jpnn.com, JAKARTA - Direktur Eksekutif Center for Youth and Population Research (CYPR) Dedek Prayudi memprediksi Indonesia akan mengalami puncak bonus demografi pada 2024 mendatang.
Penerapan konsep harm reduction atau pengurangan bahaya dinilai penting untuk mengantisipasi potensi efek negatif bonus demografi, khususnya di bidang lingkungan.
BACA JUGA: Nikita Mirzani: Selamat ya, Akhirnya Tersangka
Sebab, jika tidak mengimplementasikan konsep ini, maka bonus demografi akan menciptakan degradasi lingkungan.
Saat ini, jumlah penduduk Indonesia mencapai 270 juta orang, yang mana 70 persen di antaranya berada di usia produktif (15-60 tahun) dan sebagian besar penduduk adalah kelompok pemuda 16-30 tahun.
BACA JUGA: Tingkatkan Komitmen Perusahaan, RELX International Luncurkan RELX Pledge
Artinya, jumlah penduduk usia kerja dua kali lebih besar dibanding jumlah penduduk usia non-kerja.
“Bonus demografi itu seperti pisau bermata dua, yang pertama jendela peluang, yang kedua bencana,” ujarnya.
BACA JUGA: Untuk Nindy Ayunda, Olla Ramlan: Tuhan Memberikan Bukti, Jadi mau Ngeles apa?
Pria yang karib disapa Uki ini menjelaskan bonus demografi berpotensi menciptakan bencana bagi lingkungan karena adanya peningkatan aktivitas manusia, baik ekonomi, sosial, maupun politik.
“Itu semua dalam prosesnya mengeksploitasi alam ataupun limbahnya merusak alam,” ungkapnya.
Contohnya pemanfaatan pembangkit listrik batu bara, kebakaran hutan, penggunaan kendaraan pribadi, sampah puntung rokok, dan sampah rumah tangga.
Di DKI Jakarta, per harinya menghasilkan 7.500 ton sampah yang dikirim ke Bantar Gebang.
“Limbah sampah belum terdaur ulang dengan baik. Ini yang saya maksud bahwa aktivitas ekonomi, sosial, dan politik menghasilkan degradasi lingkungan,” tutur Uki.
Melihat potensi bencana ini, Uki mengemukakan perlunya pemberdayaan pemuda berkelanjutan serta tata kelola lingkungan hidup.
Kedua hal ini tidak menurut dia tidak bisa dipisahkan dan harus dijalankan secara partisipatif oleh semua pihak dari hulu ke hilir guna mengantisipasi dampak negatif bonus demografi.
“Artinya, dari upstream pembuat kebijakan dan downstream dari masyarakat umum. Kalau untuk upstream merestorasi yang rusak. Di level downstream kami menawarkan harm reduction atau pengurangan bahaya,” papar Uki.
Konsep pengurangan bahaya ini bisa direalisasikan dengan mengurangi pemakaian bahan-bahan yang tidak bersahabat dengan alam dan menggantikan dengan alternatif yang lebih baik.
Contohnya dengan tidak lagi menggunakan sedotan maupun kantong plastik sekali pakai ataupun tidak lagi merokok, bisa diganti dengan produk yang dapat dipakai berulang kali.
“Inilah yang dimaksud pengurangan bahaya itu. Kita memang tidak bisa menghentikan aktivitas ekonomi,” seru Uki.(chi/jpnn)
Redaktur & Reporter : Yessy