Bambang yang bersama Misbakhun sama-sama dikenal sebagai inisiator pengungkapan kasus Century itu membeber bebrapa kejanggalan tentang laporan dugaan suap ke hakim agung yang sempat diangkat menjadi berita utama di sebuah majalah berita itu. Misalnya tentang kejanggalan tentang waktu penyuapan dengan saat putusan PK atas Misbakhun diketok oleh MA.
Bambang mengutip berita yang didasarkan pada pengakuan Sofyan Arsyad selaku pelapor bahwa hakim agung Mansyur Kertayasa bersedia membantu permohonan PK Misbakhun pada saat pertemuan yang digelar 25 Juni lalu. Anehnya, putusan PK yang membebaskan Misbakhun sebenarnya sudah diputus oleh majelis hakim agung yang terdiri dari Mansyur Kertayasa, Zaharuddin dan Artidjo Alkostar pada 31 Mei 2012.
Hanya saja karena Artidjo Alkostar selaku ketua majelis mengajukan pendapat yang berbeda (dissenting opinion), maka sidang kemudian diulang pada 5 Juli 2012. Namun putusannya tetap sama dengan sidang yang digelar pada 31 Mei 2012, yakni permohonan PK Misbakhun dikabulkan.
"Ini kan aneh. Bagaimana mungkin menjanjikan untuk sesuatu hal yang sudah diputus?" kata Bambang di Jakarta, Sabtu (8/12).
Politikus Partai Golkar itu juga menyoroti background Sofyan Arsyad selaku pelapor. Yang disoroti Bambang adalah kejanggalan alamat domisili yang dicantumkan Sofyan dalam formulir laporan ke KPK.
Bambang menduga Sofyan tak jujur dalam membuat laporan. Dalam laporan ke KPK, Sofyan memang menuliskan alamatnya di Perumahan Puri Cinere Blok D3 nomor 17, Pangkalan Jati Utama, Cinere, Depok, Jawa Barat. Namun mengacu pada alamat itu, rumah yang ada dalam kondisi kosong.
Bahkan Ketua RT di perumahan itu mengaku tak pernah menerima permohonan Kartu Tanda Penduduk (KTP) atas nama Sofyan Arsyad. "Karenanya lebih baik KPK segera memeriksa pihak pelapor yang misterius dan sarat keganjilan itu," ucap Bambang.
Seperti diketahui, Misbakhun pertama kali dijerat kasus pemalsuan dokumen letter of credit (L/C) PT Selalang Prima International (SPI) senilai USD 22, 5 juta di Bank Century. Di perusahaan itu Misbakhun sebagai komisaris, sedangkan posisi direktur utamanya ditempati Frangky Ongkowidjojo.
Pada pengadilan tingkat pertama, Misbakhun dinyatakan bersalah dan dijatuhi hukuman selama satu tahun. Tak puas dengan vonis dari majelis Pengadilan Negeri Jakarta Pusat itu, Misbakhun mengajukan banding. Namun Pengadilan Tinggi DKI justru memperberat hukuman menjadi dua tahun penjara.
Setelah upaya banding ditolak, Misbakhun mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung (MA). Namun majelis kasasi justru menguatkan putusan PT DKI.
Setelah upaya banding ditolak, Misbakhun mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung (MA). Namun majelis kasasi justru menguatkan putusan PT DKI. Hingga akhirnya Misbakhun mengajukan upaya PK dan dikabulkan MA.(ara/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Pengganti Andi Sebaiknya dari Independen
Redaktur : Tim Redaksi