BEIRUT - Kekerasan akibat krisis politik berkepanjangan di Syria terus berlanjut. Kemarin (27/1), lembaga pengawas HAM Syria, Syrian Observatory for Human Rights (SOHR), melaporkan jumlah korban jiwa dalam bentrok oposisi dan pasukan pemerintah di beberapa kota Kamis lalu (26/1). Konon, sedikitnya 62 orang tewas dan sekitar 43 diantaranya adalah warga sipil.
"Jumlah warga sipil yang tewas dalam bentrok Kamis sudah dipastikan mencapai 43 orang. Sebanyak 33 diantaranya tewas dalam konflik di Kota Homs," terang SOHR dalam laporan tertulisnya kemarin.
Sembilan anak-anak dan tujuh mantan anggota militer Syria yang bergabung dengan oposisi juga ikut menjadi korban tewas di Homs. Selama ini, kota yang terletak di sebelah utara ibu kota Syria itu memang selalu menjadi pusat bentrok oposisi dan pasukan keamanan.
Beberapa saksi mata menyebut insiden Kamis lalu sebagai pembunuhan masal. Pasukan yang loyal terhadap Presiden Bashar al-Assad menyerang permukiman warga sipil menggunakan mortir dan senjata otomatis. "Telah terjadi penganiayaan terhadap warga sipil," kata Rami Abdul-Rahman, direktur SOHR, dalam wawancara dengan Associated Press kemarin.
Dia lantas mengusulkan investigasi independen untuk menyelidiki kekerasan Kamis lalu. Sayangnya, investigasi independen tak bisa dilakukan dengan mudah.
Bahkan, media asing pun kesulitan mengonfirmasikan laporan soal bentrok dan jumlah korban Kamis lalu. Sebab, rezim Assad tak memberikan akses kepada media ke Homs dan beberapa kota lain yang selalu menjadi pusat pergolakan. Karena itu, sejauh ini, SOHR hanya bisa mengandalkan laporan dari para saksi mata dan kelompok-kelompok oposisi seperti Local Coordination Committees (LCC).
Selain menyerang Homs, pasukan Assad juga menyerbu kawasan Karm el-Zaytoun yang juga terletak di Provinsi Homs. Di wilayah majemuk yang penduduknya menganut berbagai keyakinan tersebut, pasukan Assad menewaskan 29 warga sipil.
Sebanyak delapan diantaranya adalah anak-anak. Sebagian besar korban tewas saat pasukan Assad melepaskan tembakan mortar ke sebuah gedung yang menjadi tempat tinggal warga.
Seorang penduduk yang merahasiakan identitasnya mengatakan bahwa shabiha, militan bersenjata pro-pemerintah, membantu pasukan Assad dalam melancarkan serangan Kamis lalu. Bahkan, shabiha juga menyerbu sebuah apartemen dan membantai warga sipil yang tinggal di sana.
"Saya rasa, serangan ini merupakan bagian dari aksi pembersihan ras. Hanya warga yang menjadi anggota sekte tertentu saja yang dibunuh," paparnya.
Kemarin, beredar sejumlah video kekerasan tentang Syria di internet. Dalam salah satu rekaman, terlihat beberapa mayat anak-anak berjejer rapi di dalam tas plastik.
Video yang lain memperlihatkan beberapa anak-anak dan perempuan yang wajahnya tertutup darah. "Seluruh anggota keluarga ini habis terbunuh," terang narator dalam rekaman video tersebut. Sayangnya, rekaman audio visual yang tersebar luas di dunia maya itu tak bisa dikonfirmasikan kebenarannya.
B
ersamaan dengan itu, militan oposisi Free Syrian Army (FSA) mengklaim bahwa mereka telah menangkap lima pejabat militer Iran di Homs. Kabarnya, lima petinggi Negeri Persia itu terlibat dalam operasi intelijen militer Syria untuk membungkam oposisi.
"Mereka bekerja untuk Angkatan Udara (AU) Syria dan tak punya dokumen resmi untuk tinggal atau bekerja di sini. Maka, kami mengimbau Iran segera memanggil pulang seluruh personel militernya yang ada di sini," terang FSA.
Dalam pernyataan resminya, FSA mendesak Ayatollah Ali Khamenei mengakui kehadiran personel Korps Garda Revolusi Iran alias Pasdaran di Syria. Oposisi yakin, militer Iran terlibat dalam serangkaian aksi kekerasan yang dilakukan pasukan Assad di Homs dan kota-kota Syria lainnya.
"Para pejabat (Iran) harus sudah angkat kaki dari Syria pada Sabtu pagi (hari ini)," tandas FSA. Sedangkan, dua warga sipil Iran yang tertangkap beberapa hari lalu akan segera dibebaskan.
Selain surat pernyataan resmi, kemarin FSA juga merilis video yang menunjukkan beberapa pria memegang paspor Iran. Tidak jelas, kapan tayangan itu direkam atau kapan FSA menangkap lima warga Iran yang diyakini sebagai petinggi militer tersebut. Namun, kelompok yang memiliki sekitar 40.000 tentara itu mengaku serius dengan peringatannya terhadap Iran.
Terpisah, Kementerian Luar Negeri Iran menyangkal tudingan FSA kemarin. Menurut mereka, lima pria yang ditangkap itu adalah peziarah. Bahkan, jumlah peziarah yang diamankan FSA tak hanya lima melainkan 11.
"Informasi yang kami terima menyebutkan bahwa 11 peziarah Iran yang sedang melakukan perjalanan ke Damaskus tiba-tiba diculik di tengah perjalanan," kata Ramin Mehmanparast, jubir kementerian. Dia lantas mengimbau Syria membebaskan 11 warganya itu.
Sementara itu, Dewan Keamanan (DK) PBB memajukan rencana pembahasan sanksi Syria. Jika sebelumnya agenda pembahasan sanksi dijadwalkan pekan depan, kemarin Prancis menegaskan bahwa DK PBB bakal bertemu hari ini untuk membicarakan Syria. Dari Kota Kairo, Mesir, Sekjen Liga Arab Nabil Elaraby juga menyatakan bakal bertolak ke markas PBB di Kota New York, Amerika Serikat (AS), hari ini. (AP/AFP/hep/jpnn/ami)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Dikepung Aktivis, PM Gillard Dievakuasi
Redaktur : Tim Redaksi