RASA ingin tahu Dahlan Iskan terhadap erupsi Gunung Sinabung membuatnya nekad 'kabur' sejenak dari tempat menginapnya di barak pengungsi bencana Gunung Sinabung di Jambur Taras, Berastagi, Sumatera Utara.
-------
Pada pukul 03.30 WIB dini hari, Selasa (21/1), saat pengungsi yang berjumlah 1.099 jiwa masih tertidur lelap, Menteri BUMN itu sudah terbangun karena diam-diam ia berencana pergi ke lereng gunung Sinabung.
Begitu terbangun, Dahlan berdiri memperhatikan para pengungsi yang masih tertidur nyenyak. Kecuali, petugas jaga termasuk relawan, TNI, Polri, dan beberapa orang yang tak tidur. Dahlan kemudian keluar menuju dapur untuk melihat-lihat petugas dapur umum yang sudah bangun dan sedang memasak untuk sarapan pagi pengungsi.
BACA JUGA: Popzzle, Grup Musik Dewasa yang Menjaga Kemurnian Musik Anak - Anak
Dahlan pun menyalami satu persatu petugas yang sedang memasak. Mereka pun terlihat sangat senang menerima salam dari Dahlan Iskan.
Selesai berkeling di dapur, jam menunjukkan pukul 04.05 WIB, Dahlan lalu mengajak Camat Brastagi untuk keluar menggunakan mobil. Diikuti oleh kepala desa, Dahlan naik mobil menuju arah gunung Sinabung. "Mau kemana? Ini pagi sekali," tanya Camat kepada Humas BUMN Faisal yang mendampingi Dahlan Iskan.
BACA JUGA: Tinggalkan Hotel, Dahlan Tidur Bersama Pengungsi
Yang menyopiri mobil tersebut diambil alih Staf Khusus Kementerian BUMN, Abdul Aziz. Nah, Aziz terpaksa menjadi sopir sementara karena sopir yang membawa Dahlan Iskan masih terlelap tidur di Jambur tersebut.
Di perjalanan Dahlan meminta untuk diantar ke Desa Jeraya, Desa Pintu Besi Kecamatan Simpang 4.
BACA JUGA: Ketika Kopassus Turun Tangan Bantu Korban Banjir Jakarta
Lokasi desa berada 3 kilo meter dari gunung Sinabung. Tentu saja Camat yang ikut bersama Dahlan terheran karena Dahlan mengetahui nama desa itu. "Kok Pak Menteri tahu nama desa itu?" tanya Camat tersebut.
"Tadi malam sambil tidur-tiduran di Jambur, di samping saya, ada dua anak SMP yang memberitahu saya kalau mereka berasal dari desa itu. Desa mereka katanya hancur. Jadi saya mau tahu kondisi desanya," kata Dahlan.
Sesampainya di desa tersebut, kabut masih tebal. Dahlan bersama staf dan camat lalu turun dari mobil. Depu vulkanik pun menyirami kepala mereka. Pak camat pun sempat meminta maaf kepada Dahaln karena lupa membawa masker.
Selesai berkeliling di desa tersebut, Dahlan menuju Desa Naman yang berada sekitar 4 km dari Gunung Sinabung. Sesampai di sana Dahlan melihat ada 2 warga sedang salat subuh, yakni Ustad Ahirta Sitepu dan Rio.
Dahlan pun lalu bergegas salat juga. Usai salat, Dahlan ngobrol dengan Ustad Ahirta Sitepu dan Rio. Dari keterangan keduanya, mereka tidak mengungsi karena menjaga desanya.
Saat di desa itu, Dahlan melihat jelas lahar panas turun dari gunung. Pagi itu rupanya Gunung Sinabung kembali memuntahkan laharnya. Saat yang sama, anjing-anjing yang tak memiliki tuan lagi karena ditinggal mengungsi, saling menggonggong saat terjadi letusan yang mengeluarkan asap sangat hitam.
Setelah memperhatikan peristiwa alam tersebut dan melihat kondisi desa yang tak lagi berpenghuni, Dahlan pun lantas pamit kepada dua ustad tadi. "Subhanallah, ada menteri pagi-pagi ke sini melihat desa kami, menginap dengan pengungsi. Jarang seperti ini," ujar Usad Ahirta Sitepu yang mengantar Dahlan berpamitan.
Jam menunjukkan pukul 05.58 WIB, Dahlan dan stafnya lalu kembali ke Brastagi, ke tempat semula di Jambur Taras.
Tiba di Jambur, Dahlan kemudian disambut anak-anak pengungsi yang akan berangkat ke sekolah. Mereka sudah menanti Dahlan untuk berpamitan sekolah. Dahlan pun langsung menyalami anak-anak tersebut satu persatu sambil berpesan agar giat belajar.
Dahlan kemudian masuk ke dapur pengungsi untuk mengecek masakan sarapan pengungsi. Dahlan juga sempat bermain dan menggendong anak pengungsi dalam pangkuannya. Setelah itu, Dahlan pun kemudian berpamitan kepada pengungsi untuk melanjutkan perjalanan menuju posko pengungsi lainnya.
Beruntung, wartawan Sumut Pos, Laila Azizah diperbolehkan naik satu mobil bersama Dahlan Iskan. Dahlan duduk paling depan di samping sopir, sedangkan wartawan Sumut Pos duduk di bangku tengah dengan diapit dua staf Kementerian BUMN, Aziz dan Faisal.
Dahlan menolak saat diwawancari terkait konvensi Demokrat maupun soal pencapresan dirinya di 2014. Ia hanya mau berkomentar soal Sinabung.
Soal penanganan pengungsi Sinabung, Dahlan menilai kalau adat Karo, misalnya tiap jambur ada di tiap desa membuat pengungsi menjadi lebih baik dibanding pengungsi bencana lain di Jawa yang hanya menggunakan tenda.
"Jambur sangat besar, lantainya bagus dan biasanya kalau ada pesta di jambur orang duduk di bawah sehingga pengungsi saat ini merasa cukup nyaman di jambur tanpa tempat tidur. Lalu, di jambur ada dapur umum sudah jadi. Dapurnya permanen dan ukurannya besar-besar sekali. Wajan yang besar-besar mereka sudah punya, tanpa ada bencana, mereka sudah punya wajan besar. Kemudian alat untuk menggoreng ukuran besar juga mereka juga punya. Toiletnya juga sudah banyak dan permanen juga, itu yang mendukung. Jadi penanganannya sudah bagus," kata Dahlan yang kemudian bergegas turun dari mobil karena sudah tiba di pengungsian Universitas Karo (UKA).
Di lokasi ini Dahlan sempat menyantap sarapan bersama pengungsi. Mereka makan di atas sehelai tikar dengan menu sarapan yang sederhana, sayur dan telur. Dalam sarapan bersama itu, para ibu-ibu pengungsi mengeluhkan kepada Dahlan kalau mereka sudah lama tak mengunyah sirih karena tak memiliki uang.
Keluhan itu langsung ditanggapi Dahlan dengan memberikan uang sirih sekitar Rp15 juta yang merupakan dana bantuan dari perusahaan BUMN. Mendapat bantuan itu, ibu-ibu pengungsi langsung merasa senang dan bersorak gembira.
Bersama iring-iringan rombongan dan ditemani Dewan Pertimbangan Presiden, TB Silalahi, Dahlan juga melihat posko pengungsian di GBKP Kota Kabanjahe, Masjid Agung, Posko Utama Tanggap Darurat, dan Paroki Katolik Kabanjahe.
Saat mengunjung posko Paroki Katolik Kabanjahe, Dahlan menyempatkan diri memborong kue nastar Sinabung hasil kreasi ibu-ibu di pengungsian. Dahlan sempat berbincang kepada ibu-ibu di pengungsian itu soal aktivitas pembuatan kue nastar dan proses penjualannya. Dahlan pun mendapat penjelasan panjang lebar.
Hingga kemudian, Dahlan pun ikut memborong kue nastar Sinabung itu. Sekitar Rp6 juta dikeluarkan Dahlan untuk membeli kue-kue itu. Para ibu-ibu di pengungsian senang bukan kepalang.
Aktivitas membuat kue ini memang diajarkan ke para pengungsi oleh para relawan. Di sela-sela menunggu redanya Sinabung ibu-ibu diajari cara membuat kue. Diharapkan dengan membuat kue ini mereka bisa mandiri. Kue itu dijual Rp35-50 ribu per toples. Kue dijual hingga ke Medan.
Namun kendala yang masih dihadapi soal sarana dan prasarana. Oven untuk memanggang kue masih kurang. Karenanya kepada Dahlan mereka juga meminta bantuan sarana itu untuk menunjang produk kue nastar Sinabung.
Di Paroki Katolik tersebut, Dahlan Iskan menyaksikan erupsi bersama puluhan pengungsi, wartawan, dan pejabat BUMN yang mendampingi kunjungan itu.
Ketika dipertanyakan tentang usulan agar erupsi Gunung Sinabung dinyatakan sebagai bencana nasional, Dahlan Iskan mengaku tidak dapat memberikan pendapatnya. "Saya tidak berkompeten menjawab itu. Mengenai definisi bencana nasional, sudah ada yang ahli," ucapnya.
Menurut dia, masyarakat sebaiknya tidak terjebak pada kategori atau status bencana yang sedang dihadapi, tetapi lebih fokus pada penanganan yang diberikan, terutama terhadap masyarakat yang mengungsi. "Menurut saya penanganan erupsi Sinabung sudah bagus," kata mantan Dirut PLN tersebut.
Dalam kesempatan wawancara bersama wartawan di Paroki, Dahlan mengatakan kalau kunjungan untuk melihat kondisi pengungsi agar bisa menyalurkan bantuan paling pas nantinya.
"Saya kemari untuk mengetahui perasaan pengungsi. Bila kondisi ini panjang, maka penanganannya harus khusus. Sebaiknya didengar orang yang paling ahli menangani bencana, apakah direlokasi atau tidak. Saya tidak malu tak memberi bantuan karena yang pertama selama erupsi BUMN sudah mengalirkan bantuan. Saya sengaja tidak belanja dulu. Saya ingin melihat dulu sehingg pulang dari Sinabung, nanti di Medan saya akan bicara dengan teman-teman BUMN, bantuan yang mau diwujudkan dalam bentuk apa?" kata Dahlan.
Sebab, kata Dahlan, bantuan jangan diwujudkan yang tidak diperlukan pengungsi. Misalnya di UKA, mereka malah minta dibelikan sirih. "Ibu-ibu di UKA semua mengadu tak makan sirih lagi. Kan saya salah kalau saya beli garam, ternyata dibutuhkan sirih. Sehingga akhirnya saya beli sirih. Seperti itu contoh kecilnya," sambung Dahlan.
Menurut Dahlan, bantuan yang akan disalurkan BUMN tergantung kebutuhan. Misalnya bea siswa untuk perguruan tinggi.
"Saya tidak bisa langsung bilang akan memberikan bea siswa kepada anak pengungsi yang di perguruan tinggi. Saya tak mau over akting. Saya akan telepon menteri pendidikan dulu, sudah ada bea siswa atau belum. Nanti kalau bea siswa udah ada, kita akan alihan uang untuk apa lagi. Memang kami terpikir memberikan bea siswa. Intinya BUMN siap masuk ke bidang yang belum ada yg menangani dalam memberikan bantuan," kata Dahlan lagi. Kata Dahlan, kemarin BUMN telah menyalurkan bantuan sekitar Rp5 milar. (ila/nanang)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Tiket Rp 6 Ribu untuk Saksikan Atraksi Buaya Rebutan Itik
Redaktur : Tim Redaksi