Dagelan Politik yang Belum Berakhir

Senin, 31 Agustus 2015 – 06:08 WIB
Risma-Whisnu. Foto: dok.Jawa Pos

jpnn.com - ISU adanya permainan politik di seputar pencalonan pilwali Surabaya makin merebak.  Terutama sejak koalisi Majapahit berisi parpol-parpol yang menolak mengusung pasangan calon incumbent Tri Rismaharini-Whisnu Buana yang dinilai terlalu kuat akhirnya kesulitan mencari lawan.

Karena sistem pemilihan pilkada serentak tidak menganut adanya calon tunggal, Pilwali Surabaya terancam ditunda hingga 2017.

BACA JUGA: Bu Risma... Sabar ya

Kini rumor itu mendekati kenyataan. KPU yang telah membuka pendaftaran sebanyak tiga kali tetap saja gagal menemukan penantang Risma-Whisnu. Pendaftaran kali keempat memang segara dibuka. Namun, upaya tersebut akan sia-sia jika kelompok yang menginginkan Pilwali Surabaya ditunda hingga 2017 tetap lebih kuat.

Berkaca tahapan sebelumnya, Pilwali Surabaya sembat diwarnai ''dagelan'' menghilangnya Haries Purwoko di dalam toilet KPU ketika hendak mendaftar bersama Dhimam Abror pada pendaftaran tahap pertama. Karena pendaftaran dilakukan pada hari terakhir, pasangan itu tidak mungkin diajukan kembali.

BACA JUGA: Rudi Yakinkan Warga Batam Bisa Madani SDM dan Ekonomi

Kegagalan melahirkan pasangan baru kemarin juga dinilai sarat muatan politis oleh banyak pihak. Pasangan Rasiyo-Abror yang pada pendaftaran tahap ketiga kesulitan menghadirkan fisik rekomendasi dari DPP PAN terpaksa hanya menyerahkan copy dalam bentuk scan. Menjelang masa perbaikan berkas, surat rekomendasi asli tersebut malah hilang dalam perjalanan dari Jakarta ke Surabaya.

Sejak saat itu, pertanda bahwa Rasiyo-Abror bakal terjegal semakin kentara. Apalagi ketika KPU Surabaya tiba-tiba membuat aturan bahwa scan yang dikirim sebelumnya harus identik dalam segala hal dengan surat asli yang dikirim belakangan.

BACA JUGA: Demokrat Klaim Kurang 2 Persen Pengurus DPP Dijabat Keluarga SBY

Padahal, DPP PAN jelas-jelas sudah menyatakan menerbitkan rekomendasi baru lantaran yang pertama hilang dibawa kabur orang. ''Bagaimana mungkin bisa identik kalau rekomendasi asli yang dikirim belakangan adalah terbitan pengganti,'' terang sebuah sumber di kalangan politisi PAN.

Raibnya surat rekomendasi itu masih misterius hingga sekarang. Sumber tadi juga menyebutkan bahwa surat tersebut sengaja disembunyikan dan menjadi barang dagangan. Siapa pun yang berani membayar dengan nilai tinggi bisa mendapatkan surat yang sangat penting itu. Tetapi, ternyata surat tersebut tidak laku karena harganya tidak cocok.

Sumber lain menyebutkan bahwa surat itu tidak bisa diambil pengurus PAN lantaran mereka mempunyai kesibukan untuk mengurusi musyarawah wilayah di Kediri. Musyawarah pada saat itu juga berlangsung sangat alot. Bahkan, sempat terjadi gontok-gontokan. ''Rekomendasi dan muswil tersebut merupakan dua peristiwa yang saling terkait,'' ujarnya.

Ketua DPD PAN Surabaya Surat menuturkan, urusan rekomendasi itu sepenuhnya menjadi kewenangan DPP. Hingga kemarin, dia belum mendapatkan penejelasan secara langsung dari DPP terkait dengan rekomendasi yang tidak identik tersebut. ''Besok (hari ini, Red) Wakil Ketua DPP PAN Asman akan ke Surabaya untuk menjelaskan,'' jelasnya.

Namun, soal muswil di Kediri yang membuat pengurus PAN tidak bisa ke Jakarta untuk mengambil rekomendasi Rasiyo-Abror, dia mengakuinya. Dia menyebutkan bahwa musywil itu dimulai pada 9 Agustus dan dibuka langsung oleh Ketua Umum PAN Zulkifli Hasan.

''Bang Zul masih bertahan di Kediri sampai 10 Agustus, lalu pulang pada sorenya,'' katanya. Rekomendasi DPP PAN memang bertanggal 10 Agustus. (jun/c20/fat)

 

BACA ARTIKEL LAINNYA... Wah, Ternyata Ini Kunci Sukses SBY Memenangkan Dua Pilpres


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler