Dampak Mekanisasi Pertanian Bisa Dirasakan 5 Tahun ke Depan

Kamis, 24 Januari 2019 – 01:40 WIB
Menanam benih di sawah dengan menggunakan alsintan. ILUSTRASI. Foto: Humas Kementan

jpnn.com, JAKARTA - Kesejahteraan petani terus menjadi perhatian besar dari Kementerian Pertanian (Kementan).

Selain mewujudkan ketahanan dan swasembada pangan, Kementan juga terus memperbaiki infrastruktur dan penyediaan sarana usaha tani melalui mekanisasi pertanian.

BACA JUGA: Ditjen PSP Kementan Tetapkan 5 Program Prioritas

Direktur Jenderal Prasarana dan Sarana Pertanian (PSP) Kementan Dadih Permana memproyeksikan dampak dari modernisasi pertanian akan dirasakan dalam kurun beberapa tahun ke depan.

"Investasi dalam pembangunan infrastruktur dan modernisasi pertanian akan memiliki dampak dalam lima sampai dengan sepuluh tahun ke depan. Modernisasi pertanian juga akan menjadi magnit bagi pemuda untuk menggeluti pertanian,” ujar Dadih, Rabu (23/1).

BACA JUGA: Pupuk Bersubsidi Hanya untuk Petani yang Tergabung Kelompok Tani

Dia menjelaskan, untuk program pengembangan prasarana dan sarana pertanian, hingga tahun 2018, Kementan telah merehabilitasi jaringan irigasi tersier dalam rangka mengoptimalkan irigasi pada lahan seluas 3,47 juta hektare dengan capaian terbesar pada 2015 seluas 2,45 juta hektare.

Potensi penghematan akibat mekanisasi pertanian mencapai Rp 24,5 triliun. Dalam usaha tersebut, Kementan telah menyalurkan bantuan alsintan sebanyak 415.051

BACA JUGA: Petani Rasakan Manfaat Brigade Alsintan

unit dalam empat tahun terakhir.

Alsintan meliputi rice transplanter, combine harvester, dryer, power thresher, corn sheller dan rice milling unit (RMU), traktor, serta pompa air.

“Modernisasi pertanian melalui mekanisasi merupakan solusi efisien menggantikan pola usaha tani manual. Mekanisasi juga sebagai solusi mengatasi berkurangnya tenaga kerja pertanian karena bermigrasi ke sektor industri dan jasa,” tambah Dadih.

Dadih menambahkan, mekanisasi pertanian juga dapat menghemat biaya produksi hingga 30 persen dan menurunkan susut panen sepuluh persen.

Selain itu, mekanisasi menghemat biaya olah tanah, biaya tanam dan panen dari pola manual Rp 7,3 juta per hektare menjadi Rp 5,1 juta per hektare.

“Pada umumnya mengolah tanah secara manual memerlukan 20 orang hari kerja per hektare dan biaya Rp 2,5 juta per hektare. Jika menggunakan traktor, satu orang mampu menyelesaikan tiga hektare per hari dengan biaya Rp 1,8 juta per hektare,” tuturnya.

Direktur Alat dan Mesin Pertanian, Ditjen PSP Kementan Andi Alam Syah memaparkan, mekanisasi menggunakan rice transplanter menghemat tenaga dari pola manual 19 orang per hektare menjadi tujuh orang per hektare.

Biaya tanam menurun dari Rp 1,72 juta per hektare menjadi Rp 1,1 juta per hektare.

"Ada juga menyiang rumput (power weeder) menghemat tenaga kerja dari pola manual 15 orang per hektare menjadi dua orang per hektare. Biaya menyiang turun dari Rp 1,2 juta per hektare menjadi Rp 510 ribu per hektare," sebutnya.

Sementara itu, combine harvester bisa menghemat tenaga kerja dari pola manual 40 orang per hektare menjadi tujuh orang per hektare.

Biaya panen dapat ditekan dari Rp 2,8 juta menjadi Rp 2,2 juta per hektare. Ini juga bisa menekan kehilangan hasil (losses) dari 10,2 persen menjadi dua persen.

“Apabila dihitung secara nasional, dengan mekanisasi pertanian, mampu menghemat biaya yang harus dikeluarkan petani sebesar Rp 24,5 triliun,” jelas Andi. (jos/jpnn)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Rehabilitasi Jaringan Irigasi Naikkan Indeks Pertanian


Redaktur & Reporter : Ragil

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler