jpnn.com - JAKARTA – Direktur Utama PT Bank Rakyat Indonesia (BRI) Asmawi Syam menyatakan, pengurangan kewajiban uang muka kredit kepemilikan rumah (KPR) diyakini mampu mengurangi kesenjangan jumlah rumah terbangun dan kebutuhan rumah (backlog) di Indonesia.
Kebijakan itu juga memicu pengembang merilis unit-unit residensial baru. ’’Sebab, backlog sebenarnya merupakan opportunity,” katanya di Jakarta kemarin (25/5).
BACA JUGA: Asyik, Pembiayaan Properti Dilonggarkan
Bila ketentuan LTV dilonggarkan, perbankan dapat lebih leluasa untuk menyalurkan kredit KPR. Jika kewajiban uang muka diturunkan, diharapkan, lebih banyak masyarakat yang mengajukan permohonan KPR ke bank.
”Itu bagus untuk bank. Tinggal bagaimana kami me-manage risiko (kredit bermasalah, Red) yang ada,” ucapnya.
BACA JUGA: Pertumbuhan Pembiayaan Danamon Syariah Tembus Rp 2,3 T
Selain melonggarkan aturan LTV, Asmawi melihat, ada kendala lain yang harus diatasi untuk mendorong pertumbuhan pembangunan perumahan. Terutama perizinan yang belum sinkron antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah. ’’Jadi, (aturan LTV di sisi perbankan) dan (kemampuan penyediaan rumah oleh pengembang) itu harus berjalan beriringan. Enggak bisa sendiri-sendiri,” ungkapnya.
Gubernur BI Agus D.W. Martowardojo mengaku, ada penurunan penyaluran KPR pada dua tahun terakhir. Penurunan terjadi saat BI mengetatkan aturan uang muka minimal (down payment) untuk KPR melalui kebijakan loan to value 70 persen bagi rumah pertama yang berukuran 70 meter ke atas.
BACA JUGA: GMF AeroAsia-Sucofindo Jalin Kerjasama
Namun, pelemahan ekonomi domestik berakibat pada semakin melemahnya permintaan kredit perbankan. ”Kami melihat demand (kredit KPR) agak rendah. Perbankan akan kesulitan menyalurkan (porsi kredit KPR),” terangnya. (dee/jos/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Danamon Layani Cash Management Happy Fresh
Redaktur : Tim Redaksi