Dana Otsus Aceh Jangan Dinikmati Sekelompok Elit

Senin, 18 Agustus 2014 – 01:27 WIB

jpnn.com - JAKARTA - Pengamat politik dari Universitas Nasional (Unas) Jakarta, Firdaus Syam, menilai, dalam beberapa tahun belakangan pasca MoU Helsinki, kekuasaan di Aceh hanya berputar di sekelompok elit tertentu saja.

Kelompk elit ini adalah mantan kombatan Gerakan Aceh Merdeka (GAM). Firdaus mengingatkan, era oligarki ini harus segera diakhiri. Alasannya, generasi muda Aceh yang sekarang ini, adalah generasi baru yang menuntut kesetaraan.

BACA JUGA: Bendera Naik Turun, Paskibra Menangis Histeris

Jika era oligarki tidak segera diakhiri, Firdaus mengatakan, bakal muncul konflik antara generasi muda sekarang, dengan genasi "turun gunung" yang saat ini masih menguasai kekuasaan dan sumber daya ekonomi di Aceh, termasuk gelontoran dana Otsus.

"Pasca perubahan politik di Aceh, muncul sekelompok elit yang merasa paling berjasa menikmati perubahan ini. Oke, itu di masa euforia. Tapi cukup sampai di sini, era oligarki harus diakhiri. Generasi turun gunung harus juga memperhitungkan generasi muda sekarang yang menuntut kesetaraan, menuntut adanya kesejehteraan untuk semua masyarakat Aceh, bukan hanya untuk generasi turun gunung itu," ujar Firdaus Syam kepada JPNN kemarin (17/8).

BACA JUGA: Jalan Licin, Bus Kurnia Tergelincir ke Sawah

Firdaus mengatakan hal tersebut saat dimintai tanggapan terhadap alokasi dana otsus Aceh 2015 yang menurut RAPBN 2015 sebesar Rp 7 triliun. Sebelum menjawab hal tersebut, Firdaus menguraikan mengenai catatan kritisnya terhadap penggunaan dana otsus Aceh selama ini.

Firdaus menilai, penggunaan dana otsus di Aceh selama ini belum dinikmati masyarakat luas. Dia menyebut, dana otsus masih banyak dinikmati "generasi turun gunung".

BACA JUGA: 1964 Napi se-NTT dapat Remisi

Nah, ke depan, dengan dana Rp 7 triliun itu, Firdaus berharap penguasa di Aceh memberikan perhatian kepada paling tidak tiga kelompok masyarakat.

Pertama adalah petani dan nelayan. Firdaus mengatakan, pemberdayaan petani dan nelayan di Aceh sangat penting dilakukan.

Kedua, kelompok pemuda dan mahasiswa, dengan program-program kewirausahaan. Ketiga, kalangan akademisi di kampus-kampus yang ada di Aceh.

"Elit Aceh harus merangkul kalangan akademisi. Mereka harus dilibatkan dalam proses-proses pengambilan keputusan. Di sisi lain, kalangan kampus harus mulai berani bicara," cetus dia.

Firdaus mengajak kalangan kampus untuk menjadikan momen HUT Kemerdekaan RI tahun ini sebagai awal membangun kesadaran bersama bahwa Aceh memang punya andil besar terhadap berdirinya NKRI. Tapi, lanjutnya, perubahan paradigma di Aceh pasca MoU Hensinki yang sudah dicapai, harus terus diingatkan agar dikembalikan ke tujuan awalnya.

"Bahwa perubahan yang terjadi harus bisa dinikmati oleh seluruh masyarakat Aceh," ujarnya.

Firdaus mengaku, dalam kunjungannya ke Aceh beberapa waktu lalu, menangkap adanya aspirasi kuat dari rakyat Aceh yang menghendaki segera diakhirinya era oligarki.

"Obrolan di warung kopi, obrolan di terminal, rakyat menuntut era oligarki harus diakhiri. Jadi, sudahlah, jangan ada lagi sekelompok elit yang merasa paling berjasa dan merasa paling berhak menikmati perubahan di Aceh ini," pungkas pria bergelar doktor itu. (sam/jpnn)

 

BACA ARTIKEL LAINNYA... Jalanan Licin, Bus Terperosok ke Sawah


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler