Data Ekonomi Amerika Serikat Ngeri-Ngeri Sedap, The Fed Masih Agresif?

Selasa, 02 Agustus 2022 – 12:31 WIB
Ketua Fed Jerome Powell pada pertemuan penentuan suku bunga acuan. Ilustrasi/Foto: ANTARA/REUTERS/Elizabeth Frantz

jpnn.com, JAKARTA - Data ekonomi Amerika Serikat yang dirilis Senin (1/8) beragam. Departemen Perdagangan AS melaporkan bahwa pengeluaran untuk proyek konstruksi AS turun 1,1 persen pada Juni, penurunan terbesar dalam lebih dari satu tahun.

Penurunan itu terjadi lantaran pengeluaran untuk konstruksi publik jatuh pada tingkat tertinggi dalam lebih dari lima tahun.

BACA JUGA: The Fed Sudah Bertindak, Apa yang Akan Terjadi dengan Ekonomi Indonesia?

Indeks Manajer Pembelian (PMI) Manufaktur S&P Global Amerika Serikat yang disesuaikan secara musiman tercatat 52,2 pada Juli, turun dari 52,7 pada Juni dan secara umum sejalan dengan perkiraan yang dirilis sebelumnya di 52,3.

Institute for Supply Management (ISM) mengatakan indeks aktivitas manufaktur turun sedikit menjadi 52,8 pada Juli dari 53,0 pada Juni, level terendah sejak Juni 2020.

BACA JUGA: Perry dan Sri Mulyani Sependapat soal Pertumbuhan Ekonomi, Kabar Baik, nih!

Melihat data-data ekonomi Amerika Serikat (AS) Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo memperkirakan Bank Sentral Federal Reserve System (The Fed) tak akan lagi agresif dalam meningkatkan suku bunga acuan.

Sebab, The Fed mempertimbangkan peningkatan risiko resesi di Negeri Paman Sam.

BACA JUGA: Sah! The Fed Pacu Suku Bunga Acuan 75 Basis Poin

"Ini yang memang menjadi asesmen baik dari BI maupun pasar dengan kemarin adanya kenaikan suku bunga yang agresif dari Fed," ujar Perry dalam Konferensi Pers Hasil Rapat Berkala Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK) III Tahun 202 di Jakarta, Senin (1/8).

Adapun Fed baru saja meningkatkan suku bunga acuan sebesar 75 basis poin (bps) dalam pertemuan Juli 2022 sehingga bunga kebijakan The Fed kini menjadi 2,25 persen hingga 2,5 persen.

Dalam pertemuan tersebut pada awalnya Ketua Fed Jerome Powell meyakini AS masih jauh dari resesi.

Namun, sehari setelahnya Negeri Adidaya memasuki resesi teknikal usai rilis data Produk Domestik Bruto (PDB) triwulan II-2020 yang mencatat kontraksi 0,9 persen (year-on-year/yoy) sehingga menjadikan adanya pertumbuhan negatif dua kuartal beruntun.

Perry memproyeksikan The Fed akan meningkatkan suku bunga acuan lebih rendah, yakni 50 bps pada pertemuan berikutnya di September 2022.

"Memang ada upward risk kenaikan bunga acuan sebesar 75 bps pada bulan September 2022, tapi dengan risiko data resesi kemungkinannya adalah 50 bps," tuturnya.

Selanjutnya pada triwulan keempat tahun ini, Perry memperkirakan Otoritas Moneter AS akan menaikkan bunga acuan dengan tingkat yang lebih rendah lagi, yakni 25 bps atau 50 bps.

Kendati, bank sentral negara lain ramai-ramai menaikkan suku bunga acuan, tetapi tidak menjadikan BI otomatis meningkatkan suku bunga kebijakan pula.

"Semuanya tergantung kondisi di dalam negeri, kebijakan suku bunga BI didasarkan pada proyeksi inflasi inti dan pertumbuhan ekonomi," tegas Perry. (antara/jpnn)


Redaktur & Reporter : Elvi Robiatul

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler