jpnn.com, JAKARTA - Pengamat politik dari Universitas Padjadjaran (Unpad) Muradi menduga langkah kubu penentang Presiden Joko Widodo mengenalkan istilah koalisi Poros Mekah dan Poros Beijing merupakan upaya menggiring persepsi masyarakat jelang Pilpres 2019. Menurutnya, dikotomi melalui kedua istilah itu merupakan upaya untuk membangun sentimen etnis dan keagamaan.
“Seolah-olah Poros Mekah itu islami, pribumi. Sementara Poros Beijing itu dekat dengan asing dan aseng," ujar Muradi kepada JPNN, Rabu (20/6).
BACA JUGA: Ada Upaya Membelah Ulama Jelang Pilpres 2019
Muradi menambahkan, dikotomi istilah Poros Mekah dan Poros Beijing cukup mengganggu. Namun demikian, katanya, masyarakat sudah cukup cerdas untuk memahami kondisi yang ada.
"Saya kira poros itu enggak akan efektif. Publik cukup cerdas bisa memahami apa yang diistilahkan tak seperti yang mereka bayangkan," ucapnya.
BACA JUGA: Pencapresan Amien Rais Diputuskan Lewat Rakernas PAN
Muradi lebih lanjut mengatakan, fakta dan data menunjukkan hubungan Presiden Joko Widodo maupun partai pendukungnya tidak cukup dekat dengan Tiongkok. Hal itu bisa dilihat dari intensitas pertemuan yang biasa-biasa saja, sama dengan negara lain.
Sebaliknya, publik akan melihat hubungan kubu penentang Presiden Jokowi dengan Raja Arab Saudi juga tidak terlihat istimewa. Bahkan, Muradi menganggapnya sulit untuk diasosiasikan sebagai Poros Mekah.
BACA JUGA: L-API: Jokowi Bisa Repot jika Kebijakan Menterinya Abal-abal
"Misalnya jika dikaitkan dengan Habib Rizieq Shihab. Mohon maaf, orang kan tahu seperti apa kondisi yang ada. Berbeda misalnya jika dikaitkan dengan Syafi'i Ma'arif yang mungkin tidak ada celanya, masyarakat mungkin akan berpikir itu betul," pungkas Muradi.(gir/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Gerindra: Amien Rais jadi Capres Cuma Wacana
Redaktur & Reporter : Ken Girsang