Darah Calon Istri Harus Diperiksa

Selasa, 04 Juni 2013 – 08:20 WIB
TASIK - Seorang pria yang akan menikahi perempuan idamannya disarankan memeriksa kandungan darah calon istri. Hal itu untuk menghindari pembawa sifat Thalasaemia di antara pasangan itu agar tidak menular ke anak mereka.

”Pernikahan pembawa sifat dengan pembawa sifat (sifat thalasaemia) harus dihindari. Ini mata rantainya juga harus diputus. Karena kalau tidak diputus, ini akan terus berputar lagi, ke anak cucu menurun (penyakit Thalasaemia),” ungkap Gubernur Jawa Barat Ahmad Heryawan usai menghadiri peringatan Hari Thalasaemia se-Dunia yang jatuh 2 Juni di Graha Asia, Plaza Asia.

Jika pernikahan sesama pembawa sifat mampu dihindari, kata dia, maka regenerasi penderita Thalasaemia tidak akan terjadi dan bisa ditekan.

Mengendalikan penurunan sifat Thalasaemia itu, pemprov berencana menggulirkan program pemeriksaan darah terhadap siswa tingkat SMA. Alasannya, masa-masa SMA adalah masa peralihan anak mulai berpacaran.

Sebelum pacaran itu berlanjut pada tahap yang lebih serius, siswa harus mengetahui potensi terjadinya Thalasemia mayor jika mereka menikah dengan pasangan sesama pembawa sifat. ”Itu adalah cara untuk mendeteksi Thalasaemia. Sekarang di Provinsi (Jabar) masih untuk perguruan tinggi (screening Thalasaemia) nanti akan kita turunkan ke tingkat SLTA,” tuturnya.

Kata Heryawan, dari 5.500 penderita Thalasaemia di Indonesia, sebanyak 40 persen berada di Jabar.

Wali Kota Tasikmalaya Drs H Budi Budiman memiliki strategi akan membangun komunikasi dengan BUMN dan BUMD mensosialisasikan kepada masyarakat penyakit Thalasemia. Karena, menurutnya, kemungkinan baru 10 persen masyarakat yang mengetahui mengenai penyakit itu.

”Harus kita cegah agar pernikahan dengan sesama pembawa sifat tidak terjadi. Jadi seharusnya sebelum menikah itu ada pembinaan dulu sehingga tidak terjadi pernikahan dengan sesama pembawa sifat Thalasaemia,” kata dia yang kemarin menyumbang Rp 50 juta untuk penderita Thalasaemia.

Thalasaemia merupakan penyakit kelainan darah yang diturunkan dari orang tua. Thalasaemia membuat pengidapnya harus transfusi darah setiap bulan. Hal itu menyebabkan penumpukan zat besi dalam tubuh yang bisa menyebabkan kematian.

Ketua Yayasan Thalasaemia Indonesia Rinie Amaludin SH, MSi, menuturkan pihaknya bertugas mengeluarkan kartu Jaminan Pelayanan Thalasaemia (Jampeltas) bagi penderita, yang dananya bersumber dari APBN.

Sejak tahun 2011 hingga saat ini pihaknya telah mengeluarkan Jampeltas untuk 3.000 penderita Thalasaemia se-Indonesia. ”Jadi kalau yang sekarang (penderita Thalasaemia) ada yang menggunakan Kartu Jamkesmas segera beritahu kami dan ganti menggunakan Jampeltas. Karena pelayanannya berbeda dari kartu ini,” jelas dia.

Penderita Thalasaemia rata-rata harus mendapatkan transfusi sebulan sekali untuk tetap bertahan hidup. Melalui kartu Jampeltas penderita bisa mendapatkan transfusi secara gratis sekaligus dengan obat untuk mengeluarkan penumpukan zat besinya.

Hal itu lantaran penderita yang sudah sering melakukan transfusi akan mengalami penumpukan zat besi dalam tubuhnya. Yang dapat menimbulkan pembengkakan pada organ-orban tubuh seperti hati dan lainnya.

”Thalasemia ini kan, penyakit faktor keturunan yang belum ada obatnya. Untuk memperpanjang usia mereka harus transfusi. Makin sering transfusi maka terjadilah penumpukan zat besi. Jika zat besinya tidak dibuang akan menimbulkan kematian,” jelas Rinie. (pee)

BACA ARTIKEL LAINNYA... DPRD Tak Ngantor, Pegawai Panti Pijat Mengamuk

Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler