JAKARTA - Board of Advisor Center for Strategic and International Studies (CSIS), Jeffrie Geovanie mengatakan banyak orang yang pesimis dengan Pemilihan Presiden (Pilpres) 2014. Alasannya, wajah-wajah lama masih saja menghiasi pergantian kepemimpinan yang digelar setiap lima tahun sekali itu.
Bagi Jeffrie, rasa pesimis itu dinilai wajar karena partai saat ini masih dipimpin oleh tokoh-tokoh tua yang sudah lama berkecimpung dalam dunia politik. Namun khusus di Pilpres, bukan hal yang mustahil akan muncul kejutan dengan munculnya tokoh baru sebagai pembaharu.
"Namun jangan lupa selalu saja ada kejutan di momen-momen penting dalam sejarah dunia. 2014 pun akan menunjukkan kejutan itu pada kita, pasti ada tokoh wajah baru yang muncul ke permukaan. Tentu tokoh itu tidak datang tiba-tiba, tokoh itu bisa saja sudah dipersiapkan, baik by design mau pun secara alamiah," kata Jefrie dalam keterangan persnya di Jakarta, 24/3).
Jeffrie menyebutkan nama-nama baru yang bisa mewarnai Pilpres 2014 itu di antaranya Dahlan Iskan, Gita Wiryawan, Hary Tanoesoedibjo, Joko Widodo (Jokowi) dan Mahfud MD. Menurutnya, walaupun kehadiran nama-nama ini belum terlalu diperhitungkan, namun suka tidak suka, mereka telah muncul ke permukaan dan sudah menjadi pembahasan hangat digadang menjadi calon presiden.
Dikatakan pula Jeffrie, bahwa nama-nama tersebut belum teridentifikasi langsung dengan partai politik (parpol), itu persoalan lain. Tapi, tokoh-tokoh baru ini punya afiliasi dan kedekatan dengan pucuk pimpinan tertentu.
"Toh kita juga tahu bahwa seorang Gita Wiryawan misalnya punya kedekatan dengan SBY/Partai Demokrat, seorang Hary Tanoesoedibjo dekat dengan Wiranto/Hanura, seorang Jokowi sangat dekat dengan Megawai/PDIP, maknanya dengan kedekatan itu, salah satu dari mereka akan sangat besar peluangnya untuk tiba-tiba dimajukan sebagai capres 2014," ucapnya.
Sementara itu, Peneliti Maarif Institute for Culture and Humanity, Endang Tirtana mengatakan pengalaman menunjukkan bahwa sebagian besar institusi-institusi politik belum siap dan ikhlas untuk melepas status-quo, apalagi untuk menyerahkan estafet kepemimpinan politik kepada anak-anak muda memang terjadi di banyak negara. Kata dia, kalau pun beralih ke sosok muda, akan tetapi tetap saja ada hubungan kekuasaan yang jelas tujuannya untuk mempertahankan dinasti politik.
"Apa keliru sistem patrimonial semacam ini berjalan lintas jaman dan generasi? sepanjang proses dilakukan dengan demokratis berdasarkan aspirasi masyarakat untuk hadirnya pemimpin harapan mereka, hal tersebut sah-sah saja," katanya.
Endang menjelaskan potret Indonesia saat ini adalah masih kentalnya budaya patrimonial. Hal itu terlihat dari tokoh-tokoh sentral Parpol yang didominasi wajah-wajah lama. "Sangat penting mendorong kepemimpinan yang segar, dan bisa jadi segar ini identik dengan segar pemikiran dan muda. Sejarah selalu menuntut perubahan dan menginginkan kepemimpinan baru yang muda yang akan membawa bangsa ini menjadi lebih baik," pungkasnya. (awa/jpnn)
Bagi Jeffrie, rasa pesimis itu dinilai wajar karena partai saat ini masih dipimpin oleh tokoh-tokoh tua yang sudah lama berkecimpung dalam dunia politik. Namun khusus di Pilpres, bukan hal yang mustahil akan muncul kejutan dengan munculnya tokoh baru sebagai pembaharu.
"Namun jangan lupa selalu saja ada kejutan di momen-momen penting dalam sejarah dunia. 2014 pun akan menunjukkan kejutan itu pada kita, pasti ada tokoh wajah baru yang muncul ke permukaan. Tentu tokoh itu tidak datang tiba-tiba, tokoh itu bisa saja sudah dipersiapkan, baik by design mau pun secara alamiah," kata Jefrie dalam keterangan persnya di Jakarta, 24/3).
Jeffrie menyebutkan nama-nama baru yang bisa mewarnai Pilpres 2014 itu di antaranya Dahlan Iskan, Gita Wiryawan, Hary Tanoesoedibjo, Joko Widodo (Jokowi) dan Mahfud MD. Menurutnya, walaupun kehadiran nama-nama ini belum terlalu diperhitungkan, namun suka tidak suka, mereka telah muncul ke permukaan dan sudah menjadi pembahasan hangat digadang menjadi calon presiden.
Dikatakan pula Jeffrie, bahwa nama-nama tersebut belum teridentifikasi langsung dengan partai politik (parpol), itu persoalan lain. Tapi, tokoh-tokoh baru ini punya afiliasi dan kedekatan dengan pucuk pimpinan tertentu.
"Toh kita juga tahu bahwa seorang Gita Wiryawan misalnya punya kedekatan dengan SBY/Partai Demokrat, seorang Hary Tanoesoedibjo dekat dengan Wiranto/Hanura, seorang Jokowi sangat dekat dengan Megawai/PDIP, maknanya dengan kedekatan itu, salah satu dari mereka akan sangat besar peluangnya untuk tiba-tiba dimajukan sebagai capres 2014," ucapnya.
Sementara itu, Peneliti Maarif Institute for Culture and Humanity, Endang Tirtana mengatakan pengalaman menunjukkan bahwa sebagian besar institusi-institusi politik belum siap dan ikhlas untuk melepas status-quo, apalagi untuk menyerahkan estafet kepemimpinan politik kepada anak-anak muda memang terjadi di banyak negara. Kata dia, kalau pun beralih ke sosok muda, akan tetapi tetap saja ada hubungan kekuasaan yang jelas tujuannya untuk mempertahankan dinasti politik.
"Apa keliru sistem patrimonial semacam ini berjalan lintas jaman dan generasi? sepanjang proses dilakukan dengan demokratis berdasarkan aspirasi masyarakat untuk hadirnya pemimpin harapan mereka, hal tersebut sah-sah saja," katanya.
Endang menjelaskan potret Indonesia saat ini adalah masih kentalnya budaya patrimonial. Hal itu terlihat dari tokoh-tokoh sentral Parpol yang didominasi wajah-wajah lama. "Sangat penting mendorong kepemimpinan yang segar, dan bisa jadi segar ini identik dengan segar pemikiran dan muda. Sejarah selalu menuntut perubahan dan menginginkan kepemimpinan baru yang muda yang akan membawa bangsa ini menjadi lebih baik," pungkasnya. (awa/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... KPU Sasar Pemilih Pemula
Redaktur : Tim Redaksi