JAKARTA - Pakar Hukum Tata Negara, Margarito Kamis mengatakan, pemungutan suara ulang (PSU) Pemilihan Kepala Daerah Morowali, Sulawesi Tengah (Sulteng) 13 Maret lalu tidak sah. Menurut Margarito, pesta demokrasi itu dibiayai oleh dana tidak jelas.
"Pemungutan Suara Ulang Pilkada Morowali, Sulteng, tidak sah karena dibiayai oleh dana tidak jelas alias illegal, sebab tidak ada dalam APBD," kata Margarito Kamis, saat diskusi bertema "Mencegah Penghamburan Dana Negara", di press room DPR, Senayan Jakarta, Selasa (2/4).
Dijelaskan Margarito, Pilkada di Marowali, Sulteng dilakukan pemungutan suara ulang (PSU). Namun ternyata dalam APBD Morowali tidak dianggarkan untuk pelaksanaan PSU.
"Karena tidak ada di APBD, kemudian kepala daerah motong anggaran SKPD-SKPD. Bagaimana ini bisa dijelaskan?," tanya Margarito.
Selain itu lanjut Margarito mempertanyakan bagaimana kalau PSU itu dibiayai oleh para pengusaha tambang, mengingat daerah Morowali adalah daerah tambang.
Dalam kesempatan yang sama, Direktur Fasilitasi Kepala Daerah dan DPRD Kemdagri, Dodi Riyatmadji mengakui adanya kelalaian untuk memasukan dana di pos PSU tersebut.
Sedangkan Ketua Panja RUU Pilkada Hakam Nadja menyadari selama ini belum ada standarisasi soal anggaran pilkada. "Memang dalam penyelenggaraan pilkada tak ada yang betul-betul standar. Apakah akan dibiayai APBD atau APBN?," kata Hakam Nadja.
Menurut Hakam dalam hitungan DPR dengan Menteri Keuangan dibutuhkan dana sebesar Rp20 triliun hanya untuk Pilkada. (fas/jpnn)
"Pemungutan Suara Ulang Pilkada Morowali, Sulteng, tidak sah karena dibiayai oleh dana tidak jelas alias illegal, sebab tidak ada dalam APBD," kata Margarito Kamis, saat diskusi bertema "Mencegah Penghamburan Dana Negara", di press room DPR, Senayan Jakarta, Selasa (2/4).
Dijelaskan Margarito, Pilkada di Marowali, Sulteng dilakukan pemungutan suara ulang (PSU). Namun ternyata dalam APBD Morowali tidak dianggarkan untuk pelaksanaan PSU.
"Karena tidak ada di APBD, kemudian kepala daerah motong anggaran SKPD-SKPD. Bagaimana ini bisa dijelaskan?," tanya Margarito.
Selain itu lanjut Margarito mempertanyakan bagaimana kalau PSU itu dibiayai oleh para pengusaha tambang, mengingat daerah Morowali adalah daerah tambang.
Dalam kesempatan yang sama, Direktur Fasilitasi Kepala Daerah dan DPRD Kemdagri, Dodi Riyatmadji mengakui adanya kelalaian untuk memasukan dana di pos PSU tersebut.
Sedangkan Ketua Panja RUU Pilkada Hakam Nadja menyadari selama ini belum ada standarisasi soal anggaran pilkada. "Memang dalam penyelenggaraan pilkada tak ada yang betul-betul standar. Apakah akan dibiayai APBD atau APBN?," kata Hakam Nadja.
Menurut Hakam dalam hitungan DPR dengan Menteri Keuangan dibutuhkan dana sebesar Rp20 triliun hanya untuk Pilkada. (fas/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Denny Apresiasi Langkah LPSK Lindungi Saksi Kasus Cebongan
Redaktur : Tim Redaksi