NUSA DUA - Menteri BUMN Dahlan Iskan meminta media untuk tetap independen dalam pemberitaannya. Dia juga mengungkapkan media massa, baik cetak maupun elektronik harus bisa menjadi lembaga kontrol. Tidak hanya kepada pemerintah, tapi juga kepada pihak manapun agar tetap pro rakyat. Juga sebagai agen perubahan. Hal itu diungkapkannya saat menjadi salah satu pembicara dalam pertemuan puncak Ferum Pimred (Pemimpin Redaksi) seluruh Indonesia di Nusa Dua, Kamis (13/6).
"Kontrol bukan untuk mencari kesalahan, tapi kontrol untuk membenahi sesuatu yang kurang benar," kata Dahlan di hadapan para Pimred seluruh Indonesia tersebut.
Dalam acara yang digelar hingga hari ini, beberapa tokoh media nasional menjadi pembicara bersama Dahlan Iskan. Mereka adalah Surya Paloh (chairman Media Group), Agung Adiprasetyo (CEO Kompas Gramedia) dan Fikri Jufri (komisaris Tempo Media Group).
Saat diskusi dibuka, Dahlan Iskan mendapat kesempatan pertama untuk menyampaikan materi. Diberi waktu berbicara sepuluh menit, tanpa membawa naskah mantan dirut PLN ini mengungkapkan, tugas utama media baik sebagai pengontrol maupun posisinya yang harus netral. Jangan sampai memihak pihak tertentu didasari adanya kepentingan.
Nah, ketika membahas kebebasan pemberitaan ini, Dahlan tiba-tiba nyeletuk kalau dirinya tidak pernah mengintervensi siapa pun. "Selama ini saya belum pernah menelepon dan menghubungi pemimpin redaksi untuk memuat berita atau melarang memuat berita tentang saya. Karena saya tahu, tanpa ditelepon pun akan takut sendiri," selorohnya disambut gelak tawa dan tepuk tangan peserta.
Tugas berikutnya media yaitu media harus menjadi pelopor agen perubahan untuk mengubah masa depan ke arah yang lebih baik. Bila itu tidak dilakukan, maka dalam kurun waktu 10 tahun ke depan Indonesia tidak akan maju. "Apalagi dengan birokrasi Indonesia yang mbulet, susah mau maju," sentilnya.
Disamping itu, ciri khas masayarakat Indonesia sudah mulai berubah. Masyarakat saat ini menginginkan semuanya serba cepat dan instan. Hal inilah yang kemudian harus diantisipasi dengan pemberitaan media yang berimbang dan mencerdaskan.
Sementara itu, Agung Adiprasetyo (CEO Kompas Gramedia) lebih menyinggung sisi ekonomi. Misal tentang gugatan terhadap ketersediaan, kecukupan dan keandalan infrastruktur bagi publik. Selain itu,"tuntutan terhadap kesenjangan sosial semakin besar juga perlu mendapat sorotan khusus. Sehingga bisa memberi hidup lebih baik.
Sedangkan Chairman Media Group Surya Paloh menyebut pemimpin redaksi (Pimred) yang mengatur lalu lintas pemberitaan. Pimred juga mengatur perkembangan suatu media. "Karena itu, kemampuan profesionalisme Pimred harus mampu memberkan informasi sebaik-baiknya berbagai kalangan tanpa terkecuali," ucapnya.
Selain dihadiri perwakilan media, acara ini juga dihadiri Ketua Dewan Pers, Bagir Manan. Puluhan mahasiswa dari Universitas Udayana (Unud) juga hadir menyemarakkan. Rencananya, hari ini sebelum penutupan akan diselipi penyerahan tali asih kepada ahli waris wartawan yang meninggal dunia saat menjalankan tugas jurnaslisnya. Salah satu yang akan menerima tali asih tersebut adalah Sagung Putu Mas Prihatini. Istri dari mantan wartawan Jawa Pos Radar Bali, almarhum AA Narendra Prabangsa. (san/yes)
"Kontrol bukan untuk mencari kesalahan, tapi kontrol untuk membenahi sesuatu yang kurang benar," kata Dahlan di hadapan para Pimred seluruh Indonesia tersebut.
Dalam acara yang digelar hingga hari ini, beberapa tokoh media nasional menjadi pembicara bersama Dahlan Iskan. Mereka adalah Surya Paloh (chairman Media Group), Agung Adiprasetyo (CEO Kompas Gramedia) dan Fikri Jufri (komisaris Tempo Media Group).
Saat diskusi dibuka, Dahlan Iskan mendapat kesempatan pertama untuk menyampaikan materi. Diberi waktu berbicara sepuluh menit, tanpa membawa naskah mantan dirut PLN ini mengungkapkan, tugas utama media baik sebagai pengontrol maupun posisinya yang harus netral. Jangan sampai memihak pihak tertentu didasari adanya kepentingan.
Nah, ketika membahas kebebasan pemberitaan ini, Dahlan tiba-tiba nyeletuk kalau dirinya tidak pernah mengintervensi siapa pun. "Selama ini saya belum pernah menelepon dan menghubungi pemimpin redaksi untuk memuat berita atau melarang memuat berita tentang saya. Karena saya tahu, tanpa ditelepon pun akan takut sendiri," selorohnya disambut gelak tawa dan tepuk tangan peserta.
Tugas berikutnya media yaitu media harus menjadi pelopor agen perubahan untuk mengubah masa depan ke arah yang lebih baik. Bila itu tidak dilakukan, maka dalam kurun waktu 10 tahun ke depan Indonesia tidak akan maju. "Apalagi dengan birokrasi Indonesia yang mbulet, susah mau maju," sentilnya.
Disamping itu, ciri khas masayarakat Indonesia sudah mulai berubah. Masyarakat saat ini menginginkan semuanya serba cepat dan instan. Hal inilah yang kemudian harus diantisipasi dengan pemberitaan media yang berimbang dan mencerdaskan.
Sementara itu, Agung Adiprasetyo (CEO Kompas Gramedia) lebih menyinggung sisi ekonomi. Misal tentang gugatan terhadap ketersediaan, kecukupan dan keandalan infrastruktur bagi publik. Selain itu,"tuntutan terhadap kesenjangan sosial semakin besar juga perlu mendapat sorotan khusus. Sehingga bisa memberi hidup lebih baik.
Sedangkan Chairman Media Group Surya Paloh menyebut pemimpin redaksi (Pimred) yang mengatur lalu lintas pemberitaan. Pimred juga mengatur perkembangan suatu media. "Karena itu, kemampuan profesionalisme Pimred harus mampu memberkan informasi sebaik-baiknya berbagai kalangan tanpa terkecuali," ucapnya.
Selain dihadiri perwakilan media, acara ini juga dihadiri Ketua Dewan Pers, Bagir Manan. Puluhan mahasiswa dari Universitas Udayana (Unud) juga hadir menyemarakkan. Rencananya, hari ini sebelum penutupan akan diselipi penyerahan tali asih kepada ahli waris wartawan yang meninggal dunia saat menjalankan tugas jurnaslisnya. Salah satu yang akan menerima tali asih tersebut adalah Sagung Putu Mas Prihatini. Istri dari mantan wartawan Jawa Pos Radar Bali, almarhum AA Narendra Prabangsa. (san/yes)
BACA ARTIKEL LAINNYA... DPR Minta Pemerintah Akui Salah Urus TKI
Redaktur : Tim Redaksi