Deddy Sitorus Bicara Soal Perubahan Sikap Jokowi Setelah Pilpres 2019, Jleb Banget!

Kamis, 01 Agustus 2024 – 20:02 WIB
Deddy Sitorus mengemukakan pandangannya soal perubahan sikap Jokowi setelah Pilpres 2019 dalam diskusi bertajuk '26 Tahun Reformasi Dihancurkan Presiden RI Jokowi' di Kawasan SCBD, Jakarta Selatan, Rabu (31/7). ilustrasi. Foto Instagram/@deddyyevrisitorus

jpnn.com, JAKARTA - Ketua DPP PDI Perjuangan (PDIP) Deddy Yevri Hanteru Sitorus mengemukakan pandangan soal perubahan sikap Presiden Joko Widodo (Jokowi) setelah Pilpres 2019.

Pandangan tersebut disampaikan Deddy dalam diskusi bertajuk '26 Tahun Reformasi Dihancurkan Presiden RI Jokowi' di Kawasan SCBD, Jakarta Selatan, Rabu (31/7).

BACA JUGA: Deddy Sitorus Anggap Garing Pernyataan Jokowi soal Persatuan, Irwan Fecho: Aneh

Anggota DPR dari Dapil Kalimantan Utara (Kaltara) itu mengatakan baru mulai sadar jika Jokowi bersikap palsu sejak terpilih kembali menjadi presiden di Pilpres 2019.

"Nah, kapan kita mulai sadar sebenarnya. Kita mulai sadar bahwa Pak Jokowi ini fake, itu tahun 2019. Sehari setelah penetapan MK terhadap putusan hasil pemilu," kata Deddy dalam keterangannya, Kamis (1/8).

BACA JUGA: Deddy Sitorus Menduga Inilah Pemicu Jokowi Meninggalkan PDIP, Oalah

Petinggi PDIP itu menceritakan Jokowi saat itu mengundang para lawyers untuk datang ke Istana.

Pada kesempatan itu, kata Deddy, Jokowi bertanya mengenai kemungkinan dirinya menjabat tiga periode.

BACA JUGA: Soroti Kegagalan Jokowi, Aktivis 98 Dorong Petisi Penuntasan Peristiwa 27 Juli

"Dikira mau diucapkan terima kasih, diajak makan-makan, mungkin diharapkan jadi komisaris atau apa, ternyata yang ditanya gimana caranya tiga periode," terang Deddy.

"Itu yang saya dengar dari salah seorang yang ikut dalam acara itu. Hari itu pikiran untuk tiga periode hadir hanya sehari setelah hasil pemilu 2019 ditetapkan MK," imbuhnya.

Dari momen itulah, kata Deddy, pemerintahan Jokowi mulai membelokkan hukum hingga penyanderaan demokrasi.

"Sejak 2019 itu juga para konglomerat oligarki mulai sering datang makan minum di Istana. Apalagi karena di Istana Bogor, kalau Istana Negara mungkin gampang orang melihat keluar masuk. Tapi karena di Istana Bogor enggak tahu. Kita justru dapat informasi itu dari orang dekat Jokowi. Bahwa bapak sering ngopinya sama orang-orang kaya. Bukan lagi sama rakyat," ujar Deddy Sitorus.

Untuk itu, kata dia, kekinian Jokowi berubah, hanya karena disebabkan oleh hal yang mendasar.

"Jadi perubahan itu sangat mendasari," tegasnya.

Atas dasar itu, Deddy lantas membandingkan kondisi saat ini dengan era reformasi yang ditandai dengan tumbangnya rezim otoriter Orde Baru Soeharto.

“Ini kita kembali ke zaman reformasi itu. Semua kesalahan itu ada Soeharto. Sekarang semua ada pada Jokowi. Kan gitu. Balik lagi kita ini mengulang sejarah,” sesalnya.

Deddy pun menyoroti berbagai tanda bahwa situasi saat ini seperti kembali ke zaman Orba.

Menurutnya, antara lain telah terjadi pelemahan terhadap Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

“UU KPK dilemahkan. Melemahkan KPK ya, Bung Saut (mantan Wakil Ketua KPK). Kalau saya tidak salah itu terkait dengan pencalonan untuk mengamankan pada waktu itu, salah satu kota di Sumatera dan salah satu kota di pulau Jawa. Karena tidak mau ada masalah. Dan berhasil. Kita ikutan nih. Dengan harapan agenda cuma satu. Ada Dewas yang bisa menjaga kemurnian KPK. Yang terjadi bablas," paparnya.

Deddy pun mengutip pernyataan salah satu komisioner KPK Alex Marwata yang menyebut independensi lembaga antirasuah itu sudah tidak ada lagi.

“Bahkan ketua KPK yang sekarang pejabatnya tidak mau mencalonkan diri lagi, karena menganggap KPK sudah tidak benar. Bahkan kemarin keluar survei 61 persen rakyat tidak percaya lagi kepada KPK. Jadi apa nih?,” tegas Deddy.

Lebih jauh Deddy berpandangan Jokowi selama ini agaknya tengah menjalankan politik ala Machiavelli yang menghalalkan segala cara demi meraih kekuasaan.

“Saya membayangkan Pak Jokowi itu mungkin kita waktu SMA, bacanya mungkin Alfred Hitchcock saya yakin Pak Jokowi bacanya Machiavelli. Mungkin buku itu sampai lusuh di bawah bantalnya dia. Karena yang terjadi memang politik Machiavelli. Not truth no etic, semuanya," pungkasnya.

Sejumlah narasumber lainnya yang turut hadir dalam diskusi yang digelar Lembaga Advokasi Hukum Nasional Untuk Demokrasi dan Pembaruan (LANDEP), yakni Erros Djarot (Budayawan dan Pejuang Reformasi 1996-1998), Airlangga Pribadi Kusman (pengamat politik dan Dosen FISIP Unair Surabaya).

Selain itu juga hadir sebagai narasumber, Saut Situmorang (Wakil Ketua KPK 2016-2019 dan Pengamat Kebijakan Publik), dan Refly Harun (Ahli Hukum Tata Negara dan Praktisi Hukum). (mar1/jpnn)

Jangan Sampai Ketinggalan Video Pilihan Redaksi ini:


Redaktur & Reporter : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler