jpnn.com, JAKARTA - Kolumnis kondang Dahlan Iskan menyinggung soal pelanggaran HAM Berat dalam tragedi Kanjuruhan di Kabupaten Malang, Jawa Timur, seusai laga Arema FC vs Persebaya, 1 Oktober 2022.
Melalui tulisan berjudul Satria Kanjuruhan, Dahlan menulis lagu-lagu pilu, puisi-puisi haru, narasi-narasi, dari hati yang sunyi datang silih berganti.
BACA JUGA: Dahlan Iskan: Bahasa Bola Bukan Gas Air Mata
"Tragedi stadion Kanjuruhan menggerakkan siapa saja untuk berontak: mengapa terjadi," demikian dikutio dari Disway edisi Sabtu (8/10).
Dahlan juga menyinggung soal Iwan Fals menyanyikan lagu duka nyaris tanpa suara. Medsos penuh dengan maki, juga puluhan puisi.
BACA JUGA: Tragedi Kanjuruhan & Rapat PT LIB, Dahlan Iskan: Jelaslah Ini soal Rating Penonton TV
"Begitu banyak puisi lahir dari tragedi ini. Pun dari seorang putri yang baru ke stadion satu kali," lanjutnya,
Puisi dimaksud berjudul Sepasang Sepatu di Beranda Rumah Ibu.
BACA JUGA: Perusuh di Luar Stadion Kanjuruhan Tak Bisa Tidur Nyenyak, Polisi Sudah Bergerak
"Saya tergerak menulis puisi ketika melihat Aremania cilik meninggal di pangkuan ibunya yang menangis," tulisan Dahlan mengutip ucapan Lintang B. Prameswari di penulis puisi itu.
Puisinya bisa Anda baca dalam tulisan Disway ini: Satria Kanjuruhan.
Lintas alumnus cum laude STT Telkom Bandung. Jurusan komunikasi. Kini Lintang tinggal di Mojokerto. Masih jomblo. 26 tahun.
Sudah ribuan puisi dia tulis. Baru kali ini terkait dengan sepak bola. "Dia baru nonton pertandingan di stadion ketika mahasiswa: Bandung entah lawan siapa," tulisan Dahlan.
Menurut Dahlan, Imawan Mashuri, tokoh seniman Malang juga menciptakan puisi dan membacakannya sendiri.
Harian The Washington Post bahkan melakukan investigasi ke Malang. Lima wartawan terlibat dalam penulisan tragedi Kanjuruhan di media ternama di Amerika: Rebecca Tan, Joyce Sohyun Lee, Sarah Cahlan, Imogen Piper dan Aisyah Llewellyn.
Seperti juga liputan The New York Times, The Washington Post menyorot polisi secara amat kritis. Gas air mata yang diluncurkan sampai lebih 40 tembakan di Kanjuruhan. Hanya dalam waktu 10 menit.
Begitu banyaknya gas air mata sampai ada juga yang mengira asap putih tebal di pinggir lapangan itu gas air mata, padahal itu asap flare yang dilemparkan penonton.
"Kelihatannya flare itu disiapkan untuk merayakan kemenangan Arema. Karena Arema kalah, flare itu dilemparkan sebagai luapan kekecewaan," tulisan Dahlan.
Dahlan menulis bahwa investigasi Kanjuruhan juga dilakukan organisasi pengacara. Peradi (Persatuan Advokat Indonesia) cabang Malang mengerahkan tim. Cepat sekali.
Peradi membentuk Tim Advokasi Tragedi Kanjuruhan disingkat Tatak. Hasilnya sudah dilaporkan ketua timnya Imam Hidayat ke Komnas HAM pada Jumat (7/10).
"Peradi menyimpulkan bahwa tragedi Kanjuruhan adalah pelanggaran HAM berat. Ini serius sekali. Komnas HAM harus turun tangan," demikian tulisan Dahlan.(disway/jpnn)
Video Terpopuler Hari ini:
Redaktur & Reporter : Tim Redaksi