Sedekah Rombongan; Pemburu si Sakit, Miskin, dan Orang-Orang Terabaikan

Info Akurat, Setengah Jam Langsung Sikat

Senin, 12 Maret 2012 – 00:12 WIB
CEPAT: Saptuari (baju kuning) dan tim Sedekah Rombongan sedang rapat menentukan sasaran sedekah di Tirtodipuran, Jogjakarta, 1 Maret 2012 lalu. Foto : Ridlwan/ Jawa Pos

Orang-orang muda seperti ini mungkin sudah langka di Indonesia. Setiap hari mereka berkeliling dengan jutaan uang cash di mobilnya, mencari orang-orang yang butuh bantuan. Mereka konsisten di jalanan dan menolak sumbangan berembel-embel partai politik. Sudah lebih dari Rp 1 miliar mereka salurkan yang berasal dari penggalangan di internet.

RIDLWAN HABIB, Jakarta

"SAYA sampai dalam setengah jam di RS Fatmawati. Langsung ketemu di sana ya." Pesan singkat (SMS) itu diterima Jawa Pos Jumat (9/3) pukul 08.30. Pengirimnya seorang pengusaha muda Jakarta yang tak mau ditulis identitasnya. Dia hanya dikenali dengan akun @pitungmasakini di Twitter.

Pagi itu relawan Sedekah Rombongan (SR) ini membantu seorang ibu bernama Rina, warga Pancoran Mas, Depok, yang janinnya meninggal di dalam rahim. Dia menerima informasi awal bahwa bayi yang meninggal di perut ibu itu sudah dua hari belum bisa dioperasi karena kekurangan biaya.

Tepat pukul 09.00 Pitung sudah datang di bagian gawat darurat kebidanan RS Fatmawati, Jakarta Selatan. Suami si ibu itu tampak panik dan terus menangis. Pitung lantas mengajak Jawa Pos menemui dokter yang merawat. "Kalau memang harus dioperasi, kami siap bantu. Saat ini juga," katanya.

"Anda siapanya Bu Rina?" tanya dokter. Pitung menggeleng. "Saya bukan siapa-siapanya. Saya tidak kenal. Yang saya dengar ibu ini butuh bantuan, karena itu saya ke sini," ujar pria yang punya aneka usaha di Jakarta ini.

Rupanya, bukan uang masalah utamanya. Tapi, kondisi fisik Rina yang tidak memungkinkan untuk segera dioperasi. Kadar gulanya tinggi dan tensi darahnya juga naik. "Bisa berbahaya bagi si ibu," ujar dokter.

Perawat memberikan obat perangsang kontraksi agar janin yang sudah tak bernyawa itu bisa dikeluarkan secara normal. Pitung lantas menenangkan suami Rina dan menyampaikan bantuannya.

"Yang sabar ya, Pak. Ikhlas. Insya Allah almarhum anak Bapak jadi tabungan di surga," kata pria berkacamata ini.

Sabtu (9/3) dini hari lalu, si bayi malang berhasil dikeluarkan dan ibunya selamat. Seluruh biaya ditanggung SR.

Menyampaikan titipan langit tanpa rumit, sulit, dan berbelit-belit. Itu prinsip gerakan ini. Mereka bermarkas di www.sedekahrombongan.com dan akun @SRBergerak di Twitter.

"Kalau memang akurat, ada relawan yang dekat, setengah jam maksimal kita sikat," kata Saptuari Sugiharto, founder dan inisiator gerakan ini.

Ditemui awal Maret lalu di Jogjakarta, Saptuari membawa timnya dalam formasi lengkap. Ada Marjunul yang pengusaha komputer; Sukarman, pengusaha batik dan dosen; Muhammad Iqbal, pengusaha desain grafis; dan Nasrudin Sani, seorang Crew Kaos Khas Jogja.

Mereka punya tempat rapat di sebuah warung tenda di Jalan Tirtodipuran, selatan Keraton Jogja.  "Ini sebenarnya aksi jalanan. Kami bergerak karena kepercayaan," ujar Saptuari.
Awalnya, Juni tahun lalu, pengusaha pemenang Wirausaha Muda Mandiri 2007 ini bertemu Putri Herlina, pengasuh anak-anak yang dibuang di Yayasan Sayap Ibu (JP 8/3, hal 1). "Saya posting soal anak-anak panti itu di internet. Rupanya banyak teman yang merespons," katanya.

Hari demi hari, makin banyak yang menitipkan dana untuk disalurkan Saptuari. Tak hanya ke Sayap Ibu, tapi juga ke panti panti lainn. "Saya salut dengan teman-teman yang bersedekah. Mereka begitu percaya," kata alumnus Fakultas Geografi UGM angkatan 1998 ini.

Selama lima bulan, Saptuari hanya ditemani istrinya, Sitaresmi, berkeliling menyalurkan bantuan. "Kami prioritaskan yang kebutuhannya darurat, obat yang tak terbeli, susu yang habis, obat tak tertebus, atau rumah yang mau digusur," ujarnya.

Periode awal dia dan Sita menyalurkan Rp 174,5 juta dana titipan. Dia lantas mengkhususkan rekening untuk sedekah yang dipisah dengan akun pribadi untuk bisnis. "Kami tak pernah mengambil satu rupiah pun uang donatur. Semua biaya operasional, bensin, makan, dan semuanya dari kantong sendiri," katanya.

November 2011, Saptuari mulai mengajak rekan-rekannya untuk fokus dalam gerakan. Mereka membangun situs www.sedekahrombongan.com dengan bantuan seorang pakar online yang jago SEO (search engine optimization). "Kami upload foto dan kisah hidup para penerima sedekah sebagai pertanggungjawaban bagi donatur. Mereka bisa memonitor tiap hari," ujar pemilik 56 cabang Kedai Digital, distro Kaos Jogist, dan restoran Bakso Iga Lunak ini.

Walau tim inti hanya tujuh orang, mereka punya puluhan relawan bayangan di seluruh Indonesia. Sudah ratusan orang yang dibantu. Rata-rata kondisi mereka mengenaskan dan terabaikan. "Lihat ini, Mas. Namanya Dik Anisa Azzahra," ujar Sukarman sembari menunjukkan foto di iPad-nya.

Anisa yang baru berusia 2,5 itu menderita tumor ganas retinoblastoma yang menyerang kedua matanya. Kondisinya sangat memprihatinkan. Kedua bola matanya (maaf) keluar karena diserang tumor.

Begitu mendapat info tentang Anisa, tim @SR langsung berangkat ke Wonogiri dan mengevakuasinya ke RS Mata Yap Jogjakarta. Lalu, Anisa dibawa ke RS Sardjito. Sekarang Anisa memasuki tahap kemoterapi keempat.

Cerita lain, ada Rara Ainunnisa, 5, warga Prambanan, Klaten, yang tercebur di dandang (panci) besar berisi air mendidih saat hajatan tetangganya. Selama tiga bulan anak buruh pembuat tahu itu tak tertangani karena tak ada biaya. Sekujur tubuhnya melepuh dan bernanah. Karena panas dan gatal, sehari-hari Rara tak memakai baju dan hanya menangis sambil tiduran di kamar.

Akhirnya, Nasrudin Sani dari SR menemukannya saat berkeliling mencari sasaran sedekah. Rara langsung dievakuasi malam itu juga. Sekarang, setelah dirawat empat bulan di RS, Rara sudah boleh pulang. "Kisah yang seperti ini banyak, bisa dibaca di web kami. Bahkan, ada yang mengajukan jamkesmas delapan tahun selalu ditolak," ujar Sukarman.

Mereka beroperasi dengan BBM (BlackBerry Messenger) group. Jika ada informasi, foto korban akan diunggah di BBM untuk meminta tanggapan rekan yang lain. "Komandonya, sikat, sikat, sikat!!" ujar Sukarman.

Di mobil masing-masing, mereka juga sudah siap amplop dengan nominal mulai Rp 500 ribu hingga Rp 10 juta. Jika saat berkeliling ada target yang layak dibantu, seketika bantuan langsung diberikan. Tunai dan saat itu juga. "Kami mengandalkan feeling," ujar dosen lulusan Institut Seni Indonesia ini.

Beragam reaksi mereka temui di lapangan. Mulai dikira simpatisan partai politik, mau maju pilkada, sampai dituding praktik pesugihan. "Ada kakek sudah tua, tapi malam-malam masih memikul dagangan. Saya berhenti dan mengacungkan amplop. Eh, dia malah lari sambil berteriak pesugihan, pesugihan," ujar Marjunul lalu tersenyum.

Saptuari memang sangat anti dengan bantuan yang menggunakan embel-embel. Dia pernah menolak dua mobil bantuan dari sebuah partai politik Jakarta karena ada syarat harus ada nama ormas itu bodi mobil. "Kami hanya mengandalkan kepercayaan melalui web internet dan Twitter itu," kata Saptuari.

Selama wawancara dengan Jawa Pos, sekitar tiga jam, saldo di akun SR terus bertambah hingga Rp 11 juta. "Biasanya, begitu kami posting foto, langsung masuk. Kami pernah menerima transfer Rp 100 juta dari seorang pengusaha muda yang namanya minta nggak dikenal," katanya. Hingga Maret, total sedekah dari donatur yang disalurkan sudah tembus Rp 1,7 miliar.

Walau SR bergerak tanpa pamrih dan tidak mengutip biaya operasional, keajaiban terjadi terhadap para relawannya. Karman, misalnya. Setelah menyalurkan bantuan Rp 1 juta, malamnya dia menerima e-mail order batik dari London, Inggris, senilai Rp 700 juta.

Sebuah BUMN perkebunan juga order pakaian seragam untuk karyawannya. "Gusti Allah itu keren banget," kata pria nyentrik yang langsung membeli kontan mobil Nissan Navara seharga Rp 400 jutaan ini.

Marjunul juga begitu. Omzet tokonya naik pesat sejak bergabung di Sedekah Rombongan. Dia iseng menghitung. Rupanya, uang yang disalurkan melalui tangannya digandakan belasan kali lipat melalui transaksi bisnisnya.

Lalu, M. Iqbal yang tak pernah kenal dengan Sandiaga Uno, tiba-tiba ditelepon dan diminta mengerjakan proyek besar puluhan juta rupiah dari Adaro. "Saya juga kaget. Bisnis saya ini di Jogja, kok Adaro percaya," kata Iqbal.

Lain lagi dengan Nasrudin Sani. Sepuluh tahun berpacaran, Nasrudin yang dipanggil Demang ini tak pernah direstui orang tua sang pacar. Melamar berkali-kali selalu ditolak. Eh, setelah bergabung Sedekah Rombongan, Demang justru ditantang ayah si gadis untuk segera menikah. "Insya Allah tahun ini," katanya lalu tersenyum. (c2/nw)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Chairunnisa Amarta Kembangkan Hipnosis untuk Perawatan Gigi dan Mulut


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler