Curhat Patresia Yolansia Dahlia setelah sang Suami Membunuh WIL-nya

Rela Dimadu asal Suami Tak Dibawa ke Luar Rumah

Jumat, 16 Maret 2012 – 00:06 WIB
Emil Bayu Sentosa dan Patresia Yolansia Dahlia saat diperiksa di Polresta Surabaya Selatan, Rabu (14/3). Foto : Boy Slamet/Jawa Pos

Tinggal serumah dengan wanita idaman lain (WIL) suami jelas tidak mudah. Itulah yang dirasakan Patresia Yolansia Dahlia. Bebannya semakin berat ketika sang suami, Emil Bayu Sentosa, akhirnya terbukti membunuh Eka Indah Jayanti.
 
 GUNAWAN SUTANTO, Surabaya
 
BEBERAPA kali Patresia meminta kepada penyidik Polresta Surabaya Selatan untuk menghentikan pemeriksaan terhadap dirinya. Dia melakukan itu ketika putranya yang berusia setahun, Frengky, menangis. Sembari menenangkan buah hatinya, dia berupaya menjawab pertanyaan penyidik.
 
"Saya sudah tidak bisa bicara apa-apa. Sekarang semua orang kan tahunya kami hanya seorang pembunuh," ujar Patresia kepada Jawa Pos, Rabu (14/3) lalu. Mata Patresia terlihat sembap. Dia kerap menitikkan air mata karena tak sanggup melihat suaminya ditangkap polisi.
 
"Sebelum ada dia (Eka Indah Jayanti, Red), saya merasa memiliki kebahagiaan dalam rumah tangga. Kami memiliki kecukupan uang dan anak-anak yang lucu. Tapi, semua kini sudah berubah," ceritanya.
 
Patresia baru tahu suaminya memiliki hubungan dengan Eka pada September 2011. Namun, menurut pengakuan Emil, istrinya curiga sejak 2009. Emil pun melakukan segala cara untuk menutupi kehadiran Eka. Dia sempat beralasan bahwa Eka adalah anak buah partner kerjanya di Jogjakarta. Emil juga pintar menyembunyikan keberadaan Eka. Perempuan asal Grobogan itu pernah diinapkan di rumah Emil yang di Jalan Karang Empat, Surabaya, hingga berpindah-pindah hotel.
 
Emil juga beberapa kali menginapkan Eka di dalam mobil yang diparkir di halaman toko swalayan dekat rumah di Jalan Karang Empat dan Kapas Krampung. Tanpa sepengetahuan Patresia, Emil juga pernah menginapkan Eka di dalam mobil di garasi rumah Kapas Krampung.
 
"Awalnya saya emosional mengetahui hubungan itu. Siapa sih perempuan yang bisa melihat suaminya punya kekasih lain," ujar Patresia.
 
Namun, perempuan kelahiran Pota, Flores, Nusa Tenggara Timur (NTT), itu lama-kelamaan kebal. Apalagi, dia merasa Eka memperalat suaminya. Dia bahkan mulai berbalik bersimpati kepada suami yang menikahi dirinya pada 2000 itu.
 
"Saya sempat mengetahui adanya beberapa ancaman yang dilakukan Eka kepada suami saya. Salah satunya ancaman pembunuhan. Saya takut. Saya tidak mau kehilangan suami saya," ujar ibu tiga anak tersebut. Hal itu membuat Patresia semakin protektif terhadap suaminya. Terlebih ketika Eka datang ke Surabaya untuk kali kedua pada September 2011.
 
"Daripada suami saya keluar bersama Eka dan keselamatannya terancam, saya mengizinkan Eka dibawa dan tinggal bersama," kata Patresia.
 
Akhirnya, 11 November 2011, Eka tinggal bersama keluarga besar Emil. Patresia menyatakan siap menerima Eka sebagai istri kedua Emil. Syaratnya, Eka tidak boleh membawa Emil keluar dari rumah itu. "Saya takut masa depan anak-anak saya yang masih kecil ini. Apalagi, pernah ada ancaman Eka mau membunuh suami saya," terangnya.
 
Patresia menilai, Eka memang memiliki maksud tertentu dalam menjalin hubungan dengan suaminya. Apalagi, sebelum ke Surabaya, Eka menjadi pekerja di toko obat di Jogjakarta yang dikelola mantan pacar Emil. "Ada yang memberi tahu saya bahwa Eka hanya bermaksud merusak rumah tangga kami," papar perempuan kelahiran 20 Desember 1983 tersebut.
 
Selama tinggal bersama, Patresia memperlakukan Eka dengan baik. Dia membebaskan Eka melakukan apa saja. "Saya biarkan dia (Eka) ngapain saja. Tapi, saya diamkan. Saya tidak pernah ngomong kepada dia kalau tidak perlu," ungkapnya.
 
Belakangan, kehadiran Eka menimbulkan persoalan. Cekcok kerap terjadi antara Emil dan Patresia. Hal itu dipicu ulah Eka yang semaunya. Salah satunya adalah tidak pernah mencuci piring makannya sendiri.
 
"Dia sudah tahu saya tidak punya pembantu. Tiap hari saya sendiri membersihkan rumah mulai lantai satu sampai tiga. Tapi, dia sering cari masalah," keluhnya. Kalau sudah seperti itu, Patresia tidak marah kepada Eka. Dia justru melampiaskan emosi kepada suaminya.
 
Banyak kisah unik di dalam rumah tangga Emil dan Patresia pasca kehadiran Eka. Suatu ketika, Emil melakukan rutinitas mengantarkan anak-anaknya ke sekolah. Biasanya Emil berangkat sendiri. Namun, beberapa kali Eka bersikeras ikut mengantar ke sekolah. Patresia tak mau kalah. Dia pun ikut mengantar. Bukan semata karena cemburu, tapi juga takut atas keselamatan anak serta suaminya.
 
"Kalau saya jahat, sebenarnya saya kan berhak menghalangi dia ikut. Tapi, saya biarkan saja. Untuk mencegah yang tidak-tidak, saya juga ikut keluar rumah," ujar Patresia.
 
Anak bungsu di antara enam bersaudara tersebut mengaku Eka kerap membuat dirinya cemburu. Ketika Patresia keluar kamar, Eka yang sehari-hari tidur di ruang tamu di lantai dua tiba-tiba mendekati Emil. Memeluk dan membisikkan sesuatu. "Kalau seperti itu, saya langsung masuk kamar lagi," katanya.

Dalam kondisi seperti itu, Emil berusaha menjadi penengah. Dia mendatangi istrinya di kamar.
 
Patresia mengaku tidak mengetahui apa yang sebenarnya terjadi pada hari pembunuhan Eka yang dilakukan oleh Emil pada 11 Februari lalu. Ketika itu dia berada di lantai 3 bersama empat anaknya. Dia mengatakan tidak tahu penyebab keributan sore itu antara Emil dan Eka. Yang pasti, suaminya memang kerap ribut dengan Eka soal lelaki lain yang kerap dihubungi korban.
 
Patresia baru tahu Eka terbunuh setelah dipanggil Emil. Dia kaget saat melihat Eka terbujur dengan beberapa luka di kepala. Kejadiannya berlangsung di lantai 1.
 
"Lan (sapaan Emil kepada Patresia, Red), coba kau pegang tangan Eka dan kasih dia bangun," ujar Patresia yang menirukan Emil. Dia berusaha membangunkan Eka. Namun, perempuan itu sudah tak berdaya. Tidak ada jawaban. Patresia juga tidak lagi merasakan denyut nadi Eka.
 
Emil dan Patresia pun panik. Emil lantas memandikan mayat Eka. Sedangkan Patresia ikut menyiapkan baju pengganti. "Saat itu juga saya suruh dia minta maaf pada Eka," tutur Patresia.
 
Patresia awalnya takut ketika Emil menyimpan jenazah Eka dalam tabung besi. Namun, dia tidak mengizinkan mayat Eka dibuang. "Saya yang menahannya saat hendak dibawa ke Flores. Saya bilang, kalau dibawa ke sana, suami saya harus yang mengantarkan dan menguburkan tabung itu sendiri," ujarnya.

Di sisi lain, Emil mengaku bahwa semua terjadi karena ulahnya. "Sejak saya mengenal perempuan lain, kehidupan keluarga saya memang kacau. Saya tidak konsentrasi kerja, akhirnya seperti sekarang ini," ujarnya. 
 
Dia mengenal Eka pada 2005. Eka adalah teman curhat Emil yang merasakan kembali dekat dengan mantan pacarnya di Jogjakarta. Siapa sangka, Emil malah tertarik kepada Eka. "Jujur, Eka itu kalau diajak bicara enak," ujar Emil.
 
Pria asli Flores yang lahir di Surabaya itu mengaku pasrah dengan hukuman yang akan dirinya jalani. Yang dia pikirkan kini adalah masa depan anak-anaknya. "Kalian nanti yang nurut sama mama. Jangan pernah ngomong kasar pada mama," tutur Emil, menasihati anak-anaknya.
 
Patresia adalah istri kedua Emil. Istri pertamanya, Patresia Maria Merry, dinikahi pada 1992 dan meninggal empat tahun berselang. Emil dan Maria dikaruniai anak perempuan bernama Stefani yang kini berusia 18 tahun. Pada 2000 Emil menikah dengan Patresia dan berbuah tiga putra. Yakni, Sidarta, 9;  Philips, 7; dan Frengky, 1. (*/c5/c10/ca)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Sedekah Rombongan; Pemburu si Sakit, Miskin, dan Orang-Orang Terabaikan


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler