Dekrit Dicabut, Referendum Konstitusi Lanjut

Konsesi Kunci Mursi kepada Kubu Oposisi

Senin, 10 Desember 2012 – 08:08 WIB
KAIRO - Aksi demonstrasi besar-besaran tanpa henti di luar Istana al-Ittihadiya atau Istana Heliopolis, timur Kairo, memaksa Presiden Mesir Muhammad Mursi berubah sikap. Sabtu malam lalu (8/12) atau dini hari kemarin WIB (9/12)  Mursi mengumumkan kesediaannya untuk mencabut dekrit yang dia terbitkan pada 22 November lalu.
 
Keputusan itu diambil Mursi setelah bertemu dan dialog dengan sejumlah tokoh dan pemimpin politik. Keputusan tersebut menjadi konsesi kunci di tengah krisis politik yang melanda Mesir pasca-keluarnya dekrit presiden. Dekrit itu memberikan kewenangan lebih besar kepada Mursi (selaku presiden), termasuk membubarkan lembaga peradilan.

Oposisi lantas mempertimbangkan untuk menghentikan aksi protes pada pemerintah. Ketegangan politik di Mesir pun mulai mencair.

"Mulai saat ini, presiden sepakat untuk membatalkan seluruh kewenangan tambahan yang beliau peroleh (berkat dekrit) bulan lalu," kata Selim al-Awa, salah satu ajudan Mursi. Melalui keputusannya itu, Mursi telah mengabulkan satu di antara dua tuntutan oposisi terhadap dirinya.

Soal tuntutan yang lain terkait penundaan referendum konstitusi, pemimpin 61 tahun itu punya pandangan lain. Mantan ketua Partai Kemerdekaan dan Keadilan atau FJP (Hizb Al-Hurriya Wal "Adala), partai politik Ikhwanul Muslimin, itu menegaskan bahwa pemerintah akan tetap mengadakan referendum sesuai jadwal pada 15 Desember mendatang.

Terkait pernyataan tersebut, Front Penyelamat Nasional (NSF) yang merupakan gabungan dari berbagai elemen oposisi di Mesir mengaku keberatan. Oleh karena itu, NSF segera menggelar pertemuan darurat. "Kami (oposisi) akan bertemu untuk membahas posisi setelah pengumuman presiden (soal dekrit) ini," tutur Emad Abu Ghazi, sekjen salah satu elemen penting pembentuk NSF.

Menghentikan aksi protes yang sejauh ini sudah menelan sedikitnya tujuh korban jiwa itu merupakan salah satu opsi yang dibahas NSF dalam forum tersebut.

Secara terpisah, Gerakan Pemuda 6 April, salah satu elemen NSF, mereaksi negatif pencabutan dekrit presiden. Menurut mereka, Mursi sedang bermanuver politik. "Ini hanya rekayasa politik untuk membodohi publik," tuding jubir gerakan tersebut.

Tak mau tertipu, Gerakan Pemuda 6 April mengimbau seluruh rakyat, terutama oposisi, untuk tetal melanjutkan unjuk rasa. "Kita harus terus melakukan protes untuk mencegah referendum konstitusi yang telah dirancang Ikhwanul Muslimin," lanjutnya.

Sebelumnya, Mursi memberikan sinyal bahwa kalau memungkinkan, dirinya tidak keberatan untuk menunda referendum konstitusi. Namun, sesuai hukum yang berlaku di Mesir, referendum sudah harus terlaksana maksimal dua pekan sejak presiden merestui draf konstitusi.

Keputusan Mursi mencabut dekrit presiden juga menuai reaksi serius tokoh senior oposisi Muhammad ElBaradei. Penerima hadiah Nobel Perdamaian 2005 itu menganggap terkabulnya salah satu tuntutan demonstran itu sebagai awal yang baik. "Konstitusi yang mengekang hak maupun kebebasan kita sebagai warga negara adalah konstitusi yang akan kita gulingkan," tulisnya lewat Twitter.

Mursi mencabut dekrit beberapa jam setelah militer mengultimatum oposisi soal bayang-bayang periode kelam pemerintahan. Saat itu, militer meminta agar oposisi hadir dalam dialog nasional dengan presiden. Semula oposisi mengancam tidak akan hadir dalam dialog jika Mursi tidak memenuhi tuntutan mereka soal dekrit dan referendum.

Selain oposisi, masyarakat internasional pun sebenarnya waswas menghadapi referendum konstitusi Mesir. Sebab, jika referendum terlaksana, draf konstitusi yang dirancang Ikhwanul Muslimin dan partai-partai Islam lain akan lolos menjadi undang-undang dasar.

Padahal, kelompok liberal dan sekular yang tercatat sebagai anggota majelis penyusun konstitusi tidak pernah menyepakati draf tersebut. "Saya rasa tak berlebihan jika masyarakat cemas," ujar Navi Pillay, pimpinan Komisi HAM PBB.
 
Konstitusi yang hampir pasti lolos dalam referendum 15 Desember nanti itu akan membuat Mursi dan Ikhwanul Muslimin kian dominan di pemerintahan. Kecenderungan itu dinilai tidak akan baik dan membuat rakyat Mesir hidup dalam kekakuan seperti era Presiden Hosni Mubarak. (AFP/AP/RTR/hep/dwi)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Kongkalikong Harga, Produsen TV Raksasa Didenda Triliunan

Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler