jpnn.com, JAKARTA - Pemberitaan soal bencana alam, teroris dan teknologi bisa berdampak buruk jika tidak dikelola dengan baik bagi sektor pariwisata Indonesia.
Karena itu, dibutuhkan kurikulum jurnalistik tentang pariwisata agar wartawan bisa memilah bahan berita yang baik bagi negara.
BACA JUGA: Kominfo Beri Penghargaan Untuk 9 Tokoh & Lembaga Komunikasi
Hal tersebut disampaikan para narasumber yang hadir dalam Focus Group Discussion (FGD) yang diselenggarakan Serikat Media Siber Indonesia (SMBI) di Hotel Sari Pasific, Jakarta Pusat, Rabu (24/10).
Kepala Badan Pusat Data Informasi dan Humas BNPB Sutopo Purwo Nugroho mengatakan, selama ini, kinerja jurnalistik dalam mengabarkan informasi jauh dari nilai substansi. Kemudian, isi beritanya sangat mendrama, bahkan dibingkai seakan-akan negara sedang kaos.
BACA JUGA: Cihui, Ada Ucapan Selamat dari Raisa untuk Sutopo BNPB
Negara lain, kata Sutopo, juga memanfaatkan kekaosan dari media tersebut untuk menjatuhkan pariwisata Indonesia.
"Saya pernah berbincang dengan orang BIN, berita-berita hoaks itu ternyata diproduksi luar negeri, kompetitor pariwisata tetangga," kata Sutopo.
BACA JUGA: Selamat Ulang Tahun Pak Sutopo, Semoga Segera Sembuh
Karena itu, Sutopo meminta media massa Indonesia memberikan informasi yang ramah kepada masyarakat dunia. Sebab, dengan mendramatisasi bencana justru akan merugikan negara beserta isinya.
"Kalau bisa diisi informasi kepada masyarakat yang bermanfaat," jelas Sutopo.
Sementara narasumber yang lain, Ketua PWI Pusat Atal S Depari mengatakan, Indonesia bisa belajar dari Jepang dalam menyiarkan berita bencana. Di Jepang, lanjut Atal, penyiaran berita bencana tidak menunjukkan kesadisan, mayat bergeletakan dan spesifik dampaknya.
"Yang ditampilkan justru foto-foto yang indah, sehingga membangun harapan kepada warganya untuk kembali membangun," jelas Atal.
Atal menambahkan, mengulas bencana secara berlebihan justru melahirkan kepanikan dan ketakutan yang berlebih. Apalagi sampai melakukan wawancara tentang hal yang nonsubstansi seperti ke dukun atau memaksa korban memberikan keterangan.
"Itu hal yang berbeda, justru melahirkan perspektif yang negarif. Ingat, jurnalistik adalah alat, tujuan utamanya adalah kesejahteraan, kemanusiaan, kemakmuran bersama, kedaulatan bersama dan seterusnya," jelas Atal.
Dalam acara ini, Ketua SMSI Auri Jaya mengharapkan ada pelajaran yang bisa dipetik dan dijadikan kurikulum. Auri menyadari, pariwisata negara tanpa dukungan media tidak akan berjalan. Keduanya harus saling mengisi.
Dalam acara ini, hadir juga Menteri Pariwisata Arief Yahya, Wakil Ketua Dewan Pers Ahmad Johar dan Agus Sudibyo. (tan/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Raisa Tak Menyangka Sutopo Menderita Kanker Stadium 4
Redaktur & Reporter : Fathan Sinaga