Debat M&S

Oleh Dahlan Iskan

Selasa, 19 Maret 2019 – 06:16 WIB
Dahlan Iskan. Ilustrasi: Jawa Pos

jpnn.com - Jantung saya deg-degan. Saat debat cawapres memasuki babak sepertiga terakhir.

Tiba-tiba gawang Liverpool kebobolan. Saat lawan Fulham kemarin malam. Di menit ke-74.

BACA JUGA: Cak Imin: Maruf Amin 90, Sandiaga Uno 10

Kok bisa. Begitu cerobohnya. Menjadi 1-1. Bila seperti itu sampai akhir habislah peluang Liverpool. Untuk menjadi juara Liga Inggris tahun ini.

Untunglah Liverpool akhirnya menang 1-2.

BACA JUGA: Bamsoet Anggap Debat Kiai Ma’ruf Vs Sandi Tak Imbang karena Beda Jam Terbang

Pagi harinya saya terima WA dari seorang wanita Tionghoa. "Sandi menutup debat dengan bahasa Arab," tulisnya. "Tapi saya tidak mengerti apa maksudnya," tambahnya.

Saya terpaksa melihat YouTube. Untuk melihat bagian penutup debat cawapres itu. Bagian awalnya saya sudah lihat di televisi. Sebelum pertandingan Liverpool dimulai.

BACA JUGA: Debat Cawapres, Rahmat: Adu Kecerdasan dan Argumen, Santun Beretika

Ternyata ada lima kalimat Arab yang diucapkan Sandiaga Uno. Cawapresnya Prabowo itu. Salah satunya adalah kalimat penutup pidato yang sering dipakai kalangan NU:

Wallahul muwaffiq ila aqwamit-tharieq. Artinya: Allah-lah yang memberikan taufik kepada orang yang berada di jalan paling lurus.

Dalam debat itu ada bagian yang Sandi unggul. Ada bagian yang Kiai Ma'ruf Amin menang.

Cawapres Pak Jokowi itu unggul di bagian instrumen untuk mengontrol anggaran pendidikan. Yang begitu besar. Yang pelaksanaannya diserahkan ke daerah.

Sandi kurang pas dalam menjawab pertanyaan Kiai Ma'ruf itu. Yang ditanyakan instrumen. Jawabannya muter-muter.

Sayangnya di momen ini gestur Kiai Ma'ruf cacat berat. Saat Sandi memberikan jawaban, Kiai Ma'ruf memperhatikan kertas krepekan-nya. Tidak memperhatikan lawan bicaranya. Kiai Ma'ruf seperti takut kehilangan ide apa yang harus dikatakan seterusnya.

Namun krepekan-nya ternyata ampuh. Setelah Sandi muter-muter Kiai Ma'ruf langsung menunjukkan keunggulannya di bidang instrumen itu.

"Kami sudah punya instrumennya," begitu kira-kira kata Kiai Ma'ruf. "Yakni NPD. Neraca Pendidikan Daerah," ujar Kiai.

Sayang Kiai Ma'ruf tidak menjelaskan apa itu NPD. Bagaimana sistem kerjanya. Di mana manfaatnya.

Mendengar istilah NPD itu saya jadi ingat Anies Baswedan. Saat gubernur Jakarta itu baru menjabat menteri pendidikan.

Dari paparan Anies-lah saya mendengar kata NPD. Untuk pertama kalinya.

Waktu itu Anies Baswedan hadir di pertemuan besar Forum Pemimpin Redaksi. Di Nusa Dua, Bali.

Anies menjadi pembicara. Saya juga.

Ia bicara di salah satu forum yang membahas pendidikan. Saya di forum lain.

Namun saya pilih ikut forumnya Anies. Ingin mendengar konsep pendidikan seorang menteri baru. Saya tinggalkan forum yang membahas ekonomi di ruang lain.

Saat itulah Anies menguraikan NPD. Dengan sangat bagusnya. Ia beberkan neraca masing-masing kabupaten/kota. Seperti neraca keuangan, teapi ini neraca pendidikan.

Saya begitu ingin menulis apa yang dipaparkan Anies saat itu. Rakyat harus tahu. Para bupati/wali kota harus tahu.

Namun Anies minta semua data tadi dirahasiakan. Mengapa? Sangat mempermalukan kabupaten yang neracanya merah. Beberapa di antaranya kabupaten di Jatim. Yang dipimpin agamawan.

Ia memilih akan membicarakannya dengan para bupati bersangkutan dulu. "Ini kan baru pertama neraca kabupaten/kota dinilai. Mereka harus diberi waktu untuk berbenah," katanya.

Saya menyesal tidak bertanya saat itu: apakah NPD itu idenya sendiri, ide tim ahli di kementeriannya, atau ide presiden yang harus ia laksanakan.

Saya merasa tidak penting menanyakan itu. Saya keburu yakin itu idenya sendiri. Bukankah ia seorang intelektual yang sangat konsen di bidang pendidikan?

Kemarin malam Sandi unggul pada pembicaraan soal susu ibu. Padahal topik ini berasal dari pertanyaan Kiai Ma'ruf. Soal program Sandi yang disebut Sedekah Putih. Untuk anak-anak yang kekurangan asupan susu ibu.

Kiai Ma'ruf bicara pada tataran doktrin. Bayi harus disusui ibunya selama dua tahun.

Sandi menunjukkan realitas. Kenyataannya tidak semua ibu mampu menyusui bayinya selama dua tahun.

"Istri saya sendiri contohnya," ujar Sandi. Sambil menunjuk sang istri. Yang duduk di barisan depan. Sang istri berdiri.

Sandi pun bercerita: istrinya itu hamil lagi. Untuk ketiga kalinya. Saat usia sang istri 42 tahun.

Tiba-tiba terjadilah. Saat bayinya, Sulaiman, berumur 6 bulan, air susu dari sang ibu tidak keluar lagi.

Maka diperlukanlah sumbangan susu dari orang lain. Dengan program Sedekah Putih.

Menjadikan istrinya sebagai contoh itu sangat menghidupkan forum. Juga sangat manusiawi. Mengena di hati ibu-ibu.

Lebih menarik simpati lagi ketika Sandi menegaskan 'Ini bukan soal Prabowo-Sandi. Ini bukan soal menang kalah. Ini soal besar, bangsa kita'.

Yang Sandi juga mengesankan adalah ini: saat ia merogoh saku. Sambil minta hadirin mengeluarkan dompet masing-masing. Lalu mengeluarkan e-KTP.

Cukup satu e-KTP untuk segala macam fasilitas. Tidak perlu banyak kartu. Seperti yang ditawarkan Ma'ruf.

Topik lain tidak perlu saya tulis. Apalagi soal dana riset itu. Sangat mengecewakan. Dua-duanya. Juga tentang kebudayaan.

Bahkan Kiai Ma'ruf menyatakan akan membuat dana abadi kebudayaan. Entahlah apakah negara boleh punya dana abadi. Di luar APBN.

Apakah ada pikiran suatu saat negara sampai tidak punya APBN sehingga perlu dana abadi. Dana abadi bisa tepat kalau yang mengucapkan, misalnya, direktur TIM.

Yang menyenangkan kemarin itu tidak ada serangan yang bersifat pribadi. Mungkin belajar dari serangan Jokowi ke tanah Prabowo. Yang sampai sekelas Pak JK membuat klarifikasi.

Dari Sandi hanya ada 'serangan' tersembunyi. Misalnya saat Sandi mengucapkan selamat ulang tahun kepada Kyai Ma'ruf. Yang diucapkan di awal acara. ".... yang ke-76" katanya.

Yang ingin diungkapkan Sandi barangkali "Pak Kiai ini sudah tua sekali, tidak pada tempatnya ikut memperebutkan jabatan".

Tapi Kiai Ma'ruf juga punya senjata tersembunyi. Yang diucapkan di akhir acara.

"Saya memang sudah tua. Justru seluruh pengabdian saya nanti untuk anak cucu kita", kurang lebih begitu ucapannya.

Maksudnya, tidak akan ada agenda memperkaya diri. Untuk apa. Kan sudah tua. Beda dengan yang masih muda.

Semua itu tafsir saya. Tidak tahu maksud terdalam di hati mereka masing-masing.

Yang jelas keduanya lulus melewati waktu. Pak Ma'ruf masih bisa bicara jelas. Meski penampilannya lebih tua dari yang saya perkirakan.

Beliau sangat tepat membawakan kalimat-kalimat dalam bahasa Arab. Tentu.

Namun terasa dipaksakan untuk mengucapkan istilah ini dalam bahasa Inggris. "For 10 years Challenge". Sampai tiga kali.

Kiai Ma'ruf sempurna sekali dalam pakaian kekiaiannya.

Sandi juga sempurna sekali dalam berpakaian jas. Jasnya bagus sekali.

Sandi juga sangat disiplin dalam menjalankan tata krama (manner) berjas. Ia selalu membuka kancing saat duduk. Dan mengancingkannya kembali saat berdiri.

Hanya sekali ia lupa mengancing jas saat berdiri. Yakni di akhir debat. Saat menjawab pertanyaan terakhir Kiai Ma'ruf.

Kalau boleh usul: lain kali warna merah dasinya bisa sedikit lebih merah. Dan lebar dasinya bisa sedikit dikurangi.

Selebihnya Sandi keren habis dalam berpakaian kemarin malam.(***)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Priyo Eks Golkar Sebut Sandi Unggul 4-1 di Debat Lawan Kiai Maruf


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler