jpnn.com, TARAKAN - Pemerintah pusat mulai menggelontorkan dana kelurahan pada 2019 ini. Di Kota Tarakan misalnya, masing-masing kelurahan diberi jatah Rp 350 juta.
Lurah Juata Permai Opniel Sangka mengatakan sebelumnya sudah mendengar dan membahas bersama instansi terkait termasuk kecamatan mengenai dana tersebut.
BACA JUGA: Dana Kelurahan, Tiap RW Bakal Dapat Kucuran Rp 389 Juta
“Kami juga sudah melihat Permendagri (Permendagri 130/2018) itu walaupun secara resmi belum kami terima. Yang jelas kami juga menunggu arahan dari instansi terkait dan kecamatan, apakah sudah ada, teknisnya seperti apa?” ujar Opniel kepada Radar Tarakan (Jawa Pos Group).
Sejauh yang ia ketahui, sesuai dengan isi Permendagri Nomor 130 Tahun 2018 tentang Kegiatan Pembangunan Kelurahan, dana kelurahan ini diperuntukkan bagi pembangunan sarana dan prasarana, juga pemberdayaan masyarakat.
BACA JUGA: Bu Risma Pesan Hati-Hati Gunakan Dana Kelurahan
“Misalnya saja perbaikan posyandu, poskamling, jalan-jalan lorong termasuk semenisasi. Dana kelurahan baru tahun ini yang digelontorkan dari APBN,” katanya.
Apalagi di wilayah Kelurahan Juata Permai ini masih banyak jalan yang belum tersentuh semenisasi. Beberapa titik di wilayahnya pun termasuk daerah rawan longsor.
BACA JUGA: Kronologis Pemotor Terseret Mobil saat Kecelakaan Maut
Informasi yang ia terima masing-masing kelurahan di Tarakan menerima anggaran sekitar Rp 350 juta. Anggaran yang dirasa sangat terbatas untuk membangun suatu kelurahan ini, perlu dimaksimalkan dan diarahkan penggunaannya pada hal yang prioritas.
“Ada daerah yang rawan longsor, karena defisit sehingga tidak dapat ditanggulangi oleh pemerintah. Jadi kalau memang dana kelurahan itu cukup, kami akan arahkan ke sana. Tapi kalau tidak cukup, kami tidak bisa paksakan karena sesuai dengan mekanisme dan aturan anggaran itu,” bebernya.
Apakah angka Rp 350 juta ini cukup? Menurutnya, merasakan pembangunan secara bersamaan dan dalam tahun yang sama pastinya tidak memungkinkan dengan anggaran sebanyak itu. Kecuali pembangunan ini dilakukan secara bertahap.
“Tentu ini tidak cukup, misalnya membangun di lingkungan kantor saja tidak cukup, apalagi untuk membangun lingkungan masyarakat. Makanya penggunaannya dimaksimalkan dengan melihat yang mana lebih prioritas,” jelasnya.
Dana kelurahan ini pun tak serta merta langsung dibagikan kepada masing-masing lingkungan RT yang ada di dalamnya. Tetapi duduk bersama, berunding dan menentukan dana kelurahan ini diarahkan ke titik yang mana sesuai dengan hasil kesepakatan.
“Di sini ada 21 RT, jadi tidak langsung kami bagi-bagikan ke 21 RT itu. Terkait data-data musrenbang yang diusulkan ketua RT, kembali kami berembuk, apakah data sebelumnya ada perubahan atau tidak, yang mana diprioritaskan,” katanya.
Dalam hal ini pun perlu memberikan pemahaman kepada ketua RT, bahwasanya dana yang ada ini terbatas. Maka ia berkomitmen dalam penggunaan dana kelurahan melibatkan semua unsur yang ada, arah pembangunan sesuai dengan hasil kesepakatan bersama.
“Kami harus memberikan pemahaman ke ketua RT kalau dana ini terbatas, dan tidak langsung membagi rata ke semua RT. Bisa jadi ada yang butuh dana kecil, dana besar dan prioritas. Jadi kembali lagi kepada kesepakatan bersama,” urainya.
Terlepas dari permasalahan infrastruktur, lembaga kemasyarakatan, khususnya karang taruna dan lembaga pemberdayaan masyarakat (LPM) di Juata Permai ini pun kembali direncanakan dalam tahun ini. Lembaga ini sempat vakum dua tahun, dan sumber anggaran tidak begitu mendukung.
“Kami sudah planning-kan di tahun ini karang taruna dan LPM pemilihan kepengurusan yang baru. Karena memang dua tahun lalu SK sudah berakhir, jadi rencananya pemilihan kembali. Sumber APBD tidak ada dan memang anggaran terbatas,” katanya.
Lantas sejauh ini seperti apa anggaran di kelurahan? Sesuai dengan Undang-Undang (UU) Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah, kelurahan bukan lagi satuan kerja perangkat daerah (SKPD). Sehingga penganggarannya pun mengikut dari kecamatan.
“Jadi dalam keadaan defisit Tarakan, untuk arah pembangunan sarana dan prasarana hampir tidak ada. Bahkan untuk operasional di kelurahan, seperti BBM menjadi tanggung jawab masing-masing. Tapi kami tetap bersemangat dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat,” jelasnya.
Dengan adanya dana kelurahan ini akan digunakan sebaik mungkin. Dengan harapan ke depannya dana kelurahan ini terus ada, sehingga pembangunan di lingkungan masyarakat tuntas dilakukan. Namun yang terpenting diimbangi dengan mekanisme dan tata cara penggunaan dana, agar tidak terjadi penyelewangan.
“Jadi kami harus memastikan arahnya dana ini ke mana sesuai dengan kesepakatan bersama. Makanya nanti lembaga kemasyarakatan yang sudah ada, juga bisa memberikan masukan terkait penggunaan dana kelurahan ini. Semua mitra memang harus dilibatkan, supaya penggunaannya sesuai dengan mekanismenya,” tegasnya.
Sementara itu, Lurah Kampung Enam Mailani mengatakan rencana penggunaan dana kelurahan tersebut mengarah pada perbaikan infrastruktur atau semenisasi jalan dan rehabilitasi pos pelayanan terpadu (posyandu).
“Apakah dananya cukup atau tidak, kami cukupkan. Kalau bilang kurang, pasti kurang sekali,” kata Mailani.
Dana kelurahan sekitar Rp 350 juta itu, tahap pertama di 2019 ini kemungkinan untuk menangani pembangunan di dua RT dari 15 RT yang ada di Kelurahan Kampung Enam. Dengan harapan, ke depan dana kelurahan ini terus digelontorkan setiap tahunnya sehingga dapat menyelesaikan pembangunan di lingkungan masyarakat hingga tuntas.
“Tahun ini mungkin baru dua RT yang ditangani, tapi harapannya setiap tahunnya dana kelurahan ini terus ada,” harapnya.
Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Tarakan menilai dana yang digelontorkan ke masing-masing kelurahan masih kurang. DPRD menginginkan adanya dana sebanyak Rp 2 miliar kepada setiap kelurahan di Kota Tarakan.
Ketua DPRD Tarakan Salman Aradeng mengatakan, bahwa pihaknya mengapresiasi pemerintah pusat yang sudah memberikan bantuan dana kelurahan, sebab telah membantu APBD.
Pada dasarnya, cakupan penggunaan dana kelurahan dikatakan Salman sama seperti penggunaan dana organisasi perangkat daerah (OPD).
Meski begitu, Salman mengharapkan agar pemberian dana kelurahan dapat lebih besar dari dana desa, mengingat kebutuhan masyarakat perkotaan jauh lebih banyak dibanding masyarakat di pedesaan. “Jadi kalau bisa satu kelurahan itu diberi Rp 2 miliar, kami minta ditambah,” katanya.
Melalui hal tersebut, Salman mengharapkan agar dana kelurahan dapat dimaksimalkan oleh pihak kelurahan dan bermanfaat bagi masyarakat. Sehingga pemerintah pusat dapat meneruskan bantuan dana kelurahan tersebut setiap tahunnya dan menambah anggaran dana kelurahan di tahun depan.
“Ya harus dimaksimalkan anggarannya, mudah-mudahan bisa digunakan untuk kepentingan masyarakat banyak, karena ini penting dan sangat membantu,” urainya.
Sejumlah OPD menyambut baik dana kelurahan. Dana kelurahan dianggap dapat meringankan tanggung jawab OPD.
Kepala Dinas Kesehatan (Dinkes) Tarakan Subono Samsudi mengungkapkan, kehadiran dana kelurahan membuat OPD bisa lebih fokus menjalankan program fisik saja karena program non-fisik sudah dapat dialihkan ke pihak kelurahan.
“Menurut saya bagus, kan untuk menyelesaikan permasalahan di kelurahan masing-masing. Kalau di sisi kesehatan, kan masih banyak juga masalah yang bisa ditangani kelurahan. Misalnya masalah pencegahan demam berdarah dengue (DBD) atau pembuatan jamban dan saluran air setiap desa. Mungkin lebih ke kegiatan non-fisik yah, seperti kegiatan kerja bakti atau sosialisasi,” terangnya.
Mengenai adanya anggaran yang mungkin beralih, ia menerangkan sumber dana kelurahan pastinya lain. Sehingga hal tersebut dianggap tidak begitu memengaruhi operasional OPD.
“Dari sisi kesehatan kami kan melakukan pelayanan di tingkat kelurahan melalui puskesmas. Artinya selama ini memang boleh dikatakan berjalan dengan baik karena ada bantuan operasional kesehatan (BOK) di masing-masing puskesmas,” tuturnya.
Dana kelurahan dapat mengurai OPD yang kewalahan menjalankan beberapa program yang menurutnya di luar tupoksi.
“Memang yah kalau kita melihat permasalahan tetap saja ada. Soalnya ada beberapa masalah yang laten lah di Kota Tarakan. Misalnya DBD. DBD selama ini walaupun untuk tahun 2017 dan 2018 kasus DBD menurun, tetapi korban per tahun masih sekitar 4-5 orang. Artinya masih cukup tinggi. Kemudian masalah sanitasi kan memang terkait dengan kesehatan walaupun untuk kegiatan pembangunan fisiknya bukan ranahnya Dinas Kesehatan,” tuturnya.
Dana kelurahan, kata dia, bisa menangani masalah masyarakat pesisir yang sebagian besar belum memiliki jamban sehat. Subono pun mengungkap tak ada sedikit pun krisis kepercayaan terhadap OPD dengan adanya dana kelurahan.
“Kami sangat mendukung. Jadi artinya kami hanya memberi masukan dari bidang kami terkait permasalahan di wilayah mana dan masalahnya apa. Kami siap memberikan data dan solusi hasil kajian kami. Nah mungkin dengan adanya dana kelurahan tentu banyak membantu program OPD,” jelasnya.
Kepala Dinas Perdagangan, Koperasi, Usaha Kecil dan Menengah (Disdagkop-UKM) Tarakan Tajuddin Tuwo menyambut baik kehadiran dana kelurahan. Menurutnya kelurahan lebih berkompeten dalam pendekatan persuasif kepada masyarakat. Hal tersebut karena sebagian besar OPD terfokus pada permasalahan ekstern sehingga OPD membutuhkan koordinasi untuk menjalankan program di tengah masyarakat lebih maksimal.
“Iya bagus juga, kan tidak semua OPD yang bisa rutin menyentuh langsung ke masyarakat. Contohnya UKM kita tentu kesulitan menjangkau pelaku UKM satu per satu ke rumah-rumah atau masalah penimbunan gas LPG. Sehingga dalam kegiatan kami hanya mengumpulkan pelaku usaha di suatu tempat dan memberikan sosialisasi. Mungkin dengan adanya dana kelurahan diharapkan pihak kelurahan dapat berkoordinasi dengan kami mengontrol perkembangan UKM di masyarakat,” tuturnya.
Menurutnya, hadirnya dana kelurahan dimaksudkan agar program pemerintah bisa berjalan lebih efektif. “Kami menganggapnya ini terobosan bagus. Karena dengan berkoordinasi tentu dapat berjalan lebih baik,” ujarnya. (*/one/*/shy/*/zac/lim)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Mimpi Istri Kandas di Tawau
Redaktur & Reporter : Soetomo