Daripada Digugat ke MK, Pansus RUU Pemilu Diminta Akomodatif

Selasa, 10 April 2012 – 17:50 WIB

JAKARTA - Ketua Umum Partai Damai Sejahtera (PDS) Denny Tewu berharap pertemuan Barisan Partai Non-parlemen dengan Pansus DPR untuk RUU Pemilu cukup di gedung DPR ini saja dan tidak berulang nantinya di Mahkamah Konstitusi (MK).

Maksudnya, agar begitu UU Pemilu disahkan tidak digugat ke MK, Pansus RUU Pemilu harus bersikap akomodatif dalam merumuskan RUU Pemilu dengan cara tidak diskriminatif terhadap partai-partai politik yang kini berada di luar parlemen.

"Partai politik di luar parlemen sesungguhnya tidak ingin pertemuan ini nantinya berlanjut ke MK karena hasil kerja Pansus RUU Pemilu menghasilkan produk hukum yang kontraproduktif. Karena itu, kami sangat berharap Pansus DPR harus bersikap akomodatif dalam merumuskan RUU Pemilu," kata Denny Tewu saat rapat dengar pendapat (RDP) Barisan Partai Non-parlemen dengan Pansus RUU Pemilu, di gedung DPR, Senayan Jakarta, Selasa (10/4).

Denny Tewu mengungkap sejumlah substansi dari RUU Pemilu yang berpotensi dibawa ke MK. Masalah rencana penerapan angka parliementary threshold (PT) dan memberlakukannya secara nasional misalnya.

"PT dalam perkembangan di Pansus DPR mengerucut pada angka 3,5 persen tanpa ada argumentasi akademiknya. Berdasarkan kajian sejumlah LSM dalam dan luar negeri menemukan besaran PT pada kisaran 1,03 persen dan menerapkan Fraksional Threshold," kata Denny Tewu.

Demikian juga halnya dengan gagasan penerapan PT secara nasional yang jelas-jelas tidak sesuai dengan eksistensi Indonesia sebagai negara kepulauan terbesar di dunia dengan penyebaran penduduk yang tidak merata.

"Ambang batas masuk parlemen yang tinggi dan diberlakukan secara nasional, membuat hak politik di provinsi atau daerah tertentu diabaikan sehingga rakyat merasa tidak menjadi bagian dari NKRI. Itu tidak memenuhi asas proporsionalitas dan bertentangan dengan Undang-Undang Dasar 1945," tegas Denny Tewu.

Kalau asas proporsionalitas politik diabaikan dalam sebuah proses demokrasi, lanjutnya, Timor Leste babak kedua kembali terjadi di Indonesia.

Terkait argumentasi yang mengatakan banyaknya partai politik di parlemen akan memperlemah penguatan sistem presidensial, menurut Denny hal tersebut terlalu mengada-ada.

"PDS salah satu partai pendukung penguatan sistem presidensial dan efektivitas kerja parlemen. Caranya lakukan fraksional threshold bagi partai politik untuk membentuk fraksi di parlemen. Hal itu akan meminimalisir partai politik yang suka menonjolkan institusinya," saran Denny.

Dia juga mengkritisi aturan yang mengharuskan partai nonparlemen kembali diverifikasi dan pada saat yang sama memberi hak-hak khusus bagi partai yang kini ada di parlemen untuk tidak diverifikasi.

"Ini diskriminatif. Padahal, Pasal 8 ayat 2 Undang-Undang Nomor 10 tahun 2008 tentang Pemilu mengatur partai politik peserta pemilu pada pemilu sebelumnya dapat menjadi peserta pemilu berikutnya," ungkap Denny Tewu. (fas/jpnn)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Sulit Menyatukan Parpol Terkait RUU Pemilu


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler