JAKARTA - Permasalahan gejolak harga daging yang tidak terselesaikan, membuat pemerintah akhirnya menyerah mengimplementasikan sistem pembatasan kuota impor daging. "Padahal kebijakan itu bertujuan untuk mendukung program swasembada daging. Rencananya, setelah penghapusan sistem kuota pemerintah akan menggantinya dengan sistem acuan harga.
Menteri Perdagangan Gita Wirjawan menjabarkan dalam satu dua bulan ke depan ini pihaknya bakal mengkaji sistem acuan harga. Nantinya harga daging akan ditetapkan batas maksimum dan minimumnya harga daging. Jika harga daging melebihi batas maksimum maka impor akan dibuka selebar-selabarnya hingga harga kebali normal. Jika harga daging lebih rendah dari batas minimum maka impor akan distop.
"Jadi nanti akan kami berikan pricre band (rentang harga, Red). Kami juga berikan batasan toleransinya. Mungkin sekitar 10-15 persen. Itu akan dijadikan sebagai acuan dalam memutuskan importasi," terangnya saat ditemui di kantornya kemarin. Importasi ini bisa berupa daging beku, sapi bakalan, dan sapi siap potong.
Dia berharap pada Oktober nanti, sistem baru ini sudah rampung. Sehingga pada 2014 dapat segera diimplementasikan. Termasuk dengan tata cara perizinan impor. Dalam kesempatan itu Gita telah menegaskan, ke depan semua perizinan disatu atapkan di Kementerian Perdagangan. Dari penentuan perusahaan hingga kuota. Sehingga wewenang Kementerian Pertanian terkait tata niaga impor berpindah ke Kementerian Perdagangan. Gita juga mengindikasikan perombakan sistem ini nantinya tidak berlaku pada daging tapi juga hortikultura.
Saat ditanya mengenai nasib program swasembada sapi, pihaknya mengaku hingga saat ini masih sangat mendukung. Namun jika swasembada sapi ditempuh dengan cara pembatasan kuota tanpa didukung dengan produksi nasional itu sangat tidak tepat. Lebih lanjut dia menjamin kebijakan ini tetap berpihak pada peternak.
"Menteri pertanian sudah sepakat dengan sistem ini. Untuk menghormati amanat UU Peternakan, kami masih melibatkan Kementerian Pertanian untuk turut meberikan rekomendasinya," tuturnya. Rekomendasi itu diharapkan bisa dilaporkan per tahun pada awal kuartal IV. Sehingga itu dijadikan acuan untuk menyusun kebijakan tahun berikutnya.
Mendengar itu, Ketua Umum Perhimpunan Peternak Sapi dan Kebau di Indonesia (PPSKI) Teguh Boediana menentang keras rencana pemerintah membebaskan impor sapi. Jika itu diterapkan maka akan mendistorsi kepentingan peternak lokal. "Terlalu gegabah" jika itu benar-benar diputuskan. Jangan sampai dibebaskan impornya. Harga sapi ditingkat peternak bisa hancur," ucapnya.
Dia mengaku saat ini memang produksi sapi lokal turun. Berdasarkan data sementara sensus pertanian Badan Pusat Statistik (BPS) 2013, saat ini populasi sapi mencapai 13,23 juta. Angka itu turun 19 persen dibanding data populasi sapi BPS 2011 yakni 16,5 juta. Menurut Teguh ada beberapa indikasi penyebab penurunan tersebut yakni keabsahan data 2011 dan pemotongan sapi yang cukup tinggi paska penerapan sistem kuota impor sapi.
Teguh berpendapat sistem pembatasan kuota itu sudah tepat. Saat ini yang harus diperbaiki yakni keabsahan data lapangan sehingga mendukung perhitungan pemerintah dan pengawasan distribusi. "Sistem kuota impor ini kan baru beberapa tahun diimplementasikan. Dalam masa transisi wajar saja jika ada masalah. Jangan diganti cukup diperbaiki," ucapnya. (uma)
Menteri Perdagangan Gita Wirjawan menjabarkan dalam satu dua bulan ke depan ini pihaknya bakal mengkaji sistem acuan harga. Nantinya harga daging akan ditetapkan batas maksimum dan minimumnya harga daging. Jika harga daging melebihi batas maksimum maka impor akan dibuka selebar-selabarnya hingga harga kebali normal. Jika harga daging lebih rendah dari batas minimum maka impor akan distop.
"Jadi nanti akan kami berikan pricre band (rentang harga, Red). Kami juga berikan batasan toleransinya. Mungkin sekitar 10-15 persen. Itu akan dijadikan sebagai acuan dalam memutuskan importasi," terangnya saat ditemui di kantornya kemarin. Importasi ini bisa berupa daging beku, sapi bakalan, dan sapi siap potong.
Dia berharap pada Oktober nanti, sistem baru ini sudah rampung. Sehingga pada 2014 dapat segera diimplementasikan. Termasuk dengan tata cara perizinan impor. Dalam kesempatan itu Gita telah menegaskan, ke depan semua perizinan disatu atapkan di Kementerian Perdagangan. Dari penentuan perusahaan hingga kuota. Sehingga wewenang Kementerian Pertanian terkait tata niaga impor berpindah ke Kementerian Perdagangan. Gita juga mengindikasikan perombakan sistem ini nantinya tidak berlaku pada daging tapi juga hortikultura.
Saat ditanya mengenai nasib program swasembada sapi, pihaknya mengaku hingga saat ini masih sangat mendukung. Namun jika swasembada sapi ditempuh dengan cara pembatasan kuota tanpa didukung dengan produksi nasional itu sangat tidak tepat. Lebih lanjut dia menjamin kebijakan ini tetap berpihak pada peternak.
"Menteri pertanian sudah sepakat dengan sistem ini. Untuk menghormati amanat UU Peternakan, kami masih melibatkan Kementerian Pertanian untuk turut meberikan rekomendasinya," tuturnya. Rekomendasi itu diharapkan bisa dilaporkan per tahun pada awal kuartal IV. Sehingga itu dijadikan acuan untuk menyusun kebijakan tahun berikutnya.
Mendengar itu, Ketua Umum Perhimpunan Peternak Sapi dan Kebau di Indonesia (PPSKI) Teguh Boediana menentang keras rencana pemerintah membebaskan impor sapi. Jika itu diterapkan maka akan mendistorsi kepentingan peternak lokal. "Terlalu gegabah" jika itu benar-benar diputuskan. Jangan sampai dibebaskan impornya. Harga sapi ditingkat peternak bisa hancur," ucapnya.
Dia mengaku saat ini memang produksi sapi lokal turun. Berdasarkan data sementara sensus pertanian Badan Pusat Statistik (BPS) 2013, saat ini populasi sapi mencapai 13,23 juta. Angka itu turun 19 persen dibanding data populasi sapi BPS 2011 yakni 16,5 juta. Menurut Teguh ada beberapa indikasi penyebab penurunan tersebut yakni keabsahan data 2011 dan pemotongan sapi yang cukup tinggi paska penerapan sistem kuota impor sapi.
Teguh berpendapat sistem pembatasan kuota itu sudah tepat. Saat ini yang harus diperbaiki yakni keabsahan data lapangan sehingga mendukung perhitungan pemerintah dan pengawasan distribusi. "Sistem kuota impor ini kan baru beberapa tahun diimplementasikan. Dalam masa transisi wajar saja jika ada masalah. Jangan diganti cukup diperbaiki," ucapnya. (uma)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Perundingan Inalum Belum Capai Titik Temu
Redaktur : Tim Redaksi