jpnn.com - JOGJA – Suasana Keraton Kilen, tempat tinggal Sultan Hamengku Bawono X sehari setelah penjelasan tentang sabdaraja Sabtu (9/5) tampak sepi. Di gerbang depan hanya ada sekitar lima abdi dalem yang berjaga. Mereka mengenakan pakaian peranakan lengkap dengan belangkon, surjan, jarit, serta keris.
Ketika Jawa Pos datang, mereka tengah asyik mengobrol sambil menonton televisi. Mereka sempat menanyakan keperluan kedatangan wartawan. Namun, karena ada orang suruhan KPH Wironegoro, suami GKR Mangkubumi, yang menemani wartawan, mereka mempersilakan masuk.
BACA JUGA: Aduh..Tiga Pengunjung Medan Air Show Ketiban Paramotor, 1 Tewas
Jawa Pos pun langsung menuju ke Keraton Dalem yang masih sekompleks dengan Keraton Kilen untuk menemui KRT Yudhadiningrat. KRT Yudhadiningrat adalah orang yang direkomendasikan untuk menjelaskan masalah keraton setelah GKR Mangkubumi menyandang gelar baru atau tepatnya setelah Sultan HB X memberikan penjelasan secara terbuka Jumat (8/5).
’’Kanjeng Yudhadiningrat sudah paham semuanya. Beliau ditunjuk sebagai juru bicara keraton (Ngayogyakarta Hadiningrat),’’ tutur Wironegoro.
BACA JUGA: Komeng Dicari Polisi, Dihargai Rp 5 Juta
Suasana di Keraton Dalem tetap ramai dengan wisatawan. Maklum, kemarin adalah hari Sabtu atau hari libur. Para pengunjung memang hanya diperbolehkan masuk Keraton Dalem.
BACA JUGA: Geger! Mahasiswa Hukum Unand Tewas di Musala
Para wisatawan juga tetap disuguhi berbagai pertunjukan seni Jawa. Misalnya, wayang kulit di Bangsal Sri Manganti. Ada pula tari-tarian serta tembang-tembang Jawa yang mengalun di bangsal keraton itu.
Kemudian, masuk di Pelataran Bangsal Kencana, wisatawan makin banyak. Mereka umumnya berombongan. Di Pelataran Bangsal Kencana, mereka bisa melihat Bangsal Kencana, Bangsal Manis, Gedhong Proboyekso, serta beberapa bangunan lain.
Di salah satu gedung yang mengitari Pelataran Bangsal Kencana, Jawa Pos bertemu KRT Yudhadiningrat. Gedung tersebut dinamakan Tepas Tanda Yekti. Kanjeng Yudha, sapaan KRT Yudhadiningrat, menyatakan bahwa tidak ada perubahan di dalam keraton. ’’Ya beginilah kondisi Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat. Tidak ada yang berubah,’’ katanya.
Menurut dia, setelah sabda raja 30 April lalu, kondisi keraton tidak terpegaruh. Semua bekerja dan bersikap seperti biasa. Hal itu juga dirasakan para abdi dalem.
Salah seorang abdi dalem yang enggan namanya disebutkan juga mengaku tidak ada perubahan di dalam keraton. Pria asli Jogjakarta itu menegaskan akan selalu sendika dawuh kepada perintah Sultan HB X. ’’Saya tetap di keraton,’’ ujarnya.
Namun, di luar keraton, suasana panas menyikapi sabda raja cukup terasa. Meski Sultan sudah menjelaskan keputusannya dalam konferensi pers Jumat lalu, beberapa orang tetap menentangnya.
Poster-poster yang berisi ketidakpuasan rakyat atas sabda raja masih terpasang di beberapa tempat. Misalnya, di Plengkung Gading. Poster tersebut dipasang sejak beberapa hari setelah Sultan mengucapkan sabda raja.
Sebelas adik Sultan belum bisa menerima sabda raja yang intinya menghilangkan gelar khalifatullah dan mengangkat GKR Pembayun (kini GKR Mangkubumi) sebagai penerus takhta.
Salah satunya adalah GBPH Yudhaningrat yang juga adik HB X. Dia mengungkapkan, dirinya tidak mendapat undangan untuk menghadiri konferensi pers oleh Sultan Jumat lalu. Namun, dia menyaksikannya lewat tayangan televisi. ’’Saya tidak hadir karena memang tidak diundang,’’ katanya.
Menanggapi pernyataan Sultan, pihaknya masih bersikukuh bahwa sabda raja itu merupakan rekayasa. ’’Kalau sabda raja datangnya mendadak, kenapa ada persiapan baju dua minggu sebelumnya, pesan rias tiga hari sebelumnya, dan sehari sebelumnya pesan Mas Hadiwinoto suruh nutup wisatanya?’’ ungkapnya.
Pria yang akrab dipanggil Gusti Yudha itu mengetahui rencana acara tersebut sejak jauh-jauh hari. Apalagi, kata dia, Sultan sudah menyimpang jauh dari yang seharusnya. Dia khawatir langkah Sultan tersebut didorong orang-orang dalam lingkarannya.
Menurut Gusti Yudha, penjelasan Sultan di Ndalem Wironegaran atau kediaman GKR Mangkubumi itu telah ditumpangi orang luar. ’’Omongannya ditata. Contohnya. tinitik. Itu yang tahu Ngarso Dalem, tapi kok orang lain bisa tahu?’’ ujarnya.
Dia menyatakan, tinitik adalah pertanda seseorang kepada seseorang yang akan menjadi pemimpin. Tanda tersebut hanya bisa dilihat orang-orang tertentu. Orang awam biasanya hanya melihat pada tingkah laku orang. ’’Kami ini dianggap murtad dari Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat,’’ katanya.
Gusti Yudha mengaku terakhir mengunjungi Keraton Jogjakarta saat persiapan dawuh raja (5/5). Saat itu, dia hanya diminta mengambilkan beberapa pusaka untuk keperluan pada siangnya. Pagi itu, dia pun tidak mengetahui akan adanya dhawuh raja. ’’Sejak itu, saya belum pernah sowan ke keraton lagi,’’ imbuhnya.
Namun, meski masih terjadi polemik, pihak keraton saat ini mempersiapkan surat yang ditujukan kepada presiden, menteri dalam negeri, DPRD, DPR, dan DPD tentang perubahan nama Sultan.
’’Rencananya dikirim minggu depan. Sekarang baru dikerjakan tim,’’ ungkap salah seorang staf sekretariat Keraton Kilen yang namanya tidak mau disebutkan. (lyn/c5/end)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Ujang Janjikan Modal Usaha buat PSK yang Mau Tobat
Redaktur : Tim Redaksi