jpnn.com - JAKARTA – Kemenpar terus menjajaki semua platform online untuk menajamkan promosi Wonderful Indonesia hingga ke level sales. Bukan hanya bermain di mesin pencari atau searching engine, seperti Baidu atau Google. Tetapi sampai landing ke tahap booking dan payment yang konkret.
“Bahasa jelasnya, kami ingin program digital marketing yang konkret, dengan angka yang jelas untuk mengejar target kunjungan 12 juta di 2016 ini,” ujar Menpar Arief Yahya, saat menerima James van Zorge, Alibaba.Com Group di Gedung Sapta Pesona, Kemenpar, (22/4).
BACA JUGA: Fahri Hamzah: Pak SBY Tetangga Saya
Mantan Dirut PT Telkom ini memang banyak menyentuh market Tiongkok dengan online platform yang sudah memiliki nama besar. Alibaba Group adalah e-commerce yang paling besar, dengan market share hampir 75 persen di Negeri Tiongkok.
Trend belanja barang maupun jasa di negeri berjuluk Tirai Bambu itu pun sudah mulai bergeser. Tidak lagi dominan dengan cara tradisional, datang ke toko atau supermarket lagi. Termasuk system pembayaran, atau payment-nya, juga sudah jauh meninggalkan pola cash money.
BACA JUGA: 19 Kota jadi Target Sosialisasi PerMA soal Mediasi
“Perubahan lifestyle ini tidak bisa dibendung lagi. Belanja Online jauh lebih murah, lebih mudah, lebih simple, dan sampai pada delivery service,” ujar Arief Yahya.
“Di China, untuk look, atau searching, orang sudah familiar memilih, mencari dan menentukan destinasi leisure, melalui online media. Persentasenya hampir 70 persen! Mesin pencari yang terbesar di China adalah Baidu, semacam Google-nya Tiongkok.
BACA JUGA: Hari Bumi: Di Balik Kenangan Megawati di Tahura Carita
Kemenpar sudah bekerjasama dengan Baidu, sehingga dengan beberapa key word, pengguna jasa internet sudah langsung disuguhi gambar, paket-paket wisata, lengkap dengan harga dan teknis pembayaran,” kata Marketeer of the Year 2013 ini.
Baidu sendiri sudah joint dengan Ctrip, online travel agent (OTA) yang juga terbesar di China, dengan market share hampir 70 persen, persisnya 68,9%. Ketika orang searching dan sudah menemukan lokasi yang diinginkan, langkah selanjutnya adalah book dan pay. Di sinilah peran CTrip, sebagai travel agent dan travel operator yang mengemas paket-paket wisata sampai pembayaran.
Sebagai perusahaan yang berangkat dari travel konvensional, Ctrip sudah memiliki network yang solid dan jumlahnya ribuan, baik dengan hotel, pesawat, sampai ke wisata.
“Pola Baidu dan Ctrip saya sebut dari kiri ke kanan. Dari look, book, ke pay,” ungkap Menpar. Berbeda sejarahnya dengan Alibaba group, yang bergerak dari arah berlawanan. Yakni, dari kanan ke kiri. Alibaba berangkat dari commerce, atau pay, lalu membangun platform online travel agent (OTA) dengan nama New Alitrip Travel Brand, sejak Oktober 2014.
Alibaba sendiri, juga berkolaborasi dengan Ctrip pada paket-paket yang belum dimiliki oleh Alitrip. Tetap saja ada irisan, ketika orang membuka Alibaba lalu mencari paket yang belum tersedia di Alitrip, maka system bisa masuk ke Ctrip, yang sudah memiliki paket lebih lengkap.
Maka looknya menggunakan Alibaba, book dan pay-nya bisa menyeberang ke platform Ctrip. Dalam bisnis, itu biasa terjadi. Borderless.
Menerobos melalui pintu mana saja. “Karena itu, saya minta Alibaba untuk cepat merumuskan cara yang paling konkret, untuk merebut pasar China, yang tahun 2015 lalu lebih dari 110 juta outbond tourism. Yang masuk ke Indonesia hanya 1 persen saja? Terlalu kecil, untuk ukuran atraksi yang ditawarkan Wonderful Indonesia,” kata Arief Yahya.
James van Zorge pun menjanjikan Minggu depan konsep itu akan dipresentasikan kembali ke Kementerian Pariwisata. Alibaba itu perusahaan seperti bukalapak.com, atau blibli.com di Indonesia. Tetapi sizenya super besar dan mengambil positioning terbesar di pasar China.
Semacam mal atau pasar yang menjual apa saja kebutuhan orang, baik barang maupun jasa. Mereka punya program 11-11, setiap tanggal 11 bulan November, membuat semacam bazar, great sales, pesta diskon yang dipromosikan jauh hari sebelumnya.
Alibaba menawarkan konsep itu kepada Kemenpar, untuk produk tour and travel. Tetapi menurut Arief Yahya, program yang tahun lalu mencapai rekor transaksi terbesar dan terbanyak di dunia itu masih lama, November. “Saya butuh lebih cepat, kalau perlu Mei sudah bisa mengejar, Hari Buruh yang juga hari libur di China. " ungkap Arief.(dkk/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Satu Lagi Penghargaan untuk Bos Go-Jek
Redaktur : Tim Redaksi