untuk menghormati leluhur.

Di Indonesia itu disebut hari Cing Bing atau Cing Ming. Hari ke kuburan.

BACA JUGA: Dari Masjid Ini Warga Etnik Tionghoa Mengenal Islam

Tanggal tepatnya Senin hari ini, tetapi kebanyakan sudah ke makam Sabtu dan Minggu kemarin.

Inilah acara keluarga paling ramai kedua setelah Imlek. Kalau Imlek harus berkumpul di rumah orang tua, Cing Bing kumpul di kuburan mereka.

BACA JUGA: Ini Syarat Ziarah Makam Pasien Covid-19 Jelang Ramadan

Di era pandemi ini tidak semua orang Tionghoa ke kuburan. Apalagi kalau harus naik pesawat. Sebelum pandemi, hari-hari Cing Bing begini sulit sekali dapat tiket pesawat ke Pontianak. Melebihi hari Lebaran.

Cing Bing tahun ini berdekatan dengan ruwahan di kalangan masyarakat Jawa.

BACA JUGA: Dahlan Iskan Siap jadi Relawan Uji Klinis Vaksin Nusantara

Di minggu terakhir sebelum bulan puasa orang Jawa juga mementingkan ke kuburan orang tua.

Mereka boleh tidak pulang Lebaran, tetapi harus pulang saat ruwahan. Maka hari-hari ini kuburan Tionghoa dan Jawa sama-sama ramainya.

Singapura sudah tidak punya kuburan lagi, kecuali kuburan untuk orang Islam.

Undang-undang di Singapura melarang orang mati dikubur. Harus dibakar. Abunya disimpan di vihara atau di gereja.

Robert Lai, teman saya di Singapura itu menyimpan abu orang tuanya di vihara Buddha dekat rumahnya. Istri Robert, menyimpan abu orang tuanyi di gereja. Di hari Cing Bing seperti ini, Robert ke vihara, Dorothy ke gereja.

Itu sebelum pandemi. Kali ini mereka sembahyang Cing Bing dari rumah. Rumah Robert yang sekarang ini pun dulunya juga kuburan Tionghoa. Mungkin kuburan terbesar.

Proses penutupan kuburan ini dilakukan di awal pemerintahan Lee Kuan Yew. Awalnya tidak boleh lagi ada orang dimakamkan di situ. Langkah berikutnya, famili orang yang dimakamkan di situ harus membongkar kuburan leluhur mereka, tulangnya dibakar, abunya disimpan.

Sampai batas waktu tertentu pemerintah membongkar kuburan yang tanpa keluarga.

Sejak itu tidak ada lagi kuburan Tionghoa di Singapura. Di areal itu lantas didirikan apartemen pencakar langit dalam jumlah ratusan gedung. Robert tinggal di salah satunya.

Kuburan orang Islam pun ditata ulang di Singapura. Itu untuk menghemat tanah. Caranya: kuburan delapan turunan (generasi) harus dijadikan satu lubang.

Satu ''bani'' satu kuburan. Kuburan delapan generasi itu digali. Tulang-tulangnya dijadikan satu. Dibungkus kain putih. Diikat. Disembahyangkan. Dibacakan doa. Lalu dikubur di satu lubang. Lengkap dengan riwayat keluarga tersebut.

Di Tiongkok sekitar 50 juta orang mudik di Cing Bing tahun ini. Memang jauh dengan suasana Imlek: mencapai 450 juta orang yang pulang kampung.

Namun, tetap saja angka 50 juta itu tinggi, terutama Tiongkok kan negara Komunis. Di Indonesia banyak yang mengira semua orang Tiongkok itu komunis. Tidak. Dari 1,4 miliar penduduk, yang komunis sekitar 70 juta orang. Atau sekitar 5 persen.

Partai Komunis Tiongkok adalah ''partai kader'', bukan ''partai massa'' seperti di Indonesia. Untuk bisa menjadi anggota partai sangat sulit. Harus mendaftar. Lalu harus ikut pendidikan awal. Harus lulus ujian. Pendidikan lagi. Ujian lagi. Lalu dicoba menjadi calon anggota dengan tugas khusus mengabdi di masyarakat.

Dari situ baru diputuskan apakah akan diterima menjadi anggota partai komunis. Setelah menjadi anggota pun masih banyak pendidikan partai yang harus diikuti. Juga harus ikut ujian lanjutan lagi.

Begitulah. Setiap tingkatan ada pendidikannya, ada ujiannya. Lalu ada penugasan untuk dinilai. Anggota yang merusak nama baik partai, perbuatan tercela, menyakiti rakyat, korupsi, akan ditindak. Sejauh ini tidak ada pejabat atau pimpinan BUMN yang ditangkap karena korupsi. Mereka selalu ditangkap karena ''melanggar disiplin partai''.

Setelah di persidangan barulah terbuka: karena korupsi, menyalahgunakan kekuasaan, atau menipu, atau lainnya.

Tidak seperti di Singapura, di Tiongkok masih boleh ada kuburan. Namun, di pedalaman yang penduduknya tipis. Di kota-kota besar tidak boleh lagi ada kuburan, kecuali untuk orang Islam.

Saya pernah ke kuburan orang Islam di Tianjin, kota besar melebihi Jakarta. Orang Islam di sana ke kuburan setelah salat Idulfitri. Ramainya bukan main. Ribuan orang ke makam. Makam itu menjadi seperti pasar mendadak, karena banyaknya orang berjualan segala macam makanan dan pakaian.

Namun, di Cing Bing tahun ini, di Tiongkok, mulai banyak yang ke kuburan secara virtual. Banyak sekali Apps yang menyediakan layanan Cing Bing virtual.

Semoga leluhur di alam sana bisa menerima sinyal internet. (*)


Redaktur & Reporter : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Tag

Terpopuler