JAKARTA - Susutnya ekspor dan lonjakan impor menjadi kombinasi maut yang menghantam kinerja perdagangan internasional Indonesia. Akibatnya, neraca perdagangan pun mencapai titik terburuk dalam 50 tahun terakhir.
Wakil Menteri Keuangan Mahendra Siregar mengatakan, defisit neraca perdagangan sepanjang 2012 harus diwaspadai. "Sebab, inilah pertama kalinya Indonesia mengalami defisit dalam 50 tahun terakhir," ujarnya dalam jumpa pers di Kemenkeu, Senin (7/1).
Mahendra menyebut, terakhir kali Indonesia mengalami defisit neraca perdagangan pada 1961 di masa Orde Lama. Namun, jika hanya mengacu pada komoditas minyak dan gas, Indonesia juga pernah mengalami defisit neraca perdagangan pada 2008, meskipun jika secara total (migas dan nonmigas), neraca dagang Indonesia masih surplus di 2008. "Jadi, seumur hidup baru kali ini saya mengalami neraca dagang defisit," katanya.
Sebagai gambaran, data Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan bahwa akumulasi ekspor sepanjang Januari-November 2012 tercatat sebesar USD 174,76 miliar. Sedangkan akumulasi impor di periode sama mencapai USD 176,09 miliar. Sehingga, secara agregat terjadi defisit neraca dagang sebesar USD 1,3 miliar.
Bagaimana dengan 2013? Menurut Mahendra, secara global, kondisi perekonomian tidak akan mengalami banyak perubahan. Karena itu, demand atau permintaan pasar internasional diproyeksi masih lemah, sehingga harga komoditas pun belum akan membaik signifikan.
Di sisi lain, konsumsi domestic masih akan tinggi, sehingga impor pun diproyeksi akan naik. "Artinya, neraca dagang kita masih terancam deficit tahun 2013," katanya.
Wakil Menteri Keuangan Anny Ratnawati menambahkan, tingginya impor sepanjang 2012 juga disebabkan oleh derasnya arus investasi. Karena itu, impor bahan baku maupun barang modal pun naik cukup tinggi.
"Investasi itu nanti akan meningkatkan kapasitas produksi, baik untuk memenuhi kebutuhan domestic maupun ekspor. Tapi, memang ada timelag (jeda waktu) antara 3 hingga 4 tahun. Artinya, investasi pada 2011 dan 2012 baru akan kelihatan hasilnya pada kinerja ekspor di tahun 2014 atau 2015," jelasnya.
Sementara itu, Pelaksana Tugas (Plt) Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kementerian Keuangan Bambang Brodjonegoro mengatakan, kunci untuk memperbaiki neraca dagang adalah dengan menggenjot ekspor.
Namun, dengan kondisi perekonomian global yang masih lemah, maka hal tersebut sulit dilakukan. Sehingga, strategi lainnya adalah mengerem impor. Caranya, dengan mendorong industry dalam negeri untuk memproduksi bahan baku dan barang modal sehingga bisa mengurangi impor. "Apalagi, untuk barang konsumsi, sebisa mungkin harus dikendalikan," ucapnya. (owi)
Wakil Menteri Keuangan Mahendra Siregar mengatakan, defisit neraca perdagangan sepanjang 2012 harus diwaspadai. "Sebab, inilah pertama kalinya Indonesia mengalami defisit dalam 50 tahun terakhir," ujarnya dalam jumpa pers di Kemenkeu, Senin (7/1).
Mahendra menyebut, terakhir kali Indonesia mengalami defisit neraca perdagangan pada 1961 di masa Orde Lama. Namun, jika hanya mengacu pada komoditas minyak dan gas, Indonesia juga pernah mengalami defisit neraca perdagangan pada 2008, meskipun jika secara total (migas dan nonmigas), neraca dagang Indonesia masih surplus di 2008. "Jadi, seumur hidup baru kali ini saya mengalami neraca dagang defisit," katanya.
Sebagai gambaran, data Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan bahwa akumulasi ekspor sepanjang Januari-November 2012 tercatat sebesar USD 174,76 miliar. Sedangkan akumulasi impor di periode sama mencapai USD 176,09 miliar. Sehingga, secara agregat terjadi defisit neraca dagang sebesar USD 1,3 miliar.
Bagaimana dengan 2013? Menurut Mahendra, secara global, kondisi perekonomian tidak akan mengalami banyak perubahan. Karena itu, demand atau permintaan pasar internasional diproyeksi masih lemah, sehingga harga komoditas pun belum akan membaik signifikan.
Di sisi lain, konsumsi domestic masih akan tinggi, sehingga impor pun diproyeksi akan naik. "Artinya, neraca dagang kita masih terancam deficit tahun 2013," katanya.
Wakil Menteri Keuangan Anny Ratnawati menambahkan, tingginya impor sepanjang 2012 juga disebabkan oleh derasnya arus investasi. Karena itu, impor bahan baku maupun barang modal pun naik cukup tinggi.
"Investasi itu nanti akan meningkatkan kapasitas produksi, baik untuk memenuhi kebutuhan domestic maupun ekspor. Tapi, memang ada timelag (jeda waktu) antara 3 hingga 4 tahun. Artinya, investasi pada 2011 dan 2012 baru akan kelihatan hasilnya pada kinerja ekspor di tahun 2014 atau 2015," jelasnya.
Sementara itu, Pelaksana Tugas (Plt) Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kementerian Keuangan Bambang Brodjonegoro mengatakan, kunci untuk memperbaiki neraca dagang adalah dengan menggenjot ekspor.
Namun, dengan kondisi perekonomian global yang masih lemah, maka hal tersebut sulit dilakukan. Sehingga, strategi lainnya adalah mengerem impor. Caranya, dengan mendorong industry dalam negeri untuk memproduksi bahan baku dan barang modal sehingga bisa mengurangi impor. "Apalagi, untuk barang konsumsi, sebisa mungkin harus dikendalikan," ucapnya. (owi)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Setahun, Kurs Rupiah Susut 6,9 Persen
Redaktur : Tim Redaksi