JAKARTA – Koordinator Monitoring Pelayanan Publik Indonesia Corruption Watch (ICW) Febri Hendri menolak adanya dana pendidikan yang dianggarkan melalui Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Apalagi kata dia, dana abadi pendidikan yang digaung-gaungkan Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan untuk alokasi beasiswa dan pembiayaan penelitian di perguruan tinggi berpotensi dikorupsi.
Febri mengatakan bahwa APBN seharusnya masih cukup besar untuk membiayai pendidikan sehingga tidak dibutuhkan yang namanya dana abadi pendidikan. Selain itu semua dana pendidikan harus habis dalam satu tahun anggaran dengan target kegiatan yang telah direncanakan dalam APBN.
“Dana abadi sangat potensi dipolitisasi dan korupsi. Karena masalah penetapan dana ini diinvetsasikan yang tentunya akan memicu permasalahan. Bayangkan saja, dana abadi pendidikan diprediksi tahun ini mencapai Rp15 triliun, itu rawan dikorupsi,” ujar Febri Hendri di Jakarta, Rabu (2/1).
Alasan dia memberikan penilaian bahwa dana abadi pendidikan itu rawan dikorupsi dan dipolitisasi karena pengaturan dana abadi itu tidak masuk dalam mekanisme APBN.
“Kami melihat penggunaan dana abadi ini di luar mekanisme APBN, sulit dipertanggungjawabkan, siapa yang menerima? Bagaimana prosesnya,” kata Febri mempertanyakan.
Karena itu, dia menekankan seharusnya anggaran pendidikan yang sudah masuk dalam rencana kegiatan tahunan APBN harus dimaksimalkan sepenuhnya untuk pendidikan. Apalagi kebutuhan pendidikan itu dapat diprediksi setiap tahunnya.
Dana abadi pendidikan diperoleh dari investasi yang bunganya digunakan untuk beasiswa hingga penelitian di perguruan tinggi. Anggaran dana abadi ini berasal dari APBN dan rekeningnya dipegang oleh Kementrian Keuangan RI.
"Sektor pendidikan itu kan predictable. Pengeluarannya sudah bisa ditebak, tidak seperti dana abadi untuk kesehatan yang bisa mengalami keadaan darurat. Jadi tidak seharusnya ada dana pendidikan menganggur," jelasnya.(fat/jpnn)
Febri mengatakan bahwa APBN seharusnya masih cukup besar untuk membiayai pendidikan sehingga tidak dibutuhkan yang namanya dana abadi pendidikan. Selain itu semua dana pendidikan harus habis dalam satu tahun anggaran dengan target kegiatan yang telah direncanakan dalam APBN.
“Dana abadi sangat potensi dipolitisasi dan korupsi. Karena masalah penetapan dana ini diinvetsasikan yang tentunya akan memicu permasalahan. Bayangkan saja, dana abadi pendidikan diprediksi tahun ini mencapai Rp15 triliun, itu rawan dikorupsi,” ujar Febri Hendri di Jakarta, Rabu (2/1).
Alasan dia memberikan penilaian bahwa dana abadi pendidikan itu rawan dikorupsi dan dipolitisasi karena pengaturan dana abadi itu tidak masuk dalam mekanisme APBN.
“Kami melihat penggunaan dana abadi ini di luar mekanisme APBN, sulit dipertanggungjawabkan, siapa yang menerima? Bagaimana prosesnya,” kata Febri mempertanyakan.
Karena itu, dia menekankan seharusnya anggaran pendidikan yang sudah masuk dalam rencana kegiatan tahunan APBN harus dimaksimalkan sepenuhnya untuk pendidikan. Apalagi kebutuhan pendidikan itu dapat diprediksi setiap tahunnya.
Dana abadi pendidikan diperoleh dari investasi yang bunganya digunakan untuk beasiswa hingga penelitian di perguruan tinggi. Anggaran dana abadi ini berasal dari APBN dan rekeningnya dipegang oleh Kementrian Keuangan RI.
"Sektor pendidikan itu kan predictable. Pengeluarannya sudah bisa ditebak, tidak seperti dana abadi untuk kesehatan yang bisa mengalami keadaan darurat. Jadi tidak seharusnya ada dana pendidikan menganggur," jelasnya.(fat/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Anggaran Pendidikan Rawan Dikorupsi
Redaktur : Tim Redaksi