Dahlan Siap Tanggung Risiko

Bila Keputusan Soal Listrik Dianggap Salah

Jumat, 26 Oktober 2012 – 02:47 WIB
Menteri BUMN Dahlan Iskan (baju putih) bersama Sekretaris Kabinet Dipo Alam. Foto: Randy Tri K/RM/JPNN
JAKARTA - Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Dahlan Iskan siap menjelaskan laporan tentang inefisiensi di Perusahaan Listrik Negara (PLN). Dia juga akan memberikan klarifikasi terkait hal itu kepada Komisi VII DPR.

"Ya nanti datang lah. Masak dipanggil DPR tidak datang," ujarnya di kantor Kemenko Perekonomian, Kamis (25/10).

Dahlan dua kali tidak menghadiri rapat kerja dengan komisi VII yang ingin meminta klarifikasi terkait temuan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) yang menyoroti hilangnya potensi penghematan Rp 37 triliun yang dialami PLN pada periode 2009"2010.

Dahlan punya alasan di balik ketidakhadirannya itu. Saat jadwal rapat kerja pertama, dirinya mendampingi Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) dalam kunjungan kerja ke Jogjakarta. Pada jadwal rapat kedua, Dahlan berada di Jambi untuk melihat program peternakan sapi. Kunjungan tersebut dijadwalkan sejak lama.

Selain itu, Dahlan belum mengetahui bahwa komisi VI yang menjadi mitra langsung Kementerian BUMN sudah memberikan persetujuan untuk memenuhi panggilan komisi VII yang membidangi sektor energi.

Tentang temuan BPK mengenai inefisiensi PLN, Dahlan menyebutkan bahwa potensi kerugian Rp 37 triliun itu sejatinya malah kurang besar. "Masak cuma Rp 37 triliun, harusnya Rp 100 triliun. Itu kan ruginya sejak lama, sejak zaman (Kerajaan) Majapahit," ujarnya setengah bercanda.
 
Menurut dia, anggota dewan semestinya mengetahui dengan jelas penyebab potensi kerugian Rp 37 triliun yang dialami PLN. "Komisi VII pasti tahu, sangat tahu," tegas mantan direktur utama PLN itu.
 
Wakil Menteri ESDM Rudi Rubiandini menjelaskan, hilangnya potensi penghematan Rp 37 triliun itu terjadi karena PLN tidak mendapat pasokan gas untuk pembangkit listriknya. "Jadi, harus pakai solar yang harganya lebih mahal," jelasnya.
 
Dia menyebutkan, saat itu memang ada kebijakan prioritas alokasi gas. Menteri ESDM ketika itu, Darwin Z. Saleh, mengeluarkan Peraturan Menteri ESDM No 3 Tahun 2010 tentang Alokasi dan Pemanfaatan Gas Bumi untuk Pemenuhan Kebutuhan Dalam Negeri. Dalam pasal 6 ayat 3 disebutkan, pemerintah menetapkan kebijakan alokasi dan pemanfaatan gas bumi dengan prioritas untuk peningkatan produksi migas, industri pupuk, penyediaan listrik, dan industri lainnya.
 
Artinya, di tengah pasokan gas yang terbatas, PLN hanya menjadi prioritas ketiga. Mau tidak mau, PLN harus menggunakan solar untuk menjalankan pembangkit listrik agar pasokan terjaga atau tidak terjadi pemadaman.

Saat menjadi Dirut PLN, salah satu fokus utama Dahlan adalah mengurangi pemborosan yang sudah bertahun-tahun terjadi di perusahaan pelat merah tersebut. Hal itu terjadi karena PLN tidak mendapat pasokan gas dan terpaksa menggunakan solar yang harganya jauh lebih mahal. Dahlan menyatakan rela mengemis gas kepada Kementerian ESDM atau BP Migas agar PLN menghemat.
 
Jika memang langkahnya dianggap salah, Dahlan siap bertanggung jawab. Sebagai Dirut PLN ketika itu, dirinya dihadapkan pada pilihan sulit. Yakni, menggunakan bahan bakar solar yang berarti menyedot banyak biaya atau listrik Jakarta padam.
 
"Kalau itu salah, saya harus berani menanggung risikonya. Masuk penjara pun saya jalani dengan seikhlas-ikhlasnya. Sebab, jadi pemimpin tidak boleh hanya mau jabatannya tapi tidak mau dengan risikonya. Risiko itu akan saya tanggung. Masuk penjara pun saya ikhlas," tegas Dahlan.
   
Selain masalah listrik, hubungan Dahlan dengan DPR memanas terkait dengan dugaan adanya anggota dewan yang memeras BUMN. Dahlan dengan tegas menginstruksi jajarannya untuk menolak ajakan permainan anggaran dari oknum DPR.
 
Sikap tegas Dahlan itu merespons Surat Edaran (SE) Nomor 542/Seskab/IX/2012 yang berkaitan dengan pengawalan APBN 2013"2014 dengan mencegah praktik kongkalikong. Surat yang ditandatangani Sekretaris Kabinet (Seskab) Dipo Alam itu ditujukan kepada para menteri dan anggota Kabinet Indonesia Bersatu II serta pimpinan lembaga pemerintah nonkementerian.
 
Dipo mengungkapkan, surat edaran itu ditujukan untuk menghindari praktik kongkalikong anggaran. Nah, pemberitahuan yang dikirim Dahlan kepada Dipo terkait dengan instruksi kepada jajaran BUMN untuk menghindari praktik permainan anggaran itu merupakan tindak lanjut surat edaran tersebut.
 
"Memang masih ada yang mengalami. Menurut beliau (Dahlan, Red), ada oknum di DPR yang minta jatah," kata Dipo di kompleks Istana Presiden, Kamis (25/10).
 
Praktik minta jatah itu terjadi ketika proses persetujuan penyertaan modal negara (PMN). "Beliau berterima kasih adanya surat itu untuk mendorong jajaran direksi tidak melayani bila ada bujukan, permintaan, atau tekanan permintaan jatah. Itu baik-baik saja," ujar Dipo.
 
Lantas, siapa oknum yang meminta jatah itu? Dipo menyatakan, seyogianya pemerintah tidak menyebutkan. Lebih baik diungkap dalam proses hukum.
 
Di sisi lain, Dahlan menuturkan, pemberitahuan dirinya kepada Seskab merupakan salah satu bentuk laporan. Menurut dia, BUMN berupaya menghindari praktik minta jatah itu. "Saya bangga dengan direktur BUMN yang bisa menghindari semua itu. Saya bangga banget. Mereka berhasil," katanya.(owi/fal/dyn/pri/c5/ca)
 


BACA ARTIKEL LAINNYA... Umbar SMS Dahlan, Dipo Bakal Sudutkan SBY

Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler