Debat Capres, Kandidat Harus Mampu Kelola Manajemen Kesan

Sabtu, 12 Januari 2019 – 18:31 WIB
Prabowo Subianto dan Joko Widodo dalam debat calon presiden 2014. Foto: dokumen JPNN.Com

jpnn.com, JAKARTA - Komisi Pemilihan Umum (KPU) akan menggelar debat perdana antara Joko Widodo - KH Ma’ruf Amin dengan Prabowo Subianto - Sandiaga S Uno pada Kamis depan (17/1). Tema debatnya adalah hukum, hak asasi manusia (HAM)

Akademisi Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta Gun Gun Heryanto mengatakan, debat dalam perspektif komunikasi politik bisa dilihat dua sisi, yakni dari sudut pandang kandidat dan publik. Menurutnya, penampilan pasangan calon (paslon) saat berdebat akan berhubungan dengan persepsi publik.   

BACA JUGA: Sigit Beber Beda Format Debat Capres 2014 dengan 2019

Gun Gun mengatakan, ada tiga komponen dasar yang harus ditunjukkan pada kandidat dalam debat nanti yakni ethos, pathos, dan logos. Dia menjelaskan ethos menyangkut kredibilitas, apakah pernyataan kandidat bisa dipercaya atau tidak.

“Paslon akan rugi bila tidak meyakinkan, dan secara kredibilitas tak mampu menumbuhkan kepercayaan khalayak,” ujarnya dalam diskusi Jelang Debat Siapa Hebat di Jakarta, Sabtu (12/1).

BACA JUGA: GP Ansor Tak Ingin Bangsa Ini Terpecah Gegara Pilpres

Komponen selanjutnya adalah pathos yang terkait dengan emosi. Menurut Gun Gun, dalam debat nanti aspek emosi akan coba ditampilkan lebih banyak oleh paslon.

Namun,  kata Gun Gun, yang menjadi pertanyaan apakah aspek emosi khalayak bisa dipersuasi oleh paslon atau tidak. Dari dua aspek itu, kata Gun Gun, yang terpenting adalah logos atau argumentasi.

BACA JUGA: Prabowo - Sandi Ubah Visi Misi, Grace PSI: Menakjubkan

Bagi Gun Gun, argumentasi yang disampaikan para paslon akan memiliki pengaruh langsung dan lanjutan. Pengaruh langsung terjadi saat debat, seperti respons dari paslon lain.

Sedangkan pengaruh lanjutan adalah persepsi khalayak. Dia mencontohkan,  saat debat berlangsung maka juga terjadi perdebatan di ruang maya. Nah, hal ini  akan mendinamisasi bahwa debat itu bukan hanya selesai pada saat malam itu saja, melainkan juga di hari selanjutnya.

“Kemudian tim apakah mampu melakukan proses kanalisasi informasi yang jauh lebih positif bagi kubu Prabowo atau Jokowi atau sebaliknya, misalnya di ruang maya yang banyak terkalahkan. Itulah menurut saya kepentingan bagi kandidat terutama di manajemen kesan,” urainya.

Selain manajemen kesan, kata Gun Gun, kandidat harus memastikan ikrar mereka kepada publik sebagai calon pemimpin. Menurutnya, dalam debat nanti para paslon baru memulai menyampaikan visi misi dan program secara komprehensif.

Sebelumnya, kata dia, kampanye yang mulai pada 23 September 2018 dan berjalan sampai Desember 2018 nyaris kosong dari isu konstruktif. Karena itu Gun Gun mengharapkan mulai 17 Januari mendatang hingga debat kandidat putaran terakhis, publik akan dihadapkan pada satu dialektika program.

Menurut Gun Gun, hal itu menjadi proses yang bukan hanya persuasif, tetapi juga untuk meyakinkan publik bagaimana masing-masing paslon memiliki kredibilitas untuk dipilih sebagai pemimpin nasional. Sebab, debat juga untuk mengambil ceruk undecided voters.

Menurut dia, jika membaca data rata-rata pilkada atau pemilu sebelumya, rentang undecided voters masih di kisaran angka 10 persen. Jika ada kelompok lain misalnya swing voters, disatukan dengan undecided voters, maka plus minus menjadi 25 persen.

“Berarti kelompok yang belum menentukan pilihan dan yang masih mengambang itu masih bisa dipersuasi dalam lima kali debat,” pungkas Gun Gun.(boy/jpnn) 

BACA ARTIKEL LAINNYA... Bima Arya: Saya Itu Ekspresif


Redaktur & Reporter : Boy

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler