jpnn.com - JAKARTA – Menciptakan budaya berlalu lintas yang baik harus dimulai sejak dini. Pendidikan diharapkan mampu membentuk pribadi yang cerdas dan bertanggung jawab, termasuk saat berlalu lintas di jalan.
Nona Pooroe, psikolog dan pemerhati anak, mengatakan, perilaku menjadi kata kunci dalam memangkas tingkat fatalitas kecelakaan lalu lintas jalan.
BACA JUGA: Lagi, Ini Kebijakan Mendikbud Baru, Penting gak sih?
Maklum, sekitar 30 persen pemicu kecelakaan adalah perilaku tertib. Faktor itu merupakan kedua terbesar setelah berkendara dalam kondisi lengah. Indonesia kehilangan 70-an jiwa setiap hari akibat kecelakaan lalu lintas jalan.
“Pendidikan keamanan di jalan raya (Road Safety Education) memainkan peran penting dalam membentuk sikap dan perilaku anak dan orang muda/remaja serta mendorong mereka untuk menjadi pengguna jalan yang bertanggung jawab,” tegas Nona Pooroe, dalam seminar 'Keselamatan Berlalu Lintas di Kurikulum Pemerintah', di Jakarta, beberapa hari lalu.
BACA JUGA: Guru tak Perlu Risau, Simak nih Penjelasan Dirjen soal TPG
Dia menjelaskan, ada banyak penelitian yang menunjukkan bahwa anak yang belajar tentang keamanan lalu-lintas (road safety) sejak usia dini akan membentuk perilaku aman di jalan raya saat mereka bertumbuh.
Oleh karena itu, lanjutnya, menjadi sangat penting untuk membentuk pemahaman anak tentang keamanan lalu-lintas untuk membantu mereka menjadi pelaku jalan yang bertanggungjawab dan mencegah mereka menjadi korban.
BACA JUGA: Luar Biasa! Polisi Ini Mengajar, Gajinya untuk Bantu Siswa tak Mampu
Indonesia masih mencatat keterlibatan anak-anak dalam kecelakaan lalu lintas jalan, baik sebagai korban maupun sebagai pelaku.
Data Korlantas Mabes Polri menyebutkan, sepanjang 2010-2015, setidaknya 176 ribu anak-anak di bawah umur menjadi korban kecelakaan di jalan. Artinya, setiap hari terdapat 85 anak-anak di bawah 15 tahun yang menjadi korban kecelakaan.
Di sisi lain, anak-anak di bawah umur yang menjadi pelaku kecelakaan ternyata juga cukup memprihatinkan. Dalam rentang 2010-2015, sedikitnya tercatat 27 ribu anak-anak yang memicu terjadinya kecelakaan di jalan.
Sementara, Arief Rachman, Guru Besar Universitas Negeri Jakarta, mengatakan, pendidikan karakter adalah upaya sadar dan yang disengaja serta terprogram untuk menolong manusia agar mengerti, peduli dan bertindak berdasarkan nilai-nilai dasar etika.
Tujuannya, agar mereka mengetahui apa yang benar baik dan patut serta sangat peduli terhadap apa yang benar dan patut serta percaya dan yakin meskipun dalam keadaan yang tertekan dan dilematis. “Untuk membangun karakter lewat tahapan disiplin, kemartabatan, dan struktur,” ujar dia, di kesempatan yang sama.
Direktur Ditlantas Polda Metro Jaya Kombes Pol Syamsul Bahri menjelaskan, sepanjang 2010-2015 setidaknya 176 ribu anak-anak dibawah umur menjadi korban kecelakaan di jalan raya. Artinya, setiap hari terdapat 85 anak di bawah usia 15 tahun yang jadi korban.
"Melalui seminar pendidikan ini diharapkan terjadi sinergi. Semua pihak bersama-sama dengan pakar pendidikan dan dukungan media, dapat membantu kepolisian menyuarakan tentang save our kids," katanya.
Kombes Pol Budi Widjanarko, Direktur BINMAS Polda Metro Jaya menambahkan, bukan hanya dari sisi keselamatan berlalu lintas, namun juga penting ditanamkan kepada anak-anak sejak dini pengetahuan tentang keamanan. “Baik terhadap diri sendiri maupun menghadapi lingkungan sekitarnya," ujar dia.
Hal senada dilontarkan Rafael Pasaribu, Principal ABODAY Architecture sekaligus Komisaris GLESTRA. Dia menegaskan, education is the best tools untuk mensosialisasikan tentang pentingnya pendidikan keselamatan dan merupakan investasi jangka panjang bagi anak-anak sejak dini.
Martha D Silalahi, Principal JINGGA PR & Media Firm sekaligus Head of Project HUT Lalu Lintas 61th mengatakan, sangat penting sejak dini ditanamkan kepada anak-anak pendidikan tentang keselamatan, etika & sopan santun berlalu lintas serta keamanan. Bukan sekadar teori pendidikan, tetapi juga realita yang terjadi di lapangan.
“Tugas dan tanggung jawab ini bukan hanya semata-mata tanggungjawab pemerintah atau pun guru tetapi yang terutama adalah tanggungjawab orangtua karena orangtua adalah 24 jam guru bagi anak-anak di rumah dan lingkungan. Sekolah dan guru merupakan penolong untuk orang tua dalam membantu anak-anak mengembangkan pengetahuan dan sosialisasi mereka,” ujarnya. (rls/sam/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Karena Ibu Sri Mulyani, Guru Bakal Sering Berurusan dengan Debt Collector
Redaktur : Tim Redaksi