Dahlan : Waspadai Bom Waktu Birokrasi

Jumat, 13 Juli 2012 – 07:00 WIB

JAKARTA - Dari tahun ke tahun, jumlah masyarakat kelas menengah di Indonesia terus merangkak naik. Selain menunjukkan tingkat kemakmuran yang membaik, namun hal itu juga memicu kekhawatiran tersendiri.

Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Dahlan Iskan mengatakan, tipikal masyarakat kelas menengah selalu menuntut semua hal serba cepat bahkan instan. "Ini bisa menjadi bom waktu bagi birokrasi," ujarnya dalam seminar nasional "Media Literasi pada Era Digital, Kontradiksi antara Jurnalisme dan Sosial Media" yang diselenggarakan Aliansi Jurnalis Independen (AJI) kemarin (12/7).

Menurut Dahlan, selama ini masyarakat sudah memiliki stigma bahwa birokrasi selalu bekerja lamban. Nah, dengan makin banyaknya masyarakat kelas menengah dan makin cepatnya akses terhadap informasi, maka stigma tersebut bisa semakin kuat. "Saat ini, jumlah kelas menengah sudah lebih dari 130 juta orang. Tuntutan mereka makin tinggi," katanya.

Karena itu, Dahlan khawatir jika birokrasi di Indonesia tidak mampu mengimbangi tuntutan tersebut, maka kesenjangan antara tuntutan dan realitas menjadi semakin besar. "Makanya, butuh terobosan agar birokrasi bergerak lebih cepat atau jika perlu dipangkas," tegasnya.

Data Bank Dunia menyebut, 56,5 persen dari 237 juta populasi Indonesia masuk kategori kelas menengah. Dari angka tersebut, berarti saat ini ada 134 juta orang Indonesia yang membelanjakan uangnya sebesar USD 2  -  20 atau Rp 18.000 - 180.000 per hari.

Perekonomian Indonesia yang setiap tahun tumbuh di atas 5 persen membuat jumlah masyarakat kelas menengah bertambah 9 juta orang setiap tahun. Penetrasi internet pun makin tinggi. Hingga akhir 2011 lalu, jumlah desktop atau personnal computer (PC) mencapai 55 juta, sedangkan pengakses internet melalui smart phone mencapai 33 juta.

Dahlan mengatakan, besarnya pengguna internet membuat pressure atau tekanan masyarakat melalui media social seperti Facebook atau Twitter terhadap kebijakan atau kualitas layanan pemerintah juga semakin kuat.

"Misalnya soal listrik atau kemacetan jalan tol. Masyarakat menuntut harus selesai dalam hitungan hari, padahal itu kan butuh waktu, tidak bisa instan," ujarnya.

Dahlan mengakui, semenjak dirinya masuk ke social media Twitter dengan akun @iskan_dahlan, berbagai keluhan tentang pemadaman listrik, kemacetan jalan tol, maupun keluhan-keluhan lain selalu diterimanya. "Dan semuanya minta solusi instan," kata Dahlan yang akun Twitter-nya kini memiliki 166.496 follower tersebut.

Dahlan menambahkan, selain pressure dari masyarakat kelas menengah, pemerintah juga harus menghadapi pressure dari masyarakat kelas bawah. Menurut dia, tipikal kelompok masyarakat miskin saat ini berbeda dengan masyarakat miskin di masa lalu.

"Saat saya miskin dulu, tidak ada perasaan menderita. Tapi masyarakat miskin sekarang ini beda, karena sudah melihat kemewahan yang ditampilkan di televisi maupun yang dipajang di mall (pusat perbelanjaan, Red). Jadi, ini adalah kemiskinan yang dibumbui dengan rasa ketidakadilan. Akibatnya, banyak yang ingin keluar dari kemiskinan secara instan. Ini juga berbahaya," paparnya.

Karena itu, lanjut Dahlan, pressure dari masyarakat kelas menengah harus direspons dengan perbaikan layanan birokrasi yang makin cepat. Sedangkan pressure dari masyarakat miskin harus direspons dengan pemerataan kesejahteraan. "Ini menjadi PR (pekerjaan rumah, Red) pemerintah dan kita bersama," ujarnya. (owi)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Wamankeu Dicecar soal Kontrak Tahun Jamak Hambalang


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler