BANJARMASIN – Jumlah kasus demam berdarah (DB) di Kalimantan Selatan (Kalsel) selama tahun 2012 ternyata sangat tinggi. Bahkan jumlahnya naik tiga kali lipat dibandingkan tahun 2011.
Kepala Bidang Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan (P2PL) Dinas Kesehatan Provinsi Kalsel Yusransyah mengungkapkan, berdasarkan data yang dihimpun saat ini tercatat ada 1.216 kasus DB yang terjadi selama Januari sampai Desember 2012. Dari jumlah tersebut, 19 orang diantaranya meninggal dunia.
“Angka kematian tertinggi berada di Hulu Sungai Tengah sebanyak 7 orang,” kata Yusransyah seperti dilansir Radar Banjarmasin (JPNN Grup), Kamis (3/1).
Kasus DB terbanyak terjadi di Banjar sebanyak 146 kasus. Kemudian jumlah kasus DB yang cukup tinggi juga terjadi di Tabalong sebanyak 134 kasus. Selain itu, angka kasus di Hulu Sungai Tengah juga tinggi yakni sebanyak 125 kasus kemudian Hulu Sungai Selatan 110 kasus dan Banjarmasin 56 kasus.
“Angka kematiannya selain di Hulu Sungai Tengah, ada juga di Banjar sebanyak 5 orang, Banjarmasin 3 orang, Tabalong 2 orang, Banjarbaru 1 orang, dan Tanah Bumbu 1 orang,” imbuh Yusransyah.
Dari data tersebut, Yusransyah mengakui bahwa jumlah kasus dan angka kematian di Hulu Sungai Tengah, Banjar, dan Banjarmasin sangat mengkhawatirkan. Di Hulu Sungai Tengah misalnya, jumlah kasusnya mencapai 125 kasus sedangkan jumlah kematiannya tertinggi mencapai 7 kasus.
“Artinya selain jumlah kasus, angka kematian di Hulu Sungai Tengah juga tinggi. Berbeda dengan di Hulu Sungai Selatan walaupun ada 110 kasus tapi angka kematiannya nol persen,” ucapnya.
Selain Hulu Sungai Tengah, Banjar juga menjadi perhatian. Angka kasusnya mencapai 146 kasus dengan jumlah korban meninggal sebanyak 5 orang. Banjar ditetapkan sebagai salah satu daerah endemis bersama Hulu Sungai Tengah.
“Yang juga jadi perhatian kita justru Banjarmasin. Angka kasusnya hanya 56 tapi korban meninggal ada 3 orang. Padahal sudah kita warning tapi kenyataannya angka kematian masih ada,” kata Yusransyah.
Menurut Yusransyah, kasus kematian akibat DB di Banjarmasin sebenarnya bisa ditekan dengan peran dari dinas kesehatan setempat dan masyarakat. Dinas Kesehatan Provinsi Kalsel sendiri sebenarnya sudah menjalin komitmen dengan Dinas Kesehatan Banjarmasin. Isi komitmennya adalah angka kasus DB boleh saja tetap ada tapi angka kematian harus ditekan. Namun demikian, meski sudah ada komitmen itu, lanjut Yusransyah, pada kenyataannya masyarakat masih belum melaksanakan upaya menjaga kesehatan lingkungan.
Terkait waktu terjadinya peningkatan kasus DB, Yusransyah menjelaskan tingginya kasus DB terjadi pada bulan Oktober hingga Desember 2012. Pada masa-masa itulah mulai memasuki musim hujan. Jentik nyamuk pada musim hujan akan lebih cepat berkembang biak.
Sementara itu, tingginya angka kasus DB pada 2012 ternyata jumlahnya mencapai 3 kali lipat jumlah kasus 2011. Pada tahun 2011, jumlah kasus DB di Kalsel hanya 400 kasus jauh dibandingkan angka 2012 yang mencapai 1.216 kasus. Jumlah korban meninggal pun hanya 7 orang sedangkan tahun 2012 jumlah korban meninggal mencapai 19 orang.
