KAPETAKAN – Sebanyak 8.866 hektare sawah di 34 kecamatan se-Kabupaten Cirebon berpotensi puso (gagal panen). Hal ini disampaikan Wakil Ketua Komisi IV DPR RI, Ir HE Herman Khaeron MSi saat berkunjung ke Kecamatan Kapetakan. Menurutnya, jumlah tersebut berdasarkan data yang diterima dari dinas terkait. Di mana, areal sawah tersebut mengalami kekeringan lantaran cuaca ekstrem, sehingga berpotensi gagal panen. “Areal sawah itu tersebar di 34 kecamatan di Kabupaten Cirebon. Di antaranya Kecamatan Kapatekan, Gunungjati, Arjawinangun dan Gegesik,” paparnya.
Pihaknya pun mendesak kepada pemerintah pusat melakukan upaya darurat untuk mengantisipasi hal tersebut. Bahkan, pihaknya di dewan sudah menyetujui anggaran Rp250 miliar untuk kebijakan emergency. “Itu kebijakan emergency. kami di dewan sudah menyetujui anggarannya,” ungkap anggota DPR RI dapil Cirebon dan Indramayu dari Partai Demokrat ini.
Untuk jangka pendek, lanjut pria yang akrab disapa Hero, pihaknya akan memperjuangkan pompanisasi untuk petani di wilayah Cirebon. “Kami akan dorong adanya pompanisasi. Ini akan kami perjuangkan di dewan,” lanjutnya.
Sebelumnya, Kepala Bidang Tanaman Pangan Dinas Pertanian Perkebunan Peternakan Kehutanan (Distanbunakhut), Ir Wasman MM mengungkapkan, tahun 2011 lalu ada sekitar 4.900 hektare sawah di wilayah Kabupaten Cirebon mengalami kekeringan. Angka tersebut, diprediksi akan meningkat di tahun 2012 menjadi 7.103 dari total areal sawah di Kabupaten Cirebon yang mencapai 14 ribu hektare dengan tutup tanam pada Juni lalu.
Ancaman kekeringan, berada di 15 Kecamatan dari 40 Kecamatan di Kabupaten Cirebon. Dari 7.103 hektare sawah yang kekeringan itu, dibagi menjadi beberapa klasifikasi yang disesuaikan dengan tingkat kerawanannya. Wasman menjelaskan, 6.348 hektare sawah masuk kategori terancam kekeringan, 615 hektare terkena ringan, 97 hektare terkena sedang, dan 43 hektare terkena berat.
Kelimabelas kecamatan yang terancam kekeringan itu yakni Kecamatan Panguragan, Suranenggala, Gunungjati, Kaliwedi, Susukan, Arjawinangun. Kemudian Ciwaringin, Gegesik, Astanajapura, Gebang, Tengahtani, Kedawung, Weru, dan Plered.
Sementara itu, masyarakat di wilayah timur Cirebon (WTC) kini memanfaatkan sumur artesis untuk memenuhi pasokan air bersih akibat kekeringan. Sumur ini biasa disebut The Second Water and Sanitation for Low Income Communities (WSLIC), yang tersebar di beberapa desa di WTC. Karena Tokoh masyarakat WTC, H Kusnadi mengatakan, secara umum masyarakat sekarang ini belum ada yang mengalami krisis air baik untuk pertanian maupun air bersih. Sebab, pasokan air untuk pertanian dinilai cukup meski mencari sungai yang kemudian dibor.
Begitu pula pasokan air bersih sangat cukup karena terbantu oleh sumur artesis bernama WSLIC. "Untuk sumur biasa yang dimiliki masyarakat cenderung menyusut ketika siang hari. Tapi kadang air mengalir kalau malam hari sekitar pukul 2 dini hari," ujarnya.
Untuk mencari solusi meminimalisasi kekurangan air bersih, masyarakat memanfaatkan sumur WSLIC yang ada di setiap titik tertentu. Sementara itu, Camat Pangenan, Drs Nanang Supriyatna MSi mengatakan, di Kecamatan Pangenan ada empat desa yang memiliki WSLIC. Yakni Desa Astanamukti, Desa Pengarengan, Rawaurip, dan Bendungan. Soal bantuan dari PDAM untuk memberikan pasokan, Nanang mengaku belum bisa meminta. Alasannya, masyarakat belum ada yang krisis air bersih. (fen/mid)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Perang Warga di Papua, 3 Rumah Hangus Dibakar
Redaktur : Tim Redaksi