JAMBI – Hingga saat ini dana corporate social responsibility (CSR) yang dikeluarkan perusahaan belum terlaksana dengan baik. Ini terbukti dari hasil pengecekan ke lapangan Komisi II DPRD Provinsi Jambi, baru-baru ini.
Abdul Djalil, Sekretaris Komisi II DPRD Provinsi Jambi mengatakan, dari sejumlah perusahaan yang dicek, kebanyakan CSR nya tumpang tindih dan tidak terkoordinir. “Banyak yang sudah diberikan CSR tapi dapat lagi dari perusahaan lain, sementara masyarakat lainnya tidak mendapatkan,” ujarnya.
Harusnya, kata dia, perusahaan dikoordinir oleh asosiasi. Kemudian, asosiasi tersebut berkoordinasi dengan pemerintah, sehingga dana CSR yang diberikan bisa membantu program pemerintah. “Misalnya untuk beasiswa, bedah rumah atau kegunaan lain. Nah wilayahnya bisa dibagi-bagi, sehingga programnya bisa berjalan dengan baik,” ucapnya.
Sejauh ini, ungkap politisi partai Golkar ini, penyaluran CSR yang dilakukan perusahaan belum optimal. Rata-rata perusahaan mengeluarkan CSR, namun besarannya tak bisa diketahui. “Seharusnya CSR yang dikeluarkan sebesar 2,5 persen dari keuntungan. Tapi, perusahaan beralasan aturan itu belum ada peraturan menteri (permen) yang menjelaskannya,” terangnya.
Sehingga, lanjutnya, tidak diketahui berapa perusahaan yang sudah mengeluarkan CSR dan berapa yang sudah tersalurkan. Dikatakannya, dari hasil tinjauan lapangan di Kabupaten Bungo dan Tebo, sejumlah perusahaan mengaku belum mendapatkan sosialisasi dari pemerintah. Karena itu, dewan juga meminta pemerintah segera mensosialisasikan hal ini. “Sebenarnya kita punya Perda tahun 2012 lalu yang mengatur tentang penyaluran CSR itu. Disna kita himbau asosiasinya agar mengkordinir penyaluran CSR tersebut. Tapi itu perlu disosialisasikan lagi,” ucapnya.
Selain itu, sejumlah perusahaan di Provinsi Jambi saat ini tidak melapor sesuai ketentuan yang berlaku. Seharusnya, perusahaan melapor setiap tiga bulan ke Badan Koordinasi Penanaman Modal Daerah (BKPMD), tapi banyak yang lapor tidak tepat waktu,” ujarnya.
Menurut Abdul Djalili, setelah melakukan pengecekan ke lapangan di sejumlah perusahaan seperti Jambi Waras, Tidar Kerinci Agung dan Migasawindo, memang ditemui adanya perusahaan yang tidak melapor tepat waktu. “Mereka melapor, tapi terlambat,” ujarnya.
Permasalah ini, lanjutnya, disebabkan sebagian perusahaan memang membandel, artinya memang perusahaan yang tidak melapor tepat waktu. “Namun disisi lain pemerintah juga tidak menyampaikan persoalan pelaporan itu. Nah seharusnya pemerintah jemput bola,” pungkasnya. (mui)
Abdul Djalil, Sekretaris Komisi II DPRD Provinsi Jambi mengatakan, dari sejumlah perusahaan yang dicek, kebanyakan CSR nya tumpang tindih dan tidak terkoordinir. “Banyak yang sudah diberikan CSR tapi dapat lagi dari perusahaan lain, sementara masyarakat lainnya tidak mendapatkan,” ujarnya.
Harusnya, kata dia, perusahaan dikoordinir oleh asosiasi. Kemudian, asosiasi tersebut berkoordinasi dengan pemerintah, sehingga dana CSR yang diberikan bisa membantu program pemerintah. “Misalnya untuk beasiswa, bedah rumah atau kegunaan lain. Nah wilayahnya bisa dibagi-bagi, sehingga programnya bisa berjalan dengan baik,” ucapnya.
Sejauh ini, ungkap politisi partai Golkar ini, penyaluran CSR yang dilakukan perusahaan belum optimal. Rata-rata perusahaan mengeluarkan CSR, namun besarannya tak bisa diketahui. “Seharusnya CSR yang dikeluarkan sebesar 2,5 persen dari keuntungan. Tapi, perusahaan beralasan aturan itu belum ada peraturan menteri (permen) yang menjelaskannya,” terangnya.
Sehingga, lanjutnya, tidak diketahui berapa perusahaan yang sudah mengeluarkan CSR dan berapa yang sudah tersalurkan. Dikatakannya, dari hasil tinjauan lapangan di Kabupaten Bungo dan Tebo, sejumlah perusahaan mengaku belum mendapatkan sosialisasi dari pemerintah. Karena itu, dewan juga meminta pemerintah segera mensosialisasikan hal ini. “Sebenarnya kita punya Perda tahun 2012 lalu yang mengatur tentang penyaluran CSR itu. Disna kita himbau asosiasinya agar mengkordinir penyaluran CSR tersebut. Tapi itu perlu disosialisasikan lagi,” ucapnya.
Selain itu, sejumlah perusahaan di Provinsi Jambi saat ini tidak melapor sesuai ketentuan yang berlaku. Seharusnya, perusahaan melapor setiap tiga bulan ke Badan Koordinasi Penanaman Modal Daerah (BKPMD), tapi banyak yang lapor tidak tepat waktu,” ujarnya.
Menurut Abdul Djalili, setelah melakukan pengecekan ke lapangan di sejumlah perusahaan seperti Jambi Waras, Tidar Kerinci Agung dan Migasawindo, memang ditemui adanya perusahaan yang tidak melapor tepat waktu. “Mereka melapor, tapi terlambat,” ujarnya.
Permasalah ini, lanjutnya, disebabkan sebagian perusahaan memang membandel, artinya memang perusahaan yang tidak melapor tepat waktu. “Namun disisi lain pemerintah juga tidak menyampaikan persoalan pelaporan itu. Nah seharusnya pemerintah jemput bola,” pungkasnya. (mui)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Penyidikan Kasus Dana Safari Dakwah Dihentikan
Redaktur : Tim Redaksi