Mengapa jumlah kasus 2012 lebih tinggi, menurut analisis Yusransyah hal itu terjadi karena kasus DB 2012 terjadi sepanjang tahun sedangkan 2011 hanya terjadi dari Januari sampai Juni saja setelah itu tak ditemukan lagi kasus DB hingga akhir 2011. (tas/yn/bin)
Kepala Bidang Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan (P2PL) Dinas Kesehatan Provinsi Kalsel Yusransyah mengungkapkan, berdasarkan data yang dihimpun saat ini tercatat ada 1.216 kasus DB yang terjadi selama Januari sampai Desember 2012. Dari jumlah tersebut, 19 orang diantaranya meninggal dunia.
“Angka kematian tertinggi berada di Hulu Sungai Tengah sebanyak 7 orang,” kata Yusransyah seperti dilansir Radar Banjarmasin (JPNN Grup), Kamis (3/1).
Kasus DB terbanyak terjadi di Banjar sebanyak 146 kasus. Kemudian jumlah kasus DB yang cukup tinggi juga terjadi di Tabalong sebanyak 134 kasus. Selain itu, angka kasus di Hulu Sungai Tengah juga tinggi yakni sebanyak 125 kasus kemudian Hulu Sungai Selatan 110 kasus dan Banjarmasin 56 kasus.
“Angka kematiannya selain di Hulu Sungai Tengah, ada juga di Banjar sebanyak 5 orang, Banjarmasin 3 orang, Tabalong 2 orang, Banjarbaru 1 orang, dan Tanah Bumbu 1 orang,” imbuh Yusransyah.
Dari data tersebut, Yusransyah mengakui bahwa jumlah kasus dan angka kematian di Hulu Sungai Tengah, Banjar, dan Banjarmasin sangat mengkhawatirkan. Di Hulu Sungai Tengah misalnya, jumlah kasusnya mencapai 125 kasus sedangkan jumlah kematiannya tertinggi mencapai 7 kasus.
“Artinya selain jumlah kasus, angka kematian di Hulu Sungai Tengah juga tinggi. Berbeda dengan di Hulu Sungai Selatan walaupun ada 110 kasus tapi angka kematiannya nol persen,” ucapnya.
Selain Hulu Sungai Tengah, Banjar juga menjadi perhatian. Angka kasusnya mencapai 146 kasus dengan jumlah korban meninggal sebanyak 5 orang. Banjar ditetapkan sebagai salah satu daerah endemis bersama Hulu Sungai Tengah.
“Yang juga jadi perhatian kita justru Banjarmasin. Angka kasusnya hanya 56 tapi korban meninggal ada 3 orang. Padahal sudah kita warning tapi kenyataannya angka kematian masih ada,” kata Yusransyah.
Menurut Yusransyah, kasus kematian akibat DB di Banjarmasin sebenarnya bisa ditekan dengan peran dari dinas kesehatan setempat dan masyarakat. Dinas Kesehatan Provinsi Kalsel sendiri sebenarnya sudah menjalin komitmen dengan Dinas Kesehatan Banjarmasin. Isi komitmennya adalah angka kasus DB boleh saja tetap ada tapi angka kematian harus ditekan. Namun demikian, meski sudah ada komitmen itu, lanjut Yusransyah, pada kenyataannya masyarakat masih belum melaksanakan upaya menjaga kesehatan lingkungan.
Terkait waktu terjadinya peningkatan kasus DB, Yusransyah menjelaskan tingginya kasus DB terjadi pada bulan Oktober hingga Desember 2012. Pada masa-masa itulah mulai memasuki musim hujan. Jentik nyamuk pada musim hujan akan lebih cepat berkembang biak.
Sementara itu, tingginya angka kasus DB pada 2012 ternyata jumlahnya mencapai 3 kali lipat jumlah kasus 2011. Pada tahun 2011, jumlah kasus DB di Kalsel hanya 400 kasus jauh dibandingkan angka 2012 yang mencapai 1.216 kasus. Jumlah korban meninggal pun hanya 7 orang sedangkan tahun 2012 jumlah korban meninggal mencapai 19 orang.
Mengapa jumlah kasus 2012 lebih tinggi, menurut analisis Yusransyah hal itu terjadi karena kasus DB 2012 terjadi sepanjang tahun sedangkan 2011 hanya terjadi dari Januari sampai Juni saja setelah itu tak ditemukan lagi kasus DB hingga akhir 2011. (tas/yn/bin)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Pencari Suaka Sri Lanka Ditampung di Padang
Redaktur : Tim Redaksi