Datang Tidak Terduga, Pergi Entah ke Mana

Kamis, 06 Agustus 2009 – 07:31 WIB

  Meski kehidupan Mbah Surip lebih banyak menggelandang dan jauh dari kesan mapan, dia sangat perhatian kepada anak-anaknyaInilah kesaksian orang-orang yang pernah dekat dengan pria bernama asli Urip Ahmad Ariyanto itu

BACA JUGA: Kesaksian Kerabat Dekat Mbah Surip dari Kampung Halaman di Mojokerto



Agung Putu-Sugeng Sulaksono, Jakarta


"Dulu itu dia bisa menjadi seorang yang datang tidak diduga, pergi juga entah ke mana," cerita Mamiek Prakoso, komedian anggota Srimulat
Mamiek adalah salah satu saksi yang mengetahui secara persis bagaimana Mbah Surip berjuang hidup di Jakarta

BACA JUGA: Kesaksian Kerabat Dekat Mbah Surip dari Kampung Halaman di Mojokerto


Di mata Mamiek, gaya hidup Mbah Surip itu mengherankan sekaligus memprihatinkan
"Tapi, begitulah yang dia suka

BACA JUGA: Nazly Hilmy PhD, Pelopor Berdirinya Bank Jaringan di Indonesia

Ternyata yang seperti itu yang membuat dia bahagia," ujarnya, sesaat setelah Mbah Surip meninggal dunia di rumahnya, Kampung Makassar, Jakarta Timur, Rabu (4/8).

Sebelum meninggal, Mbah Surip sempat bercerita bahwa ternyata tidak ada bedanya makan mahal seharga Rp 200 ribu sampai Rp 400 ribu satu porsi di hotel berbintang dengan makan di pinggir jalanMamiek mengungkapkan, justru Mbah Surip merasa lebih nikmat menumpang makan di rumah teman atau warung nasi biasa"Dia ngajak si Varid (Wahyu), anaknya itu, untuk makan di rumah saja, lebih nikmatBuat dia, tidur di hotel bintang lima sama di tikar di lantai rumah memang tidak ada bedanyaYang dia nikmati bukan tempatnya, tapi tidurnya," cerita Mamiek.

Kedatangan Mbah Surip ke rumahnya untuk kali terakhir itu saja sangat di luar dugaanSebab, kata Mamiek, terakhir dia datang berkunjung sudah terbilang lamaDia hanya mengetahui perkembangan Mbah Surip dari perjalanan karirnya yang mulai sering diwawancarai media.

Toh, kata Mamiek, ketika hidup tinggal di banyak tempat secara tidak pasti dan sering tidur di emperan, Mbah Surip tetap bertanggung jawab kepada keluarga"Dia memang jarang cerita soal keluargaTapi, setahu saya, anak-anaknya sekolahnya tinggi semuaDengan keadaan begitu banyak yang tidak tahu bahwa dia seorang ayah yang sukses bagi anaknya,"

Pengalaman Timur Priyono, pencipta lagu yang juga teman akrab Mbah Surip, tidak jauh berbedaMenurut Timur, sejak kenal pada 1996, saat menginap Mbah Surip tidak memilih tidur di kasur kamar yang empuk"Dia malah tidur di ayunan pohon yang berjaring-jaringItu lho, yang diikat di pohonYang penting buatnya ada kopi," kenang pria berambut gondrong itu.

Setelah satu malam tidur di rumahnya, kata pencipta lagu Happy Lagi itu, malam berikutnya Mbah Surip sulit ditebak akan tidur di mana"Dia itu temannya banyakSangat banyakDia itu nggak peduli, mau itu pelukis, penyanyi, penari, semuanya jadi teman," jelasnya.
Menurut Timur, sulit dipahami bagaimana cara Mbah Surip berkenalan lalu cepat akrab dengan orang lain"Yang saya tahu, hanya mendatangi orang lain lalu bilang, "Apa kabar" I love you full," begitu," ujarnya.

Pada awal 1990-an, saat Doyok berada di puncak karir sebagai pemain film, pelawak, dan penyanyi, Mbah Surip juga akrabBahkan, dia dijadikan asisten oleh pelawak bernama asli Sudarmadji itu.Menurut Doyok, Mbah Surip adalah sosok yang sangat sulit untuk marahPikirannya sangat positif"Dulu itu setiap syuting klip video, dia ikutMinta maaf, di saat saya lagi booming (benar-benar populer, Red) dulu, dia sering melayani saya untuk diminta buatkan kopiDia juga selalu nungguin saya kalau rekaman di Muara Karang," ingat Doyok.

Bukti bahwa Mbah Surip jarang marah, kata Doyok, saat diajak ke Medan pada sekitar 1993"Saya sembunyikan sepatunyaAkhirnya dia pulang ke Jakarta nyeker (tanpa alas kaki, Red)Pas di Jakarta, baru saya kasihDia hanya tertawa," curhatnya.Doyok kali terakhir bertemu Mbah Surip di Planet Hollywood, Jakarta, saat menghadiri acara Surabaya Society (SC) pekan lalu"Kita papasanDia mau pulang, saya baru datangPas saya peluk, baunya wangiPadahal, 15 tahun lalu baunya masih lebusTerus, saya tanya sepatunya, dia tertawa," ujar Doyok terharu.

Begitulah, kata Mamiek, rumah sejati Mbah Surip adalah berputar terusMenjaga hubungan baik dengan semua teman dari berbagai kalangan dengan gaya dan sikap yang sederhana membuat Mbah Surip tampak selalu sehat dan berjiwa mudaJenazah Mbah Surip saat ini sudah dimakamkan di halaman belakang Bengkel Teater W.SRendra, Pancoran Mas, Depok, di bawah pohon jengkol di samping makam Arie Mogot, seniman asal Surabaya.

Proses pemakaman Mbah Surip sendiri berlangsung cukup lama, sekitar satu setengah jamOrang yang mencangkul lubang kuburan pun bergiliran"Ayo, yang masih seger, gantian," ujar salah seorang anggota Bengkel Teater yang ikut menguburkan Mbah Surip
Bahkan, sejumlah simpatisan dan komunitas rasta yang mengantarkan Mbah Surip ikut bergantian memakamkannyaPenguburan itu disaksikan anggota keluargaMereka kompak merapat di sisi selatan makamMata mereka sembab dan tak henti-hentinya membasuh air mata yang meluruh di pipi(kum)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Minim Pendonor, Tulang Sapi Bisa Gantikan Tulang Manusia


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler