Ciptakan Robot Pembelajaran dan Permainan Punakawan

Sabtu, 27 September 2014 – 05:10 WIB
PERMAINAN PUNAKAWAN: Endang Kusniati bermain bersama para siswanya. Ulum/Jawa Pos/JPNN.com

jpnn.com - Bukti kreativitas Endang Kusniati tampak pada caranya menyenangkan anak didik. Dia membikin robot pembelajaran dari dandang hingga permainan punakawan. Beberapa kali pula Endang menjadi juara dalam lomba dongeng serta cipta lagu.


Laporan Khafidlul Ulum, Surabaya
========================

BACA JUGA: Adaptasi Karakter Power Ranger Jadi Superhero Lokal


UPACARA Senin pagi (22/9) bubar pada pukul 08.00. Para siswa SDN Gelam II girang karena bebas dari ketegangan upacara. Mereka langsung berhamburan dan lari ke kelas masing-masing. Suara riuh seperti sarang lebah terdengar dari ruang kelas. Salah satunya kelas 1B.

Siswa yang baru lulus dari TK itu tidak bisa tenang. Ada saja yang mereka lakukan, ya lari-lari, bergurau, makan jajan, dan minum. Kipas angin yang tertempel di dinding langsung dinyalakan untuk menghilangkan keringat. Beberapa siswa membuka kancing baju karena tidak tahan dengan hawa panas.

BACA JUGA: Kisah Juru Masak Kapal Perang Markas KRI Makassar

Saat siswa asyik bergurau dan bermain, guru kelas mereka, Endang Kusniati, muncul di pintu dan langsung menyapa muridnya. Sapaan itu ternyata tidak didengar semua siswa karena masih ada saja yang sibuk sendiri.

Endang baru bisa mencuri perhatian setelah meneriakkan yel-yel, ’’Semangat pagi!” Tak pelak, para siswa pun menyahut, ’’Kami kelas 1B siap menerima pelajaran.” Yel-yel itu belum mandek. ’’1B!!” seru Endang. ’’Sehat, cerdas, dan ceria,’’ sahut anak-anak.

BACA JUGA: Lutut Bengkak, Tiba di Finis, Eka Menangis

Suasana kelas langsung tenang setelah yel-yel tersebut habis. Kondisi kelas pun terkendali. Meski demikian, Endang tidak langsung menyampaikan pelajaran. Dia ingin membawa anak-anak ke dalam kondisi rileks dan nyaman.

Ibu empat anak itu lantas mengeluarkan lipatan kain vinil berukuran 50 x 50 sentimeter. Kain tersebut dibeber di atas meja. Persis di tengah beberan terdapat tulisan, permainan punakawan (perpu). Tentu, para tokoh punakawan ditampilkan lengkap. Yakni, Lurah Semar plus tiga putranya, Gareng, Petruk, dan Bagong. Di setiap pinggirnya, terdapat kotak berisi angka 1 hingga 30.

Selanjutnya, alumnus S-1 Bahasa dan Sastra Indonesia Universitas Jenggala (Unggala) dan S-1 PGSD Universitas PGRI Adi Buana (Unipa) tersebut mengeluarkan dadu atau gaco, pion, serta kartu soal dan jawaban dari kotak yang sama. Barang-barang itu juga diletakkan di atas meja. ’’Oke, semuanya sudah lengkap. Sekarang saya mau tunjuk empat anak untuk maju. Nanti semua dapat giliran,” terang dia.

Empat siswa yang ditunjuk, Brian Rafif, Alya Wahyu, Dinda Risma, dan Davalenta Zaenthiorado, langsung maju. Masing-masing memegang satu pion punakawan yang berbeda.

Perpu itu baru kali pertama diberikan kepada siswa 1B. Sebab, mereka memang anak baru. ’’Siswa lama, yang sekarang kelas 2, sudah sering belajar dengan perpu,” tutur dia. Setelah masing-masing memegang pion, permainan pun dimulai dengan melempar dadu di atas beberan. Yang mendapat giliran pertama adalah Brian. Dadu yang dilempar menunjukkan angka tiga, pion pun melangkah ke angka tiga.

Setiap berhenti di kotak angka, siswa harus mengambil kartu soal. Brian mendapatkan kartu berisi soal matematika, 10 + 10=.... Untung, jawabannya benar. Karena itu, Brian berhak melempar dadu lagi. Begitu seterusnya. Yang menang adalah yang paling cepat mencapai kotak finis.

Soal yang disediakan tidak hanya hitung-hitungan. Ada juga soal seni budaya, pendidikan kewarganegaraan, ilmu pengetahuan sosial, dan soal-soal lain. Itu sesuai dengan kurikulum baru yang menerapkan pembelajaran tematik. Jadi, satu tema bisa mencakup berbagai pelajaran.

Menurut dia, permainan itu tidak hanya diperuntukkan kelas 1, kelas lain juga bisa menggunakannya. Caranya, menyesuaikan kartu soal dengan materi yang diajarkan. Soal bisa diubah-ubah sesuai kebutuhan. Jika kelasnya lebih tinggi, soal yang tercantum lebih berbobot. Ke depan, dia ingin kelas lain bisa memanfaatkan permainan itu untuk pembelajaran.

Dampak permainan tersebut sangat positif. Kebanyakan nilai siswa semakin bagus setelah menerapkan permainan itu. Mengapa demikian? Karena dengan bermain perpu, siswa semakin terbiasa menjawab soal. Jadi, soal-soal dan materi melekat dalam ingatan siswa. Saat bermain perpu, mereka tidak menganggapnya belajar, tapi merasakannya sebagai permainan yang asyik.

Endang menyatakan, dirinya sengaja menggunakan tokoh pewayangan karena selama ini banyak anak yang sudah tidak kenal. Mereka lebih kenal dengan tokoh-tokoh animasi yang sekarang banyak tayang di televisi. ’’Saya ingin anak-anak tetap kenal dengan budaya sendiri. Sebenarnya tokoh wayang tidak kalah dengan tokoh kartun,” jelas istri Subagya itu.

Butuh waktu sebulan untuk membuat permainan tersebut. Dia meminta seniman Sidoarjo, Mulyono Kasim, untuk membuatkan gambar punakawan di kartu soal dan jawaban. Pembuatan pion juga tidak gampang. Beberapa kali harus ganti bahan. Karena kayu sulit diukir secara detail sesuai tokoh wayang, Endang beralih ke tukang bikin gantungan kunci. Tapi, perajin itu ogah kalau hanya membuat empat biji pion. Akhirnya, yang dipakai adalah bekas sandal jepit.

Selain membuat permainan punakawan, dia membikin ’’robot’’ Micky untuk pembelajaran. Robot itu cukup sederhana. Bukan robot mekanis. Bahannya juga simpel. Yakni, dandang aluminium. Oleh Endang, dandang itu dibawa ke tukang panci untuk dilubangi. Setelah itu, dandang ditempeli bentuk kepala, kaki, serta tangan yang juga berbahan aluminium.

Bagian dada robot tersebut berlubang. Dari situ, dibantu dengan alat putar sederhana, muncul berbagai gambar materi pelajaran. ’’Kalau dilihat dari depan, tampilannya seperti televisi kotak,” kata dia. Untuk membuat alat itu, dia harus berkali-kali datang ke tukang panci. Biaya pembuatannya berasal dari kantong sendiri.

Endang juga memanfaatkan boneka untuk menyampaikan materi. Dia mempunyai berbagai macam boneka tangan untuk mendongeng. Selain untuk mengajar, dongeng itu ditujukan untuk menyelesaikan problem-problem anak. Misalnya, soal sisi negatif berbohong atau dampak negatif membuang sampah sembarangan.

Perempuan kelahiran 18 Maret 1969 tersebut memang hobi mendongeng. Bahkan, sejak masih kuliah, dia sering mengikuti lomba. Baik tingkat Jawa Timur maupun nasional.

Pada 1998 dia menjadi juara I nasional lomba mendongeng, pada tahun berikutnya dia juga juara. Pada 2006 dia berhasil menjadi juara I lomba cerita dengan menggunakan alat peraga. Selain itu, juara I tingkat Jatim lomba mendongeng dengan bahasa Jawa khas Jawa Timur yang diadakan balai bahasa. ’’Kalau tingkat Jatim sering, mungkin lebih dari 10 kali saya juara,” kata perempuan asli Sidoarjo itu.

Tahun lalu Endang menyabet juara I lomba cipta lagu tingkat Jatim. Lagu ciptaannya bertajuk Pramugari. Sebelumnya, dia menciptakan lagu mars dan himne Trisula yang sampai sekarang digunakan seluruh TK Trisula Perwari se-Indonesia. Dia juga mahir dalam olah tari. Sampai sekarang dia masih aktif mengajarkan tari di sekolah.

Selain aktif ikut lomba, dia sering diminta melatih siswa yang mau ikut lomba. Yang sering meminta dia menjadi pelatih adalah Badan Perpustakaan Sidoarjo. Sudah beberapa kali anak didiknya meraih juara, baik juara II maupun juara I tingkat Jatim dalam lomba mendongeng.

Endang berjanji semakin mengembangkan kreativitasnya. Rencananya, dia membuat permainan tentang keluarga, sesuai pelajaran tematik yang tercantum dalam kurikulum 2013. Dia ingin menciptakan anak-anak yang kreatif. Yaitu, mampu memanfaatkan otak kanan dan kiri secara baik. Jadi, selain pintar secara kognitif, perasaan mereka peka terhadap lingkungan. (*/c7/dos)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Besarkan Pabrik Dulu, Baru Dirikan Museum


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler