PANTURA - Pembagian Bantuan Langsung Sementara Masyarakat (BLSM) di sejumlah desa di wilayah Pantura, Subang, terindikasi tidak tepat sasaran. Dari sejumlah aduan, selain salah sasaran, juga dari daftar tambahan penerima banyak warga yang masih muda, sehat dan punya penghasilan justru mendapatkan BLSM. Namun sebaliknya, warga tak mampu, jompo, cacat, janda tua tak mendapatkan BLSM. Yang paling mengagetkan lagi di Desa Sukasari terdapat warga ber-KTP Batam dapat BLSM dengan mengganti KTP-nya dengan KTP sementara.
Tidak hanya itu, masyarakat yang mendapatkan BLSM kebanyakan pengurus RT dan perangkat desa beserta keluarganya. Yang lebih parah, sejumlah masyarakat yang memiliki kendaraan roda dua, malah mendapat BLSM. Tidak hanya itu, bahkan semua warga Desa Sukasari dan Desa Siluman Kecamatan Pabuaran yang menerima BLSM wajib menyetorkan Rp50 ribu kepada ketua RT masing-masing.
Daya, seorang penerima BLSM mengatakan, dana BLSM sebesar Rp300 ribu yang diterimanya dipotong Rp50 ribu oleh ketua RT. Potongan itu disebutkan untuk pemerataan. “Saya heran karena di tempat lain tak ada pungutan itu,” kata Daya seperti diberitakan Pasundan Ekspres (JPNN Grup), Selasa (16/7).
Padahal sesuai aturan, dengan alasan apa pun tidak dibenarkan pemotongan dana BLSM. “Meskipun tujuannya untuk warga lain yang belum terdata penerima dana BLSM,” ungkapnya.
Hal lain yang membuatnya bingung adalah diberikannya BLSM pada sejumlah warga yang tergolong tak miskin. “Mereka punya motor dan rumah sendiri tapi dikasih BLSM. Sedangkan janda tua yang hidup sendiri tak dapat bantuan itu,” kata Daya.
Sementara tokoh masyarakat Sukasari yang tak mau disebutkan namanya mengatakan prihatin pembagian BLSM di Desa Sukasari sangat kacau dan tidak tepat sasaran.
“Malah warga mampu yang kebanyakan mendapatkan BLSM. Sementara warga tak mampu yang cacat, jompo dan janda tua tidak mendapatkan BLSM,” sesalnya.
Sementara itu, Camat Sukasari, Asmita BSc yang dikonfirmasi mengatakan, tidak tahu menahu adanya pemotongan dana BLSM tersebut. “Secara aturan memang tidak diperbolehkan BLSM dipotong,” ujar Asmita.
Menurut Asmita, jika hal tersebut benar terjadi di Desa Sukasari, maka itu bukan perintah maupun inisiatif dirinya sebagai camat. “Mungkin itu kebijakan kepala desa sendiri atau hasil musyawarah dengan para penerima BLSM,” jelasnya.
"Jadi, tolong jangan sangkut pautkan pemotongan BLSM dengan pihak kecamatan. Pihak kecamatan sama sekali tidak mengetahui soal terjadinya pemotongan tersebut,” sambungnya. (hya/din)
Tidak hanya itu, masyarakat yang mendapatkan BLSM kebanyakan pengurus RT dan perangkat desa beserta keluarganya. Yang lebih parah, sejumlah masyarakat yang memiliki kendaraan roda dua, malah mendapat BLSM. Tidak hanya itu, bahkan semua warga Desa Sukasari dan Desa Siluman Kecamatan Pabuaran yang menerima BLSM wajib menyetorkan Rp50 ribu kepada ketua RT masing-masing.
Daya, seorang penerima BLSM mengatakan, dana BLSM sebesar Rp300 ribu yang diterimanya dipotong Rp50 ribu oleh ketua RT. Potongan itu disebutkan untuk pemerataan. “Saya heran karena di tempat lain tak ada pungutan itu,” kata Daya seperti diberitakan Pasundan Ekspres (JPNN Grup), Selasa (16/7).
Padahal sesuai aturan, dengan alasan apa pun tidak dibenarkan pemotongan dana BLSM. “Meskipun tujuannya untuk warga lain yang belum terdata penerima dana BLSM,” ungkapnya.
Hal lain yang membuatnya bingung adalah diberikannya BLSM pada sejumlah warga yang tergolong tak miskin. “Mereka punya motor dan rumah sendiri tapi dikasih BLSM. Sedangkan janda tua yang hidup sendiri tak dapat bantuan itu,” kata Daya.
Sementara tokoh masyarakat Sukasari yang tak mau disebutkan namanya mengatakan prihatin pembagian BLSM di Desa Sukasari sangat kacau dan tidak tepat sasaran.
“Malah warga mampu yang kebanyakan mendapatkan BLSM. Sementara warga tak mampu yang cacat, jompo dan janda tua tidak mendapatkan BLSM,” sesalnya.
Sementara itu, Camat Sukasari, Asmita BSc yang dikonfirmasi mengatakan, tidak tahu menahu adanya pemotongan dana BLSM tersebut. “Secara aturan memang tidak diperbolehkan BLSM dipotong,” ujar Asmita.
Menurut Asmita, jika hal tersebut benar terjadi di Desa Sukasari, maka itu bukan perintah maupun inisiatif dirinya sebagai camat. “Mungkin itu kebijakan kepala desa sendiri atau hasil musyawarah dengan para penerima BLSM,” jelasnya.
"Jadi, tolong jangan sangkut pautkan pemotongan BLSM dengan pihak kecamatan. Pihak kecamatan sama sekali tidak mengetahui soal terjadinya pemotongan tersebut,” sambungnya. (hya/din)
BACA ARTIKEL LAINNYA... BPOM Temukan 10 Barang Kedaluwarsa di Hypermart
Redaktur : Tim Redaksi