Dari Bangkalan, Jadi Idola Kontes IT Internasional di Rusia

Investasikan Uang Hadiah, Modal Usaha Perusahaan Teknologi di Madura

Senin, 15 Juli 2013 – 07:23 WIB
KEBANGGAAN PULAU GARAM: Tim Solite Studio dari kiri, Narenda Wicaksono (mentor Solite Studio), Bagus, Miftah, Ghalib, dan Tony setelah tiba di Bandara Soekarno-Hatta Sabtu (13/7). F-BAYU PUTRA/JAWA POS
Selain garam, Pulau Madura siap mencetak bibit-bibit unggul pakar teknologi kelas dunia. Tim Solite Studio Universitas Trunojoyo membuktikan bahwa harapan itu kini bukan impian semata. Karya mereka mengundang decak kagum penonton dan dinobatkan sebagai runner-up dalam kompetisi TI internasional di Rusia.
 
BAYU PUTRA, Jakarta
 
Kalungan bunga menyambut empat mahasiswa Universitas Trunojoyo Madura, Bangkalan, keluar dari pintu Terminal Kedatangan 2D Bandara Soekarno-Hatta (Soetta) Tangerang, Banten, Sabtu (13/7). Senyum semringah terpancar dari wajah lelah mereka yang baru menempuh perjalanan 14 jam dari Rusia plus transit 3,5 jam di Dubai.
 
Mereka tidak bisa berlama-lama berada di terminal kedatangan. Hanya punya waktu transit dua jam, mereka harus bersiap lagi terbang ke Surabaya malam itu juga. "Selama perjalanan dari Dubai, mereka saya larang tidur," ujar Audience Marketing Manager Microsoft Indonesia Irving Hutagalung yang mendampingi mereka selama berlaga.
 
Ya, jika mereka tidur, sangat mungkin sesampai di Surabaya bakal mengalami jetlag. Perbedaan waktu tiga jam antara Dubai dan Jakarta menjadi penyebab. Empat  mahasiswa itu, Asadullohil Ghalib Kubat, Miftah Alfian Syah, Tony Wijaya, dan Mukhammad Bagus Muslim, hanya tersenyum mengingat pengalaman tersebut.
 
Empat mahasiswa itu banyak bersyukur karena perjalanan panjang dan berkompetisi selama empat hari di Imagine Cup 2013 di St Petersburg, Rusia, pada 8"12 Juli  tidak sia-sia. Mereka meraih penghargaan sebagai pemenang kedua pada kompetisi tahunan yang diikuti tim-tim teknologi informasi terbaik dari puluhan negara di seluruh dunia. Imagine Cup merupakan ajang kompetisi TI internasional yang dihelat oleh raksasa teknologi Microsoft.
 
Dalam ajang tersebut, mereka bersaing dengan 86 tim mahasiswa dari 71 negara yang mengikuti beberapa kategori. Karya mereka Save The Hamsters menjadi pemenang kedua dalam kategori games competition. Selain penghargaan, mereka membawa pulang uang USD 10.000 atau sekitar Rp 100 juta.
 
Kemenangan itu merupakan buah dari perjuangan panjang mereka beberapa tahun belakangan. Ghalib dkk adalah mahasiswa Jurusan Teknik Informatika Universitas Trunojoyo angkatan 2009. Kegilaan terhadap teknologi membuat mereka aktif mengikuti berbagai pelatihan yang dihelat Microsoft di berbagai kota.
 
Pada 2011, Ghalib dkk mengikuti kompetisi dan workshop yang diadakan Microsoft di Jogjakarta. "Saat itu kami belum tahu apa-apa soal kompetisi dan akhirnya pulang tanpa membawa apa-apa," tutur Ghalib. Kala itu personel mereka lebih dari empat orang. Setahun kemudian mereka mendengar kabar ada kompetisi serupa yang diadakan sebuah perusahaan ponsel.
 
Tim Solite Studio lalu mengikuti kompetisi tersebut dengan formasi empat orang yang akhirnya awet hingga kini. Dalam kompetisi yang dihelat di Jakarta itu, mereka meraih juara. Berbekal modal juara itu, mereka semakin percaya diri mengikuti seleksi Imagine Cup tingkat nasional.
 
Ide membuat game tersebut berasal dari diskusi antara Ghalib dan Miftah. Dari situ diputuskan memadukan permainan dengan matematika. Tokoh hamster (binatang pengerat) dipilih karena karakternya lucu dan paling sesuai. Game Save The Hamsters pun dibuat pada Februari lalu.
 
Mereka berempat berbagi tugas. Ghalib sebagai leader. Miftah menjadi programmer. Tony menjadi game designer yang merancang level permainan. Sedangkan Bagus menjadi game artist yang menangani desain grafis dan gambar dalam game itu.
 
Yang paling sulit adalah saat memadukan setiap gerakan hamster dengan hitungan matematika. Setelah beberapa kali melakukan modifikasi, selesailah game tersebut. Dalam seleksi Imagine Cup yang digelar April lalu, Solite Studio mengalahkan dua tim asal ITB di final sehingga berhak maju ke level dunia.
 
Apa yang membuat game Save The Hamsters menarik?  Jawa Pos yang mencoba permainan tersebut melihat tampilan yang menarik dan cara permainan yang menantang. Save The Hamster menceritakan sebuah mobil yang sedang bepergian dan tidak sengaja menjatuhkan kotak berisi hamster dalam perjalanannya. Hamster tersebut terjatuh satu per satu di berbagai tempat, mulai hutan, pantai, gurun, hingga di tempat bersalju. Pemain nanti harus membantu hamster menemukan jalan pulang dan menyelesaikan rintangannya.
 
Game itu memiliki dua mode permaianan, yakni orginal dan adventure. Pada mode original, pemain harus menghancurkan boks, tali, dan beberapa objek lain yang menghalangi hamster menuju rumahnya. Selain itu, setiap hamster memiliki angka pada tubuhnya dan pemain harus menempatkan hamster pada tempatnya sesuai dengan simbol matematika yang ada di tanah.

Sedangkan untuk mode adventure, pemain harus menghindari musuh dan mengambil kunci berisi angka yang tepat sesuai dengan kombinasi angka yang terdapat pada layar. Hal unik dari Save The Hamster ini, pemain dapat menyusun boks, tali, hamster, dan objek-objek lainnya, kemudian menjalankannya, serta menyimpannya menjadi sebuah level baru.
 
Meskipun game Save The Hamsters sudah dirilis di Windows Phone Market pada 21 Juni 2013 dan Windows 8  pada 24 Juni 2013, demi tampil baik di level internasional, tim Solite Studio menjalani karantina satu setengah bulan di Jakarta. "Kami hanya memoles nonteknis, antara lain, kemampuan presentasi dan attitude. Urusan teknis mereka sudah oke," jelas Irving yang kemarin mendampingi mereka saat diwawancarai.
 
Hasilnya pun memuaskan. Modal Solite Studio cukup kuat karena program bikinan mereka sudah masuk di pasaran dan di-download 30 ribu kali. Saat berlaga di Rusia, apresiasi penonton pun tinggi. Apresiasi yang sama juga diberikan kepada beberapa peserta lain. Juri pun tidak ragu mengganjar mereka dengan pemenang kedua.
 
Ghalib mengatakan, saat pengumuman pemenang, mereka mengambil tempat di barisan terdepan. "Kami sudah membentangkan bendera Merah Putih saat itu," ujar pemuda 22 tahun itu sembari menyesap minuman di sebuah stan restoran di Terminal 3 Bandara Soetta. Mereka sudah yakin bakal menjadi juara karena dukungan banyak audiens.
 
Ketika tim Solite Studio disebut sebagai runner-up, spontan Ghalib dkk melakukan sujud syukur. Aksi mereka itu pun menjadi perhatian peserta yang lain. Kali  pertama sepanjang tujuh kali keikutsertaan Indonesia di ajang tersebut bendera Merah Putih berkibar di atas panggung kemenangan. Mereka hanya kalah oleh tim Zeppelin Studio asal Austria yang mengandalkan game Schein.
 
Senjata mereka dalam menghadapi persaingan di tingkat dunia hanya dua, yakni rendah hati dan percaya diri. "Prinsip kami berempat, yang bisa dilakukan oleh orang yang tidak bisa itu hanya belajar," lanjut anak kedua di antara empat bersaudara itu. Mereka rela pergi ke berbagai kota dua"tiga hari demi mengikuti workshop teknologi.
 
Ketika berhadapan dengan juri, mereka sudah percaya diri karena Save The Hamster sudah masuk di pasaran. Juri yang mengetahui game tersebut sudah ada di pasar tentu menanyakan hal yang berbeda dengan produk yang masih berupa prototipe.
 
Menurut Ghalib, banyak pengalaman yang mereka dapat selama berada di Rusia. Menjalani awal Ramadan misalnya. Setelah berkonsultasi dengan mahasiswa Indonesia yang tinggal di Rusia, mereka terpaksa tidak berpuasa. "Biar tidak sakit selama mengikuti kompetisi," urainya.
 
Bagaimana tidak, di St Petersburg saat ini musim panas. Matahari terbit sekitar pukul 03.00 dan terbenam pukul 12 malam. Itu berarti puasa di sana dijalani lebih dari 20 jam. Belum lagi suhu di sana yang bisa mencapai 40 Celsius.
 
Meski begitu, keikutsertaan mereka di ajang tersebut sangat disyukuri oleh Ghalib dkk. Mereka bisa bertemu dan berinteraksi dengan mahasiswa IT dari seluruh penjuru dunia. Bahkan, Miftah sang programmer di Solite Studio memiliki banyak fans di sana. Tidak sedikit peserta dari negara lain yang gemas melihat wajahnya.
 
"Banyak yang minta foto bareng dia," tutur Irving disambut tawa seluruh anggota Solite Studio. Miftah yang postur tubuhnya paling pendek dan gemuk jika dibandingkan dengan tiga rekannya itu pun hanya bisa tersipu.
 
Di sela kompetisi, mereka juga menyempatkan diri mengunjungi beberapa lokasi wisata. Misalnya, ke Istana St Petersburg hingga beberapa pedesaan di kota tersebut
 
Lantas, mau diapakan hadiah Rp 100 juta itu? Ghalib mengatakan, mereka sudah bersepakat menginvestasikan uang tersebut untuk membuat perusahaan di bidang teknologi. "Kami ingin memberdayakan potensi teman-teman asal Madura di bidang teknologi," ucapnya disambut anggukan mantap tiga rekannya. (*)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Menikah Pertama Usia 15 Tahun, Anak Capai 100 Orang

Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler