Karena jika dibiarkan berlarut-larut, kemungkinan akan berakibat yang kurang baik. Apalagi mengingat batas waktu kontrak kerjasama kepemilikan saham Nippon Asahan Aluminium (NAA) atas Inalum sudah akan berakhir 31 Oktober mendatang.
“Dalam kontrak kan disebutkan, bahwa masa perjanjian kerjasama akan berakhir Oktober mendatang. Jadi kalau sampai saat itu belum juga ada kesepakatan maka pemerintah harus menetapkan harga sesuai dengan hasil audit yang dilakukan,” ujar anggota Komisi VI DPR RI, Sukur Nababan kepada JPNN di Jakarta, Kamis (18/7).
Saat ditanya berapa nilai yang sepantasnya dibayarkan, Sukur mengaku belum dapat memerkirakan. Ia hanya memastikan bahwa DPR telah menyetujui agar pemerintah menyiapkan dana dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) sebesar Rp 6 triliun.
“Kalau melebihi angka tersebut, harus ada penjelasan dan dasar-dasar yang kuat. Apalagi saya kira peralatan yang ada di Inalum saat ini juga rata-rata telah berusia tua. Makanya kita tidak akan begitu saja menerima kalau misalkan nilainya lebih. Kita akan minta penjelasan hasil audit dan harus dipastikan bahwa itu dilakukan oleh auditor yang memang terpercaya,” ujarnya.
Karena itu dalam waktu dekat, Sukur berjanji akan meminta Komisi VI memanggil pemerintah khususnya Kementerian Perindustrian. Langkah tersebut menurutnya penting dilakukan, untuk menjelaskan hal-hal apa saja yang menjadi kendala sehingga sampai saat ini belum juga dicapai kesepakatan. Padahal perundingan antara perwakilan Indonesia dengan 12 konsorsium perusahaan Jepang digelar setiap dua minggu sekali.
“Setelah selesai masa reses, saya akan minta Komisi VI memanggil pemerintah untuk menjelaskan sampai mana proses negosiasi. Kenapa sampai saat ini belum juga diputuskan,” ujarnya.
Sukur mengingatkan, pemerintah harus benar-benar melakukan semua tahapan yang ada sesuai jadwal yang telah ditetapkan. Jangan justru mengulur-ulur waktu, sehingga kecurigaan sebagian pihak adanya upaya mengeruk keuntungan pribadi dari perundingan dapat ditepis.
“Makanya perlu cepat segera diputuskan. Jangan nilainya menjadi bisnis. Saya berkali-kali telah menegaskan, bahwa dalam pengambilalihan Inalum pemerintah daerah yang ada perlu dilibatkan. Karena itu ka sumber daya alamnya milik Indonesia, jadi jangan disia-siakan,” ujarnya.
Saat ditanya pendapatnya mengapa sampai saat ini juga belum terlihat adanya kesepakatan besaran saham yang akan diberikan pemerintah pada pemerintah daerah, Sukur belum berani berspekulasi jauh. Ia menilai kemungkinan tersebut dapat terjadi karena untuk menentukan nilai tersebut, perlu diketahui terlebih dahulu berapa besaran nilai Inalum secara keseluruhan.
“Tahapannya kan harus diketahui terlebih dahulu berapa nilai Inalumnya. Nah setelah itu diketahui barulah dapat dibicarakan sampai masalah kepemilikan atau pembagian saham,” katanya.(gir/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Hutama Karya Siap Garap Tol Trans Sumatera
Redaktur : Tim Redaksi