jpnn.com - Sidoarjo dijuluki sebagai Kota Delta karena wilayah itu ada di delta pecahan dua sungai Brantas dan Porong.
Sidoarjo juga disebut sebagai Kota Udang karena terkenal dengan udang dan kerupuknya yang nikmat.
BACA JUGA: Beri Peringatan untuk Masyarakat, Ganjar Pranowo: Varian Delta ini Bahaya!
Namun, kali ini Delta tidak ada hubungannya dengan kerupuk yang nikmat.
Sebaliknya, Delta sekarang dikonotasikan dengan bencana karena munculnya varian baru Covid-19 yang ganas dari India yang dinamai Delta.
BACA JUGA: 2 Warga Bangkalan yang Terjangkiti Varian Delta Dipantau Secara Ketat, Begini Kondisinya
Ternyata virus Corona bermutasi lebih cepat dari yang dibayangkan. Baru saja vaksin ditemukan, tetapi virus bermutasi lebih cepat untuk menghindarinya.
Dengan mutasi baru itu virus bisa menyebar lebih cepat dan bisa lebih kebal terhadap vaksin.
BACA JUGA: Penyebaran COVID-19 Delta di Inggris Mengerikan, Wajib Jadi Pelajaran
Kejar-mengejar virus dengan vaksin ini terlihat tidak seimbang sehingga dunia terlihat tunggang-langgang menghadapi serbuan makhluk kecil ini.
Baru saja muncul varian Delta, kini sudah bermutasi lagi menjadi Delta Plus alias AY.1.
Virus pada umumnya selalu bermutasi untuk mempertahankan diri. Para ilmuwan berlomba-lomba mencari cara untuk memusnahkannya sebelum makin banyak mutasi terjadi, yang membuat virus makin susah dilawan.
Prinsip ini berlaku juga pada virus Corona, khususnya SARS-CoV-2 penyebab COVID-19. Mutasi terbaru yang membentuk varian Delta Plus diakui oleh para ahli cukup mengejutkan, karena terjadi lebih cepat dari yang diduga.
Varian Delta Plus adalah bentuk baru dari varian Delta atau B1617.2 yang pertama kali teridentifikasi di India.
Varian Delta Plus dikhawatirkan lebih menular di kalangan anak-anak. Sebuah laporan mengungkap bahwa transmisi virus corona varian Delta, yang saat ini mendominasi di Inggris, meningkat di kalangan anak-anak usia 12 hingga 20 tahun.
Laporan lain mencatat sebanyak 140 klaster penyebaran varian Delta muncul di sekolah.
Hal ini menjadi warning bagi pemerintah Indonesia yang hendak membuka program sekolah luring.
Beberapa daerah sudah menghentikan, tetapi beberapa lainnya masih meneruskan uji coba.
Varian yang menyerang anak-anak ini pertama kali teridentifikasi di India pada Oktober tahun lalu, dan kini sudah menyebar ke lebih dari 80 negara. Penularan tertinggi terjadi pada anak-anak usia sekolah menengah, yakni antara sepuluh hingga 19 tahun.
Setidaknya ada 1.000 kematian anak di Indonesia setiap minggunya sejak pandemi Covid-19 melanda. Padahal, sebelumnya pada 2019, jumlah kematian pada anak cenderung menurun. Kesulitan mendeteksi kasus Covid-19 pada anak terjadi karena testing atau pengujian yang minim.
Di tengah kondisi yang mengkhawatirkan ini disiplin masyarakat di beberapa tempat terlihat mengendur.
Di Surabaya ulang tahun klub sepak bola Persebaya dirayakan oleh ribuan pendukungnya dengan melakukan konvoi dan berkerumun di Stadion Tambaksari Kamis (17/6) malam.
Kerumunan itu akhirnya membawa kericuhan ketika lempar-melempar terjadi dan situasi menjadi tidak terkendali.
Polisi menembakkan gas air mata untuk membubarkan kerumunan. Hampir seratus suporter diamankan, sebagian besar adalah anak-anak remaja belasan tahun.
Di Jembatan Suramadu yang menghubungkan Surabaya dengan Madura sekelompok massa yang marah merusak fasilitas di pos penyekatan. Tenda diubrak-abrik, meja dan kursi dijungkirbalikkan.
Massa marah karena antrean panjang dan macet. Semua pelintas jembatan diwajibkan mengikuti tes, tetapi jumlah petugas tidak memadai. Akibatnya terjadi kemacetan dan antrean panjang yang menyebabkan massa marah.
Penyekatan di Suramadu memunculkan protes karena tindakan itu dianggap diskriminatif terhadap warga Madura. Protes semacam ini potensial menimbulkan gesekan sosial karena menyangkut isu entis yang sensitif.
Karena ledakan virus Delta beberapa hari terakhir ini wilayah Bangkalan yang berbatasan dengan Surabaya berada pada zona bahaya.
Fasilitas kesehatan tidak mencukupi sehingga pasien harus dikirim ke Surabaya. Ledakan yang tidak terkendali di Bangkalan akan langsung berimbas kepada Surabaya.
Layanan kesehatan di beberapa wilayah berada pada jurang kolaps. Indonesia dan dunia benar-benar tunggang langgang menghadapi serbuan pandemik.
Sosiolog Anthony Giddens sudah memprediksi kondisi tunggang-langgang ini dalam ‘’Runaway World; How Globalization is Reshaping Our Lives’’ (1995), globalisasi membuat semuanya menjadi global termasuk penyakit.
Giddens menyebut globalisasi mengubah hidup melalui proses "manufacturing risks' risiko buatan, dan "detradisionalisasi", pembongkaran kekuatan tradisional.
Risiko buatan adalah risiko yang dibuat oleh manusia sendiri karea eksperimennya terhadap ilmu pengetahuan.
Makin canggih ilmu pengetahuan dan teknologi, makin besar risiko yang dihadapi manusia.
Bencana bom atom menghancurkan manusia pada perang dunia kedua. Bencana nuklir menyebabkan korban yang mengerikan di Chernobyl. Sekarang ini kemajuan bioteknologi menghasilkan efek samping virus Corona yang sampai sekarang tidak diketahui asal-usulnya.
Globalisasi juga mengubah hidup kita melalui proses detradisionalisasi, penghancuran kekuatan intitusi sosial yang selama ini dianggap mapan.
Institusi itu beragam, mulai dari lembaga perkawinan, keluarga, sampai ke level nation-state, negara bangsa, dan juga agama. Semua lembaga tradisional itu sekarang mengalami detradisionalisasi karena globalisasi.
Globalisasi yang ditandai dengan penyatuan dunia melalui jaringan internet world-wide-web membuat dunia berada di genggaman tangan karena ada gadget dan android.
Instisusi tradisional seperti keluarga dan agama menjadi berubah karena perangkat kecil ini. Pola interaksi di keluarga antara anak dan orang tua berubah.
Kasus-kasus rumah tangga seperti perceraian dan kekerasan dalam rumah tangga makin banyak dan bervasiasi.
Menghadapi virus global ini negara dan agama terlihat lemah. Pelarangan kegiatan keagamaan di tempat-tempat ibadah secara tradisional adalah tantangan terhadap kekuasaan tradisional agama yang akan dipertahankan dengan darah dan kematian.
Namun, kali ini institusi agama dipaksa menyerah tidak berdaya menghadapi serangan virus global.
Institusi negara-bangsa juga berantakan dan tunggang-langgang menghadapi virus global.
Otoritas pemerintah menghadapi tantangan yang serius dari berbagai kekuatan masyarakat yang melakukan oposisi melalui media digital.
Virus global telah melumpuhkan ekonomi dunia dan nyaris tidak ada perlawanan efektif yang bisa dilakukan institusi negara bangsa untuk menghadapinya.
Sampai sekarang belum ada kabar mengenai negara bangsa yang kolaps akibat virus global ini.
Atau belum ada pemerintahan yang jatuh karena pandemi ini.
Hal itu terjadi pada 1998 ketika krisis moneter menerjang Asia dan membuat pemerintahan jatuh seperti yang dialami Indonesia.
Namun, jika tren serbuan virus global ini tidak bisa dihentikan maka ekonomi akan kolaps dan pelayanan sosial dan kesehatan juga akan ikut kolaps. Selanjutnya tinggal menunggu waktu pemerintah juga akan ikut kolaps. (*)
Video Terpopuler Hari ini:
Redaktur & Reporter : Tim Redaksi